logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Puncak Carstensz, Sensei?

Puncak Carstensz, Sensei?

Anis Nuril Laily


Bab 1 Satu

Hujan turun amat deras siang itu. Aku memandang ke sekeliling kelas, mengamati teman-temanku yang kebanyakan ngobrol sendiri. Sebagian malah tidur. Maklum, jam kosong. Padahal jam pulang masih lama, masih ada pelajaran English Conversation di jam terakhir. Aku menyikut Esa yang duduk di sebelahku. Pas kena tulang rusuknya. Esa meringis.
"E.C kosong juga ya?"
"Enggak. Minggu kemarin ada tuh gurunya. Waah kita semua semangat, bro...,"Esa nyengir.
Aku mengerutkan kening. "Sejak kapan pelajaran E.C bikin semangat?" tukasku separuh mengejek. "Lagipula sejak kapan kamu jadi Tien's fans club?"
Nama guru E.C kami yang sebelumnya Bu Hartini, biasa dipanggil Bu Tien. Beliau sudah berumur lewat separuh abad. Gaya ngajarnya membosankan dan terkesan konvensional. Bagi kami yang masih remaja begini, dengan model ngajar membosankan seperti itu, ngantuk yang ada, males menghafal kosakata Inggris. Bikin lidah melintir.
Tapi aku sendiri sebenarnya suka Bahasa Inggris, cuma kadang males lihat gurunya. Itulah sebabnya kadang aku suka bolos sekolah kalau ada waktunya E.C. Pikirku, nggak penting banget nih pelajaran. Biasanya aku nongkrong di kantin, atau nyamperin pacarku yang kelasnya di lantai dua.
Oh...ngomong-ngomong soal pacarku, dia cewek paling manis di seantero sekolah dan awalnya juga bukan aku yang naksir, tapi dia duluan. Yang nembak juga dia dan saat cewek itu menyatakan cintanya padaku, waktu itu kupikir, kenapa enggak? Aku juga lagi jomblo, jadi yaaa...lumayan lah, ada yang suka merhatiin aku, atau sekedar say hello tiap pagi. Otakku kembali ke alam nyata dan lamat-lamat terdengar suara Friza.
"...kamu aja yang nggak tahu. Salah sendiri minggu kemarin bolos kelas. Rugi! Ya nggak, Sa?"
Esa mengangguk. "Yups. Kita lihat saja ntar komentarnya Topan kalau Bu Nike masuk kelas."
Aku semakin mumet. "Kalian ngobrolin siapa?"
"Wah...ilang nih orang dari tadi," Friza mengemasi buku-bukunya dan melangkah menuju bangku depan, menggusur Tania yang duduk pas di depan meja guru.
Esa dengan gesit menyusul Friza ke depan. Aku semakin bingung. Teman-teman cowok di kelasku ini kenapa? Kayak kena sindrom penyakit aneh. Mendadak agresif dan menggusur-gusur teman-teman cewek yang duduk di bangku depan. Akibatnya terjadi keributan. Malah ada yang rela duduk di lantai segala. Lebay, pikirku. Kenapa kelasku jadi aneh begini? Apa sih yang terlewatkan olehku?
Sesaat kemudian sumber keributan itu memasuki kelas. Berjenis kelamin perempuan, dengan tinggi sekitar seratus enam puluh lima senti, mengenakan busana office formal warna biru pucat, rambut yang disanggul di atas tengkuk dengan poni model miring, high heels lima senti yang bikin anggun, seraut wajah berbentuk hati, dengan paras cantik dan imut yang dibingkai kulit putih bersih...
Oh ya, ini benar-benar sumber masalah. Aku tertegun. Pantas saja teman-temanku cowok seperti cacing kepanasan. Nggak tahunya gurunya lebih mirip kontestan Miss Indonesia begini...
"Good afternoon, Students...," suara Guru itu terdengar ke seluruh kelas. Guru ini mempunyai tipe suara yang enak di telinga. Merdu, tapi ada kesan wibawa disitu.
"Good afternoon, Miss......," serempak teman-temanku menyahut dengan semangat.
Guru itu tersenyum dan menyender dengan santai di tepi meja. "What's wrong with you, boys? Kenapa duduk di lantai?"
"Males duduk di belakang, Miss...nggak kelihatan...,"jawab Galang.
"Betuul...," timpal Ken. Wajah tampannya tampak amat semringah, seperti karyawan yang baru terima gaji. Aku mendadak sebel lihat gayanya yang suka cari perhatian sama guru. Eh, tapi apa peduliku?
"Oke. Sebelum mulai pelajaran, saya absen dulu ya?" Guru itu meraih buku absensi diatas meja dan mulai memanggil nama kami satu persatu. Satu lagi yang menarik perhatianku. Guru ini left handed, alias kidal.
"Ayunda...," Guru itu mendongak dari buku absensi dan melihat ke arah siswa yang mengacungkan tangan.
"Arung Topan..."
Aku mengangkat tangan dengan setengah hati. Guru itu, Bu Nike mendongak dan menatapku.
Deg!
Jantungku serasa berhenti berdetak sesaat. Matanya...mata Bu Nike, yang sedang menatapku dengan sorot mata terkejut, dan tatapan mata kami, seakan saling mengunci. Pandangan mataku terhenti, aku nggak bisa mengalihkan mataku ke arah lain. Mendadak aku merasa sunyi, hanya ada wajah Bu Nike...dan aku. Betapa cantik wajah guruku yang satu ini...
Bu Nike mengalihkan pandangannya dan menekuri buku absensi. "Arindia..."
Sementara Bu Nike melanjutkan mengabsen para siswa, aku sibuk dengan pikiranku sendiri. Apa? Apa yang salah denganku? Apa yang baru saja terjadi padaku? Apakah aku...apakah aku jatuh cinta? Pada guruku sendiri? Aku pasti sudah gila! Lagipula, bukankah aku sudah punya pacar? Tapi bahkan saat ini pun, aku kesulitan menghadirkan wajah Riri di benakku.
"Oke Students...kita main game aja hari ini ya?" Bu Nike meletakkan buku absensi dan mengambil spidol. "Are you ready for this game?"
Teman-temanku bersorak. "Yeeeeesssss....."
Sementara kelasku riuh dengan permainan, aku duduk merosot di kursiku. Mataku tak mau lepas menatap kemanapun Bu Nike bergerak. Guru yang satu ini amat enak dilihat. Gayanya yang luwes, caranya berbicara, posturnya yang proporsional, energik, dan wajahnya...
Tuhan...Bu Nike memiliki wajah yang sempurna, sebagai manusia. Matanya yang bening amat ekspresif. Alisnya yang bagus membingkai sepasang matanya yang indah. Hidungnya mungil dan mancung, dan bibir yang melekuk menawan saat tersenyum. Hanya satu kata yang bisa menggambarkan Bu Nike. Sempurna.
Pikiranku melayang-layang memikirkan Bu Nike. Sampai jam pelajaran berakhir, sampai bel pulang berdentang, sampai Esa kembali ke bangku dan membereskan meja.
"Nggak pulang, Bro...?" tanya Esa menatapku, sembari menggoyang-goyangkan tangan tepat di depan wajahku. "Wah, amblas nih orang..."
Aku merengut. "Sialan!"
Dengan serampangan kujejalkan buku-ku ke dalam ransel dan bersiap untuk berdoa sebelum pulang.
"Ditungguin tuh...," tunjuk Esa dengan dagunya, ke arah pintu kelas. Aku mengikuti arah pandangannya. Riri sedang berdiri disana, menungguku seperti biasa, untuk pulang bareng denganku. Gadis itu tersenyum ke arahku sambil melambaikan tangan. Kupaksakan seulas senyum padanya.
Aku melangkah menghampiri Riri dan menyapanya. "Pulang sekarang?" tanyaku.
Riri mengangguk. "Sebenernya aku pengen cobain bakso depan kantor pos yang baru buka itu. Tapi karena lagi hujan, kapan-kapan saja kita kesana ya?"
Sebelum aku sempat menjawab, terdengar suara seseorang di belakangku. "Permisi..."
Aku buru-buru menepi dari posisiku yang berada di tengah pintu dan memberi jalan. Bu Nike berjalan melewatiku. Parfumnya yang manis dan segar menerpa hidungku, membuatku sesaat lupa dengan keadaan sekelilingku. Bu Nike hanya melirikku sekilas, tapi sudah cukup membuatku deg-degan. Aku menahan nafas.
"Topan?" suara Riri menyadarkanku.
"Eh? Apa? Maaf...maaf...ya bolehlah," sahutku seadanya.
"Kita pulang sekarang?" ajak Riri sembari menatapku.
Aku balas memandangnya. Kenapa tatapan mata kami tidak saling mengunci dan terhenti? Aku masih bisa mendengar gelak tawa Arin di ujung koridor. Aku masih bisa merasakan tepukan Galang di bahuku, dan merasakan tetes hujan melewati koridor sekolah yang menerpa wajahku.
Ada apa denganku?
"Yuk...,"ajakku, sambil melangkah menuju halaman sekolah. Mendadak aku pengen cepat-cepat sampai rumah. Sengaja kuabaikan rasa penasaran yang mengendap di otak. Tak kuhiraukan berjuta pertanyaan dalam benakku. Kenapa aku seperti tak mengenal diriku sendiri? Kuulurkan jas hujanku pada Riri, sementara aku cukup memakai jaket kulit hitam kesayanganku.
Tak berapa lama, motorku melaju menyusuri jalan raya di sela gerimis. Pikiranku masih tetap tertuju pada Bu Nike, meski di belakangku Riri berusaha membuka obrolan. Tapi aku lebih memilih diam, karena rasanya badan dan pikiranku tak sedang berada di tempat yang sama.
Sidoarjo, 110122

Komentar Buku (38)

  • avatar
    LUTFILKS

    bagus banget

    6d

      0
  • avatar
    mlmnovita

    bagus banget

    26/06/2023

      0
  • avatar
    FizHafiz

    ini agar luar biasa a

    30/03/2023

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru