Tag(s):
• Detail
• Keluarga
• Religi

"Tidak semua dapat kita kalahkan, tidak semua pula dapat kita menangkan. Kembali kepada takdir." Pesan Bapak selalu terngiang di manapun bumi ini kupijak. Setelah bapak tiada, rasanya satu kaki ini ikut patah. Menjadi anak yang pincang untuk meniti kehidupan ke depan. Tertatih, satu demi satu anak tangga aku daki. Untuk mencapai titik bernama cita-cita. Demi bapak dan seluruh orang yang menyayangi aku. Harmoni Rindu Umayyah binti Umar Basdi

Última Atualização

Escolha do Editor

Tempestade

becky lovely

A mulher lobo

Ana Carvalho

MALÚ

PAULINY NUNES

Sangue por liberdade

Danikatrin

Lágrimas por asas

Danikatrin

Perdida

Geisa Matos

Recomendação

Collection Adventures in Dimensions

SasinaZariel

Encontrando o Sentido de Viver

Nayra Reis

Quem é você Maya?

Melissa Montes

Lágrimas por asas

Danikatrin

Asas por sangue

Danikatrin

Escola de Vampiros - Curada

Josy Sant

Desejo Indecente

Canli Pop

MALÚ

PAULINY NUNES

O Viuvo e a Secretária Virgem

Jéssyca Gil

A mulher lobo

Ana Carvalho

Comentário do Livro (185)Deixe o seu comentário na App

• 
  ZhahraniNaura

  dari awa baca sampai bab ini sumpah! mrinding dan sering than napas Krn rasa yg mngharu biru cerita yg sngt bagus banyak makna tersirat didlmnya kerrreenn

  01/08/2022

    0
• 
  RiamaElisa

  cerita yang bagus.penuh nilai2 kekeluargaan,agama .sehat dan sukses selalu ya kak

  23/06/2022

    1
• 
  Rîzky Sinaga

  karangan yg indah saya sampai menangis membaca ini yg belum baca wajib baca seru 🔥🔥🔥🔥

  23/06/2022

    0
• 
  Linda Nu

  baguss ceritanya

  15h

    0
• Whyuu

  Aku sangat senang membacanya

  3d

    0
• Al haqAdam

  bagus banget cerita nya

  4d

    0
• 
  apeNoval

  oke

  22d

    0
• 
  ImeldaMawar

  bagus

  14/08

    0
• 
  ApipahNurul

  saya sangat suka cerita menyedihkan, salah satu cerita inilah

  12/08

    0
• 
  BenihidayatnurwahidWahid

  sangat bagus ceritanya

  09/08

    0

• Total: 100

• Bab 1

  Juli, 2011
  ~•°•~
  "Rindu, Ibu minta maaf tidak bisa memberimu izin membawa ijazah ini pulang. Silakan k

• Bab 2

  ~••°••~
  Sepanjang perjalanan menuju rumah, air mataku menghujan deras. Kak Kasih juga sama. Tangannya

• Bab 3

  ~••°••~
  Malam ini, kami berkumpul semua. Aku, Emak, Kak Kasih dan suaminya, Aldo dan Rafif—anak Kak K

• Bab 4

  ~••°••~
  "Dari mana, Rindu? Kakak dari tadi di sini, pintu nggak dikunci. Emak nggak ada, kamu nggak a

• Bab 5

  ~••°••~
  Pukul sembilan kurang beberapa menit, aku sampai di sekolah. Menaiki ojek pangkalan dari ruma

• Bab 6

  ~••°••~
  Hampir 10 menit aku berjalan, bergegas tanpa menoleh lagi ke belakang. Harusnya aku ikuti apa

• Bab 7

  ~••°••~
  "Sudah, ya. Jangan dijadikan beban pikiran juga omongan Emak."
  Kak Kasih pamit pulang. Aku ban

• Bab 8

  ~••°••~
  "Sudah, Rin. Sudah, hentikan tangisanmu!" Kak Kasih melonggarkan pelukannya.
  "Rindu ingin Bapa

• Bab 9

  ~••°••~
  "Rindu, langsung ke ruangan kepala sekolah. Silakan, Bu." Pak Huspri mempersilakan kami berja

• Bab 10

  ~••°••~
  "Guru kamu baik-baik semua, Rin. Emak keburu keder, kirain pada galak."
  "Namanya guru ya baik,

• Bab 11

  ~••°••~
  Tidak butuh waktu lama untuk tersebarnya berita tentang penarikan kembali sawah oleh Etek Yar

• Bab 12

  ~••°••~
  "Barangkali ini hanya ketakutan saya, Bu Ros. Andai, maaf kalau perandai-andaian saya ini sed

• Bab 13

  ~••°••~
  Di luar hujan begitu deras. Aku hampir tergelincir tadi ketika hendak berwudhu. Beruntung Ema

• Bab 14

  "Hah, cuma ini, Mintuo?" seru Uda Revan sembari menyingkap tudung saji. Emak hanya menghela napas be

• Bab 15

  ~••°••~
  Ada perasaan deg-degan membuka tas pemberian Pak Huspri. Keterkejutan itu bertambah tatkala i

• Bab 16

  ~••°••~
  "Rind, Emak lihat Febi pulang. Siapa tahu kamu bisa ke Padang sama dia." Emak yang baru pulan

• Bab 17

  ~••°••~
  Selesai Subuh, semuanya sudah kemas. Tinggal aku berganti pakaian, lalu sarapan. Ojek untuk m

• Bab 18

  ~••°••~
  Selama ini, mungkin aku orang yang terlalu penakut. Aku berpikir berlebihan terhadap sesuatu

• Bab 19

  ~••°••~
  Selasa sudah berjalan setengah hari. Kak Fitra yang mengambil libur kerja dua hari demi aku,

• Bab 20

  ~••°••~
  "Jangan semua, Bang. Cukup satu!"
  "Semua aja, Rindu. Hitung-hitung sebagai ucapan terima kasih

• Bab 21

  ~••°••~
  Langkah sore ini agak beruntung. Cukuplah di-bully ibu-ibu di posyandu barusan, jangan sampai

• Bab 22

  ~••°••~
  Waktu akan terus berjalan. Hari demi hari sebelum perkuliahan di mulai masih kuisi dengan men

• Bab 23

  ~••°••~
  Sahabat baruku, Fuji Nagita berasal dari Batu Sangkar. Setelah berbincang lewat pesan WhatsAp

• Bab 24

  ~••°••~
  Malam itu, tangisku agak lama di atas sajadah. Tangan tertengadah lebih tinggi. Tidak rumit p

• Bab 25

  ~••°••~
  Sekuat tenaga aku tahan air mata. Apa yang ditanyakan oleh Bang Heru sepanjang jalan, kujawab

• Bab 26

  ~••°••~
  Sudah kucukupkan tekad, merangkai asa yang sempat terserak. Siapa lagi yang akan mengubah nas

• Bab 27

  ~••°••~
  "Eh, Dokter Rindu pulang nih." Ceu Nova tentu sedang mengolok-olok, pagi Minggu menjadi saksi

• Bab 28

  ~••°••~
  Telah lama aku dan Febi menjadi orang asing. Secara tidak sengaja bertemu di berbagai tempat,

• Bab 29

  ~••°••~
  "Maaf ya, Kak. Senin saya sudah kembali ke Padang. Selasa siang sudah bisa kak ambil resumeny

• Bab 30

  ~••°••~
  Febi bukanlah aku, dia punya privilege sejak lahir. Nikah bawah tangan, pesta perhelatan besa

• Bab 31

  ~••°••~
  Selama 10 hari di Myanmar, tidak sempat untuk sekadar menelepon Emak. Dikatakan tidak, ketika

• Bab 32

  ~••°••~
  Akhirnya, hari yang ditunggu-tunggu itu tiba. Yaitu hari Bang Doni libur kerja dan bisa memin

• Bab 33

  ~••°••~
  Bang Doni sepertinya juga sangat lelah. Hingga matahari sudah selemparan galah, ia masih tert

• Bab 34

  ~••°••~
  Baru saja aku melangkah keluar dari ruang dekan, dosen yang akrab disapa Bu Firda tersebut su

• Bab 35

  ~••°••~
  "Katanya pulang cepet, jam segini baru nyampe rumah. Kan mau jemput motor," cegah Fuji di pin

• Bab 36

  ~••°••~
  Satu hari pasca pemakaman Mintuo Yeni, kondisi kampung semakin riuh. Tak jua reda desas-desus

• Bab 37

  ~••°••~
  Hampir setiap hari aku bertanya kepada Kak Kasih tentang kondisi Febi. Bagaimanapun, ia tetap

• Bab 38

  ~••°••~
  "Zalim dari mana? Itu 'kan memang sawah orang tua Etek, punya hak penuh dong kami mau diapaka

• Bab 39

  ~••°••~
  Menjelang Dzuhur aku sampai di Padang, Senin yang gersang bermandikan cahaya terik garang san

• Bab 40

  ~••°••~
  "Prof!" Aku berusaha mensejajari langkah beliau yang bergegas.
  "Ya?"
  "Mengenai yang Prof sampai

• Bab 41

  ~••°••~
  [Hai, Bitch!]
  Pesan itu masuk berkali-kali, berhari-hari. Awalnya aku abaikan, lama-lama risih

• Bab 42

  ~••°••~
  Sepanjang malam aku merintih menahan perih di bekas jahitan dagu dan rusuk kanan. Emak dan Ba

• Bab 43

  ~••°••~
  "Coba diingat-ingat lagi, Rin. Barangkali tidak disengaja pernah melukai perasaan orang."
  Emak

• Bab 44

  ~••°••~
  Setelah salat Subuh, Emak sudah berkemas-kemas. Pagi ini aku dipindahkan ke Rumah Sakit Umum

• Bab 45

  ~••°••~
  "Kenapa dia dibawa ke sini? Adik saya punya hak untuk mendapatkan kenyamanan dan ketenangan,

• Bab 46

  ~••°••~
  Hari kedua menginap di kamar VIP Rumah Sakit Umum Daerah di Kota Solok, penyangga punggungku

• Bab 47

  Berkali-kali kutekan bel, suster datang dengan langkah tergesa. Wajahnya terlihat cemas ketika melan

• Bab 48

  ~••°••~
  "Loh, ada Nak Farid?" Emak tiba-tiba muncul.
  Bayangkan saja kepiting rebus, seperti apa merahn

• Bab 49

  ~••°••~
  "Siapa, Rin?" Emak menatap ke arahku tajam.
  "Orang tua Rosemary."
  "Kenapa seperti itu cara bica

• Bab 50

  ~••°••~
  Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, tinggal 2 jam lagi menuju deadline. Masih ada 3 soal

• Bab 51

  ~••°••~
  "Bapak apa kabar?" Aku bertanya hati-hati sambil mengamati Pak Arzen yang begitu sabar menyua

• Bab 52

  ~••°••~
  Mendekati waktu Dzuhur, terapi berjalan dihentikan. Dari ruangan terapi, dibantu dengan penya

• Bab 53

  ~••°••~
  Sore itu menjadi petang yang diselimuti rasa haru dan syukur tak terhingga. Pak Arzen beserta

• Bab 54

  ~••°••~
  Pak Arzen terduduk lemas di sofa setelah melihat bekas lebam-lebam hampir di sekujur tubuh Ka

• Bab 55

  ~••°••~
  "Gue mau ngomong banget sama kalian, please untuk sekali ini percaya." Raisya meremas jemari

• Bab 56

  ~••°••~
  "Mak?"
  Emak yang baru datang, menoleh cepat. Beliau sedikit terkejut. Apa suaraku barusan terl

• Bab 57

  ~••°••~
  Sambil menunggu Bang Farid mengurus berkas-berkas administrasi, aku dan Emak menemui Pak Arze

• Bab 58

  Desember, 2014
  ~••°••~
  Pak Gunadarma izin untuk duduk di luar, bersama dengan istrinya. Rumah Emak mem

• Bab 59

  ~••°••~
  Hari ke-3, rumah Emak sudah rampung. Ini hampir seperti program bedah rumah yang sering aku t

• Bab 60

  ~••°••~
  Emak sama tercengangnya denganku. Malah berbalik ke dalam memastikan waktu yang ditunjukkan o

• Bab 61

  ~••°••~
  "Abang jangan aneh-aneh masih pagi," sambarku mendelik kepadanya.
  "Rindu, jangan meninggikan s

• Bab 62

  ~••°••~
  Di hari pernikahan Febi pun semangatku menguar entah kemana. Meski kupaksakan tetap tersenyum

• Bab 63

  ~••°••~
  Bulir air mata yang semakin banyak membasahi manik bening milik Bang Farid, sudah lebih dari

• Bab 64

  ~••°••~
  Pagi-pagi sekali Emak sudah berangkat ke rumah Mak Rustam, lebih tepatnya ke rumah istri muda

• Bab 65

  ~••°••~
  Sejak pagi, ibu-ibu sudah ramai di rumah. Setiap orang sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

• Bab 66

  ~••°••~
  17 Januari 2015
  Tersebutlah ia gedung Kubuang Tigo Baleh. Terletak di pinggir hamparan sawah S

• Bab 67

  ~••°••~
  Lewat tengah malam, Bang Farid baru pulang. Mendengar suara ramai di luar, aku bangun dan ber

• Bab 68

  ~••°••~
  "Jadi balik hari ini?"
  Bang Farid baru selesai mandi, di hari ke-3 setelah resepsi besar-besar

• Bab 69

  ~••°••~
  Malam itu, bertambah satu lagi anggota keluarga kami. Putri nan cantik jelita, impian Emak ha

• Bab 70

  ~••°••~
  Aku pulang ke rumah di Madila, mengurus Aldo dan Rafif sampai Kak Kasih diperbolehkan pulang.

• Bab 71

  ~••°••~
  Baru saja aku berbelok ke halaman, Rafif berlari menyongsong. Matanya basah, hidungnya merah,

• Bab 72

  Sebelum aku melanjutkan kisah perjalanan untuk mencapai gelar dokter, barangkali perlu untuk kugamba

• Bab 73

  Tengah malam aku terbangun mendengar suara tangisan Humaira. Di sampingku, Bang Farid tertidur pulas

• Bab 74

  ~••°••~
  Bang Farid berangkat lebih awal dari biasanya. Beberapa dokumen harus diselesaikan sebelum ak

• Bab 75

  ~••°••~
  Permasalahan kerja dengan Uni Ema ternyata tidak sesederhana itu. Sebuah berita yang menggeli

• Bab 76

  ~••°••~
  Sambil lewat, Bang Farid singgah di salah satu toko perabotan. Membeli kasur spring bed dan k

• Bab 77

  "Insya Allah saya dibesarkan dengan didikan dan nilai agama yang baik, Bu. Justru untuk menghindari

• Bab 78

  ~••°••~
  Aku ketinggalan banyak hal, tentu saja. Dua bangku yang selalu tercium wangi dari jarak jauh,

• Bab 79

  Ketika aku benar-benar tersadar dari trauma kecelakaan, selain Emak ... yang aku pikirkan adalah Fuj

• Bab 80

  ~••°••~
  "Kita boleh baik, Bang. Boleh banget. Tetapi, lihat dulu dong baiknya ke siapa? Setelah semua

• Bab 81

  ~••°••~
  Satu minggu berlalu setelah aku bertemu dengan Leni. Kabar terakhir darinya bahwa dia sudah k

• Bab 82

  ~••°••~
  Meninggalnya Bapak Leni, menancapkan belati panas di dadaku. Setiap rasa dirundung rasa bersa

• Bab 83

  Permulaan April, 2015
  ~••°••~
  Ketika tubuh sudah kembali pulih, pekerjaan di kampus sudah menunggu unt

• Bab 84

  "Fadilah sering menyendiri, Pak?"
  Jika ingin mencari informasi akurat, maka yang diinterogasi adalah

• Bab 85

  ~••°••~
  Memang puas terasa di hati, bisa membungkam Tante Resa dan Tante Ajeng. Namun, di balik itu a

• Bab 86

  ~••°••~
  "Kok malah Emak yang minta maaf. Uda Revan itu jahat, Mak. Pokoknya Etek Yarni dan keluargany

• Bab 87

  "Ibu pasti kecewa lantaran Rindu nggak kunjung hamil, Bang."
  Tiba-tiba saja hari itu mood-ku rusak. T

• Bab 88

  ~••°••~
  Setelah menyelesaikan ujian terakhir, tinggal satu bulan untuk persiapan berangkat ke Jepang.

• Bab 89

  ~••°••~
  "Aku kecewa sama kamu, Ji. Sampai nggak tau mau ngomong apa lagi."
  Mungkin memang sudah menjad

• Bab 90

  ~••°••~
  15 April 2016
  Semua kebutuhan untuk pelaksanaan ko as lintas negara yang akan aku jalani satu

• Bab 91

  17 April 2016
  ¤¤¤¤¤
  Masih dengan duka yang bergejolak dalam jiwa, aku menapakkan kaki penuh syukur di

• Bab 92

  ♡♡♡♡♡
  Minggu di musim semi yang semringah. City park, sudut-sudut kota, dipenuhi oleh bunga sakura ya

• Bab 93

  Pada sebuah rumah sakit swasta, aku mulai menjalani bakti sebagai dokter muda alias ko as. Betapa ba

• Bab 94

  Hari pertama~~
  Lima menit menunggu di kantin, Palet datang dengan James kawannya. Dia juga sama, seor

• Bab 95

  Hari kelima~~
  Karls datang sendiri, tidak ada James dan Palet. Aku biarkan dia duduk, tanpa bertanya

• Bab 96

  Ibu Palet bernama Mucikiha Hana, dirawat di sebuah rumah sakit swasta di pinggir kota Tokyo. Temanku

• Bab 97

  Aku Harmoni Rindu Umayyah, hanyalah manusia biasa. Aku bukan malaikat berhati putih, tanpa syak wasa

• Bab 98

  ♡♡♡♡♡
  Perlahan tapi pasti, kehidupan kami di Jepang mulai membaik. Bang Farid sudah tumbuh lagi optim

• Bab 99

  Menghitung beberapa bulan ke depan lagi aku di Jepang. Belakangan ini, selain kesibukan dinas, juga

• Bab 100

  Berdesakan dengan masuknya waktu Magrib, kami mendarat selamat di Bandara Soekarno-Hatta. Dari sini,