logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

7. Pulang Ke Rumah Orang Tua

"Mas...." Elina tidak hentinya memanggil suaminya dari balik pintu yang terkunci. Tidak ada sahutan dari kamar mereka. Hanya suara keheningan dan isak tangis Elina.
"Itu semua salah paham Mas. Aku tidak pernah ada hubungan dengan Naufal. Kemarin dia mencoba mengajakku berbicara di dapur. Tapi aku menolak Mas. Percayalah Mas!!"
"Mas percaya kan sama aku?" Isakan Elina semakin mengeras ketika tidak ada sahutan dari suaminya terdengar sedikitpun.
Elina memegang perutnya yang terasa keram. Mungkin karena dia banyak pikiran dan stress. Kenapa hidupnya semenyakitkan ini?? Elina hanya mau mempertahankan rumah tangganya. Apa salah dirinya ingin menikah dengan suaminya dan hidup bahagia bersama dengan keluarga kecil mereka kelak.
Kenapa kehidupan seakan tidak merestuinya. Sehingga berbagai macam masalah selalu berdatangan dalam pernikahan Elina. Belum cukup tiga anggota keluarga Maheswari membencinya, dan sekarang suaminya perlahan akan menjauhinya juga. Dan untuk apa Elina bertahan di rumah Ini??
"Kasihan." Tamara mendekati Elina yang tengah memegang perutnya yang kram.
"Ma...." panggil Elina dengan suara lirih.
"Saya tidak pernah sudi kamu memanggil saya dengan sebutan 'mama' hanya menantu kesayangan saya nantinya yang berhak."
"Aku... Menantu Mama juga," jawab Elina membenarkan perkataannya. Bagaimana pun cara mertuanya menolak kehadirannya. Elina tetap istri sah dari Aldinata Maheswara.
"Oh, menantu yang tidak diharapkan oleh semua anggota keluarga Maheswari, itu maksud kamu??"
Elina memilih tidak membalas perkataan mertuanya. Semakin dia melawan maka mertuanya akan semakin senang memojokkan Elina dengan perkataan menyakitkan lainnya.
Tamara meneliti penampilan Elina yang tidak enak dipandang. Tidak  sedikitpun mencerminkan menantu keluarga konglomerat.
"Anak kamu mau lahir??" tanya Tamara melihat Elina memegang perutnya.
"Perut Elina kram, Ma."
"Mungkin anak kamu malu punya ibu yang tidak diinginkan oleh semua keluarga." Lagi dan lagi direndahkan dan dihina, "Sebentar lagi keguguran."
Elina menggelengkan kepalanya. Wajah Elina pucat pasi mendengar perkataan mertuanya. Tidak! Anaknya kuat. Hanya janinnya yang Elina punya di rumah ini.
"Kenapa?? Takut?? Kasihan ya kamu." Tamara dengan langkah gontai pergi dari hadapan Elina.
"Kamu kuat nak!! Bunda yakin anak bunda baik-baik di sana sayang."
Ceklek!
Akhirnya suara pintu terbuka membuat Elina tersenyum menyambut suaminya keluar kamar. Namun senyuman Elina luntur ketika suaminya dengan wajah menahan emosi tidak ingin membalas tatapannya.
"Mas! Perut aku kram. Aku mau istirahat."
Aldi terlihat membuang nafas kasar membuat Elina tampak gusar, "Kamu pulang ke rumah orang tuamu dulu Elina. Saya ingin menenangkan diri."
Deg!
Jantung Elina seakan tertusuk benda tak kasat mata, mendengar perkataan suaminya. Rasa perih di hatinya menjalar kemana-mana. Elina seakan tidak mampu menopang tubuh berisinya mendengar Aldi mengusirnya.
"Maksud kamu apa, Mas??" Elina menuntut jawaban dari Aldi.
"Saya tidak mengulang perkataan saya!!" tegas Aldi lalu suara nyaring pintu tertutup dengan kasar menyambut pendengaran Elina.
"Tega kamu Mas. Aku lagi hamil Mas, hiks." Elina dengan menopang tubuhnya yang lemah berusaha menggeser dirinya menjauh dari pintu.
Apa suaminya tidak khawatir dengan anak mereka?? Menyuruh seorang istri pulang ke rumah orang tuanya dalam keadaan hamil empat bulan. Suaminya tidak memiliki hati.
"Kamu boleh marah sama aku Mas. Tapi kamu jangan marah sama calon anak kita. Dia sedih Mas kamu giniin."
Elina menghapus air matanya dan memanggil sopir keluarga untuk membawanya pulang ke rumah orang tuanya. Entahlah apa tanggapan orang tua Elina nanti melihat anaknya dalam keadaan seperti ini.
***
Elina berjalan linglung membuka gerbang rumahnya. Setelah hampir setahun menikah Elina jarang mengunjungi orang tuanya. Apakah ini karma untuk Elina??
Elina melihat bangunan mewah di depan pintu gerbang. Walaupun tidak semewah di kediaman keluarga Maheswara. Namun kalau disuruh memilih, Dia lebih memilih untuk tinggal di rumah ini.
Banyak kenangan manis di rumah orang tuanya. Bagaimana kehidupannya dulu hampir sempurna dengan kehidupan yang mencukupi dan kasih sayang dari kedua orang tuanya.
Dia dijadikan ratu yang sangat dijaga oleh orang tuanya dengan sangat baik. Namun kenapa ketika menikah Elina hanya sebutir debu yang dianggap rendah oleh semua anggota keluarga di rumah itu.
Elina telah sampai di depan pintu rumahnya. Dia mengangkat tangannya untuk menekan bel rumah.
Semoga keluarganya bisa menerimanya. Kalau sampai keluarganya mengusir Elina, di mana lagi wanita hamil itu untuk berpulang.
Kring!
Di dalam rumah sepasang suami istri tengah menikmati masa tuanya. Elina memiliki kakak yang sekarang meneruskan perusahaan keluarganya. Semenjak menikah dengan Keluarga Maheswara, kakaknya mencoba membangun perusahaan kecil keluarganya dibantu oleh Surya Maheswara. Dari modal dan semua strategi perusahaan.
Kakak Elina tidak memberikan izin kedua orang tuanya bekerja mencari nafkah. Dia menyuruh kedua orang tuanya untuk menikmati masa tuanya dengan bersantai dan banyak ibadah.
Berbulan-bulan lamanya perusahaan tersebut mulai berkembang walaupun tidak sebanding dengan perusahaan Maheswara yang cukup besar dan terkenal di kalangan pebisnis.
"Ayah! Sepertinya ada tamu." Rani, bunda dari Elina memanggil suaminya dengan suara lembut. Sekarang wanita tua itu tengah duduk di sofa sambil menonton berita.
"Biar ayah yang buka. Bunda jangan bergerak." Bayu, ayah dari Elina bergegas menuju pintu utama.
"Sebentar."
Ceklek!
"Ayah."
Bayu dengan wajah datar memperhatikan seorang wanita hamil yang tengah tersenyum kepadanya. Bayu memperhatikan sekitarnya, tidak ada batang hidung suami anaknya. Elina sedang dalam keadaan hamil sendirian mengunjungi rumah orang tuanya.
"Masuk!" perintah Bayu masih dengan wajah datar mempersilahkan putrinya yang tengah mengandung
"Siapa, Yah??" tanya Rani langsung bertanya.
Rani melihat Elina yang berdiri di belakang suaminya memegang perutnya sembari menunduk tidak berani bertatapan dengan suaminya.
Rani langsung berhamburan memeluk putrinya, "Kamu sama siapa ke sini, Nak??" Rani merindukan putrinya.
Elina mengeratkan pelukannya kepada sang bunda. Lihatlah! Bagaimana kedua orang tuanya memperlakukan dirinya seperti ratu. Walaupun Elina selalu mengecewakan kedua orang tuanya dan lebih sering membela suaminya ,ketimbang mendengarkan saran kedua orang tuanya. Tetap saja kasih sayang kedua orang tuanya tidak pernah pudar untuknya.
"Elina rindu sama kalian. Elina sendirian ke sini sama sopir. Mas Aldi sibuk bekerja."
Elina tidak mungkin jujur dirinya telah diusir oleh suaminya sendiri. Biarlah Elina menyelesaikannya sendiri. Tidak melibatkan orang tuanya. Nanti kedua orang tuanya banyak pikiran karena rumah tangganya yang berada dalam ambang kehancuran hanya karena sebuah fitnah yang belum tentu kebenarannya.
Suaminya selalu berspekulasi sendiri tentang Elina. Padahal yang paling mengetahui sifat Elina di rumah itu hanya Aldi seorang. Namun suaminya bahkan tidak mempercayai istrinya sendiri.
"Tidak ada tanggung jawabnya menjadi seorang suami," cibir Bayu duduk di sofa diikuti oleh Rani dan Elina.
Benar dugaan Elina. Pasti ayahnya akan berkomentar seperti sekarang ini. Walaupun sebenarnya yang dikatakan ayahnya memang benar adanya. Suaminya tidak memiliki perasaan bahkan tanggung jawab kepada istrinya. Aldi lebih mengedepankan egonya ketimbang melawannya.
"Sudah, Yah! Elina baru datang. Pasti kecapean." Rani baru mengingat sesuatu, ternyata putrinya tengah mengandung calon cucu mereka.
"Ayah mengerti Bunda."
"Sudah berapa bulan kandungan kamu sayang??" tanya Rani terdengar sumringah.
"Empat bulan Bunda."
"Yah! Sebentar lagi kita punya cucu."
"Hem," jawab Bayu cuek. Sebenarnya dia sangatlah bahagia mendengarnya. Namun, Bayu sebisa mungkin tidak tergoda dengan wajah putrinya yang terlihat sendu melihatnya. Biar bagaimanapun, Bayu masih kecewa dengan keputusan Elina menikah dengan keluarga Maheswara.
"Yah! Maafkan Elina." Elina menggeser  dirinya mendekati sang ayah yang ada di samping kirinya.
Akhirnya pertahanan Bayu runtuh melihat putrinya kasihan. Wajah sendunya yang jarang Elina tampilkan apalagi sekarang putrinya tengah mengandung membuat Bayu tidak bisa membendung air matanya.
Bayu memeluk putrinya dengan penuh kelembutan, "Maafkan Ayah, Nak. Ayah hanya kecewa sama Elina bukan membenci Elina. Elina tetap Princessnya Ayah dan kakak."
Rani tersenyum haru melihat suaminya yang telah bisa menerima keadaan demi kebahagiaan putri mereka. Rani tahu, suaminya selalu merindukan putrinya. Rani sering memergoki Bayu menatap lama photo  Elina ketika putrinya masih kecil.
Ayah adalah cinta pertama untuk anak perempuannya. Dan Elina beruntung mendapatkannya dari Ayahnya sendiri. Ayahnya tidak pernah menyakiti Elina. Ayahnya mencari nafkah untuk keluarga. Ayahnya selalu menjadi pahlawan untuk keluarga mereka.
Elina terisak di bahu ayahnya. Andai Ayahnya tahu semuanya. Bagaimana putrinya diperlakukan di rumah itu. Pasti ayahnya adalah orang pertama yang akan melawan orang itu untuk putrinya. Ayahnya adalah pelindung Elina. Bahkan suaminya sendiri tidak memiliki cinta sebesar ayahnya.
"Kok pada menangis?? Elina sayang!! Kita buat kue yuk. Bunda rindu buat kue sama Elina."
Elina melepaskan pelukannya. Dan mengangguk setuju, "Ayah! Duduk manis di sini! Elina sama Bunda mau buat kue spesial untuk Ayah."
Bayu tersenyum lalu mengangguk. Betapa bahagianya Bayu melihat putrinya kembali seceria dulu, "Tapi harus enak ya! Ayah tidak mau memakannya kalau rasanya terlalu manis. Cukup Bunda yang manis melebihi gula."
"Ayah," peringkat Rani tersipu malu.
Elina menatap kedua orang tuanya bahagia. Andai dirinya memiliki pasangan sesederhana kedua orang tuanya, namun cinta mereka yang sangat besar. Pasti masa tua Elina akan sangat menyenangkan.
Bukan takdir yang harus disalahkan. Namun Elina yang lebih memilih hidupnya seperti ini. Takdir berjalan sebagaimana mestinya.
"Kakak mana?" tanya Elina.
"Kakak kamu terlalu sibuk dengan dunianya sampai tidak memikirkan wanita. Padahal umurnya sudah masuk kepala tiga," protes Rani merasa jengkel dengan anak pertamanya itu.
"Mungkin kakak sedang mencarinya bunda." Elina membela sang kakak. Karena kakaknya juga sering membelanya.
"Belain terus kakak kamu itu. Makanya gak nikah-nikah. Besok sekali nikah sama janda."
"Astagfirullah Bunda doanya!!" peringkat sang ayah menggeleng kepalanya. Anaknya sendiri didoakan menikah dengan janda.
"Tidak ada yang salah dengan janda Bunda. Mereka semua adalah korban rumah tangga yang tidak berhasil. Jadi mereka mencari kehidupan yang baru supaya bisa membangunnya kembali dengan baik, agar tidak gagal."
Bayu manggut-manggut membenarkan perkataan bijak putrinya. Rani yang melihatnya suaminya tambah kesal.
"Ayah kamu tuh Elina senang sekali kalau janda komplek selatan menyapanya."
Bayu menghela nafas. Istrinya kalau sudah cemburu seperti ini. Pasti nanti Bayu akan kewalahan membujuk sang istri berbicara. Bayu hanya membalas sapaan mereka. Bukan berniat apapun karena cintanya hanya untuk istrinya.

Komentar Buku (122)

  • avatar
    RIskha

    lanjut , dalam cerita ini juga ngajarin kalo cuma cinta aja belum bisa memperkuat hubungan tapi harus ada kepercayaan satu sama lain dan itu yang belum bisa dimiliki Aldi

    05/02/2022

      2
  • avatar
    Sunadi22

    makasih

    2h

      0
  • avatar
    Hanani

    apakah sampai disini saja

    03/04

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru