logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Pengawal Hati

Pengawal Hati

cloverqua


Capítulo 1 Ide Konyol Yudha

“Kamu baik-baik aja, Mas?”
Haris menggeleng pelan menanggapi pertanyaan sahabatnya semasa kuliah, Yudha. Pria paruh baya itu kembali menghela napas panjang, membuat Yudha kian didera rasa penasaran. Fokusnya pada beberapa berkas di meja teralih setelah mendapat kunjungan dari Haris yang datang ke kantornya. Terutama ekspresi wajah lelah milik sahabatnya itu.
Yudha berpindah dari meja kerja, mendekati Haris yang duduk di sofa ruangannya.
“Kalau lagi ada masalah, cerita aja sama aku. Siapa tahu aku bisa bantu," tutur Yudha seraya menepuk pundak Haris.
Ucapan Yudha sukses membuat Haris tersenyum tipis. "Sebenarnya bukan masalah rumit. Aku lagi pusing menghadapi kelakuan putriku," jawabnya lirih.
“Putrimu?” Yudha terdiam sejenak, lalu tiba-tiba berseru semangat. "Oh! Mia? Gimana kabarnya sekarang, Mas? Udah lama aku nggak ketemu sama Mia. Setiap kali kita ada janji makan bersama, kamu nggak pernah ajak dia ikut."
Haris meringis. "Yah ... Mia baru masuk kuliah. Dan dia sedang terlena sama status barunya sebagai mahasiswi."
Dahi Yudha mengerut heran, sedikit bingung dengan jawaban Haris. “Maksudmu, Mia lagi fokus dan sibuk sama kuliahnya? Bukannya itu bagus, ya?"
“Bukan terlena karena fokus sama kuliahnya." Haris memijat pelipisnya. "Yang aku maksud, Mia terlena sama pergaulan di lingkungan kampus. Kamu tahu ‘kan kalau Mia itu kelewat polos? Dia mudah banget dibujuk sama temen-temennya buat jalan-jalan selesai jam kuliah. Gara-gara itu, Mia jadi sering pulang telat.”
Mendengar penjelasan Haris, Yudha geleng-geleng kepala. “Ya ampun, Mas. Wajar kalau Mia pergi jalan-jalan sama temen-temennya. Apalagi statusnya sekarang sebagai mahasiswi. Mulai membangun jaringan pertemanan yang lebih luas dari masa SMA dulu.”
“Itu pertemanan yang normal. Masalahnya, temen-temen Mia itu ngajak pergi ke kelab malam.”
Butuh sepersekian detik bagi Yudha mencerna jawaban Haris, sampai akhirnya dia tertawa terbahak-bahak. Kontan saja reaksinya itu mengundang decak kesal dari Haris.
“Ngapain kamu ketawa?”
“Mas, nggak inget apa dulu Mbak Diana juga sering ke kelab malam waktu kita masih kuliah?” Yudha menyinggung kebiasaan istri Haris di masa lalu sambil cekikikan. “Kamu aja ketemu sama Mbak Diana di tempat itu.”
Tanpa ragu, Haris memukul ringan bahu Yudha.
“Diana sama Mia beda! Istriku jauh lebih galak ketimbang putriku. Diana udah menguasai beberapa jurus ilmu beladiri sejak kecil. Dia nggak bakal dapat masalah kalau pergi ke tempat kayak gitu karena punya kemampuan melindungi diri sendiri,” jelas Haris. Wajahnya berubah kusut.
“Lain sama Mia. Dia kelewat polos. Kadang masih belum bisa bedain mana orang baik mana orang jahat. Belum lagi wajahnya yang cantik, manis, juga imut. Di manapun Mia berada, pasti jadi incaran para pria hidung belang di luar sana.”
Penjelasan panjang lebar yang dituturkan Haris membuat Yudha melongo. Well, sahabatnya itu memang sangat overprotective terhadap Mia. Maklum, gadis itu merupakan putri semata wayang Haris dan Diana. Sejak kecil, dia dibesRaka dengan harta yang melimpah ruah dan kasih sayang penuh dari mereka.
Terakhir Yudha bertemu Mia saat gadis itu masih berusia 15 tahun. Dia masih mengingat dengan jelas bagaimana rupa menawan milik Mia yang menyerupai putri dalam negeri dongeng. Di usia yang kian beranjak dewasa, Yudha bertaruh ketakutan Haris dan Diana memang beralasan. Sudah pasti Mia tumbuh menjadi sosok yang semakin cantik.
Ibarat bunga yang sedang bermekaran, akan banyak lebah yang mendekat untuk menghisap madunya.
“Gimana kalau kamu pakai jasa pengawal buat Mia?”
Haris menautkan kedua alisnya. “Pengawal?”
Yudha mengangguk. “Akan lebih aman kalau ada yang mengawal Mia ke manapun dia pergi. Emang sebelumnya kamu nggak pernah pakai jasa pengawal?”
“Nggak pernah. Dulu waktu masih sekolah, Mia selalu pulang tepat waktu. Dia berubah sejak masuk kuliah aja, jadi sering pulang telat. Aku yakin karena pengaruh temen-temen barunya yang menyesatkan itu. Tahu sendiri lingkungan di kampus jauh lebih bebas dibandingin saat sekolah,” kata Haris. Dia memikirkan dengan cermat usulan Yudha. “Tapi, di mana aku dapet pengawal untuk Mia? Apa kamu bisa bantu nyariin?”
“Soal itu—”
CKLEK!
Obrolan mereka terhenti begitu seseorang tiba-tiba masuk ke ruangan Yudha tanpa mengetuk pintu. Mereka mendapati sosok pria berperawakan jangkung muncul dari balik pintu, lengkap dengan ekspresi datar.
“Ck, Raka! Ngagetin aja!” omel Yudha. Reaksinya berbeda dengan Haris yang langsung menghampiri Raka dengan wajah antusias.
“Raka, lama nggak ketemu? Gimana kabar kamu?” Haris memeluk Raka sejenak. “Kamu udah balik dari London?”
Raka, putra sulung Yudha, hanya tersenyum simpul menanggapi sambutan Haris. Dia tidak menduga akan bertemu dengan sahabat karib orang tuanya saat mengunjungi kantor ayahnya.
“Iya, Om. Aku baru balik seminggu yang lalu.” Raka membalas dengan ramah. “Gimana kabar Om?”
“Om baik.” Haris memilih mengobrol sebentar dengan Raka. “Kuliah MBA kamu udah selesai?”
Raka mengangguk.
“Udah lama, Mas. Udah hampir dua tahun. Begitu lulus, dia kerja di perusahaan temennya di London,” kata Yudha.
“Serius? Hebat kamu!” puji Haris. “Terus kamu balik karena lagi ambil libur atau—”
“Nggak, Om. Papa nyuruh aku pulang,” potong Raka.
“Eh?” Mata Haris berkedip-kedip. Dia beralih pada Yudha. “Kamu nyuruh Raka pulang?”
“Iya. Aku pengen Raka mulai kerja di perusahaanku, Mas.” Yudah melempar Raka tatapan merajuk seperti anak kecil. “Udah tahu papanya punya perusahaan sendiri. Selesai kuliah MBA, bukannya balik malah kerja di perusahaan temennya.”
“Papa yang nggak sabar. Aku udah bilang tunggu setahun lagi. Baru aku balik ke Jakarta dan mulai kerja di perusahaan Papa.” Raka merotasikan bola matanya malas melihat tingkah kekanakkan ayahnya. “Aku pengen nyari pengalaman kerja di sana. Itu bagus buat bekal aku sebelum gabung sama perusahaan Papa.”
Haris mengangguk-angguk. “Bener juga. Kapan lagi dapet kesempatan kerja di sana?” Dia melirik Yudha yang masih memasang wajah cemberut. Bibirnya berkedut menahan tawa melihat ekspresi Yudha.
“Siapa yang suruh nambah setahun lagi?”
“Aku ‘kan nggak enak nolak permintaan temenku, Pa. Toh dia juga udah banyak bantu selama aku nyelesain kuliah di sana,” ucap Raka mencoba memberikan pengertian.
“Papa cuma kasih waktu dua tahun! Titik!” balas Yudha tetap pada pendiriannya.
Raka tidak berkomentar lagi lantaran malas menanggapi ucapan Yudha. Haris yang melihat perdebatan pasangan ayah dan anak itu pun gagal menahan tawanya.
“Udah, udah.” Haris melerai perdebatan mereka. Dia ingin mengobrol sebentar dengan Raka. “Kapan kamu mulai kerja di perusahaan papamu?”
“Bulan depan, Om.”
Haris mengangguk-angguk. “Lalu, kegiatanmu sekarang?”
“Ada beberapa undangan ngisi seminar di kampusku dulu sama kampus lain,” jawab Raka. “Sama—”
“AKU PUNYA IDE!”
Haris dan Raka kaget mendengar seruan keras Yudha.
“Apa-apaan kamu, Yudha?!” semprot Haris kesal.
Yudha meringis lebar lalu melirik Raka. Dalam hati dia mendengus kesal melihat ekspresi kebanggaan yang selalu diperlihatkan putranya. Dibandingkan menuruni watak konyol Yudha dan sisi cerewet istrinya, Raka lebih menuruni watak mendiang ayahnya yang terkenal cuek.
“Mas, gimana kalau Raka aja?”
Raka tampak kebingungan. “Aku kenapa, Pa?”
Yudha tersenyum. “Papa punya tugas penting buat kamu, Raka.”
“Tugas penting?” tanya Raka sambil mengernyitkan dahi.
Mata Haris memicing curiga. “Yudha, jangan bilang kamu ngusulin Raka—”
“Iya, Mas.” Yudha memotong ucapan Haris dengan seringaian penuh arti. “Aku ngusulin Raka jadi pengawal Mia.”
TO BE CONTINUED

Comentário do Livro (506)

  • avatar
    Fani Rifa

    susah ditebak alur ceritanya jd menarik

    4d

      0
  • avatar
    1Dika

    asu

    17d

      0
  • avatar
    HsheuuwHgwkwgie

    Mak jek balam 39

    21d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes