logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Episode 5

Sayup-sayup terdengar suara azan subuh berkumandang, membuat Jihan tersentak dan bangun dari tidurnya. Semalam dia sangat kelelahan, hingga tidurnya begitu pulas, bahkan dia melewatkan Shalat yang biasa dia kerjakan dipertiga malam.
“Astagfirullah, aku ketiduran!” Pekik Jihan yang langsung bangkit dari pembaringan.
“Aduh, Jihan ... istri macam apa kau ini? Bukannya menunggu suami pulang, kau malah enak-enakkan tidur.” Jihan memarahi dirinya sendiri.
Wanita berparas ayu dengan hidung mancung dan bibir yang mungil itu beranjak dan segera berlari ke kamar mandi untuk berwudu, setelah itu dia segerakan Shalat subuh.
Setelah Shalat subuh, Jihan bergegas keluar kamar tapi baru saja membuka pintu kamarnya, dia sudah melihat sosok Ammar yang berjalan melewatinya dengan wajah kuyu dan mengantuk.
“Mas baru pulang? Mau aku buatkan sesuatu?” Tanya Jihan lembut.
Ammar tak menggubrisnya, lelaki itu terlalu malas untuk meladeni sang istri. Dia masuk ke dalam kamar tanpa memedulikan Jihan yang masih mematung menunggu jawabannya.
Jihan hanya mampu menghela nafas, sedih rasanya tak dipedulikan tapi dia tak mau terbawa perasaan. Jihan pun turun dan melangkah menuju dapur, dia ingin membuatkan sarapan untuk Ammar dan berharap kali ini sang suami mau menyentuh makanan yang dia buat.
☘️☘️☘️
Sarapan buatan Jihan sudah terhidang di atas meja makan, dia sengaja menunggu Ammar turun agar mereka bisa sarapan bersama, tapi lelaki itu tak juga menampakkan batang hidungnya.
“Kenapa dia belum turun, ya?” Jihan terus menerus memandangi anak tangga.
“Dia pasti ketiduran.” Tebak Jihan.
Tiba-tiba seorang wanita cantik dan berpakaian minim yang tak lain adalah Miranda menyelonong masuk tanpa memberi salam. Matanya membulat saat melihat Jihan.
“Jihan?” Gumam Miranda.
“Ternyata dia yang jadi istri Ammar. Bisa gawat ini.” Batin Miranda.
“Maaf, Mbak ini siapa?” Tanya Jihan bingung.
“Aku Miranda, kekasihnya Ammar.” Sahut Miranda. “Mana dia?”
Jantung Jihan mendadak seperti terimpit batu besar, sesak dan sakit. Tapi Jihan berusaha tetap tenang dan tegar.
“Dia sedang tidur.” Jawab Jihan yang mendadak berubah ketus.
“Kalau begitu aku akan membangunkannya. Di mana kamarnya?”
“Maaf, ya. Apa kau enggak malu masih mengusik lelaki yang sudah beristri?” Sindir Jihan.
Miranda sontak melotot dan berjalan mendekati Jihan. “Hee! Wanita kampungan! Kau memang sudah menikah dengan Ammar, tapi kau itu enggak dianggap. Jadi jangan berlagak. Sadar diri, dong!”
“Dianggap atau enggak, aku tetap istri sahnya. Aku yang paling berhak atas dia, bukan kau. Sebaiknya kau pergi dari sini!”Jawab Jihan menohok lalu mengusir Miranda.
“Cukup!!!” Bentak Ammar yang sudah berdiri di tangga dengan tatapan tajam.
Jihan dan Miranda sontak menoleh ke arah lelaki itu.
Jihan terkesiap,“Mas?”
Miranda langsung memasang wajah sedih dan berlari mendekati Ammar.
“Sayang, dia menghina dan mengusirku. Dia bahkan bersikap kasar kepadaku.” Rengek Miranda sembari bergelayut manja di lengan Ammar.
Jihan tercengang, dia tak menyangka wanita yang bernama Miranda itu akan memfitnahnya.
“Tapi aku hanya ....”
“Diam kau!” Tukas Ammar membuat Jihan sontak merapatkan mulutnya.
Ammar melangkah mendekati Jihan masih dengan tatapan yang sama, membuat wanita itu menelan ludah berkali-kali sebab merasa takut.
“Kau pikir kau ini siapa? Berani sekali kau menghina dan mengusir kekasihku dari rumahku sendiri!” Hardik Ammar.
“Mas, kita sudah menikah. Aku ini istrimu, tolong hargai perasaanku.” Ucap Jihan dengan suara bergetar, dia berusaha menahan tangis.
Ammar tertawa mengejek. “Kau lupa dengan yang aku katakan? Atau perlu aku ulangi lagi?”
Jihan tertunduk diam, berusaha menyembunyikan matanya yang mulai digenangi cairan bening. Dia tentu masih ingat dengan apa yang Ammar katakan sebelumnya.
“Aku sama sekali enggak menganggap mu sebagai seorang istri!”Seru Ammar.
Jihan menengadah menatap wajah Ammar dengan mata berkaca-kaca, kata-kata ini sudah dia dengar sebelumnya tapi kenapa begitu terasa sakit saat suaminya itu kembali mengulang nya di hadapan wanita lain?
“Aku anggap kau sudah mengerti. Jadi mulai sekarang jangan coba-coba mengusik kami dan awas kalau kau berani mengadu kepada orang tua kita! Kau akan menyesal.” Lanjut Ammar dengan nada mengancam. Sementara Miranda tersenyum penuh kemenangan.
“Sudahlah, Sayang. Buang-buang waktu meladeni dia, aku enggak mau terlambat datang di acara pernikahan teman ku.” Ujar Miranda sembari menarik lengan Ammar.
“Ya sudah, yuk!”
Ammar dan Miranda pun pergi meninggalkan Jihan yang masih terpaku dengan berjuta perasaan sedih dan sakit.
“Astaghfirullahalladzim.” Jihan tak sanggup lagi berkata-kata, selain melantunkan istigfar, mencoba menenangkan perasaannya yang terluka, membiarkan air matanya terus jatuh membasahi pipi mulusnya.
Hatinya benar-benar terasa perih diperlakukan seperti ini oleh suami yang dia cintai, tapi dia tak punya pilihan selain sabar dan ikhlas.
Akhirnya lagi-lagi Jihan harus makan sendiri dan memberikan makanan yang dia masak kepada Mang Jaja, lelaki paruh baya itu prihatin kepada Jihan. Namun dia tak bisa berbuat apa-apa, bahkan sekedar mengadu kepada Yusuf. Bukan karena dia takut kepada ancaman Ammar, tapi dia tak ingin nantinya ayah dan anak itu bertengkar lagi, karena dia tahu Yusuf punya riwayat sakit jantung.
"Kasihan Neng Jihan. Den Ammar benar-benar keterlaluan." Ucap Mang Jaja saat melihat Jihan.
☘️☘️☘️

Comentário do Livro (228)

  • avatar
    afrinaqaireen

    sangat best dan sngat berpuas hati best sangat Nanti ada episode lain saya Nak baca lagi

    3d

      0
  • avatar
    AmiraNoor

    padam muka Ammar

    20d

      0
  • avatar
    Iksanfauzi

    keren

    18/07

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes