logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

part-04

Kalian pernah gak pergi ke pasar dan belanja berdua saja dengan Bapak atau Mama kalian dan itu saat usia kalian sepertiku. Sudah menginjak remaja.
Jika pernah. Yuk, kita tos!
Menemani Bapak dan Mama di pasar memang bukan hal yang baru buatku. Bisa dikatakan rutin atau setiap hari pasar, lah. Karna, setiap mereka mau pergi ke pasar. Selalu mengajakku.
"Ingatin ya pesanan mamamu. Bawang, kecap, asam jawa, sabun cuci piring, kue kering, minyak dua liter. Sama Roti gembong." ucap Bapak menyebutkan apa saja yang harus kami beli setelah turun dari motor.
"Itu Bapak udah inget semua," jawabku santai sambil melepas helm.
"Siapa tau nanti Bapak lupa," balas Bapak sedikit ngegas. Mungkin kurang suka dengan jawabanku tadi yang kelewat santai. Hihi.
Jangan salah. Kami memang Bapak dan anak. Namun, saat mengobrol kami seperti teman aja, gitu. Bapak meski ketat akan peraturan dalam mendidik kami–anaknya. Namun, beliau asyik kalo diajak ngobrol. Kaya nyambung gitu sama aku. Kadang juga kita ngobrol tuh nyelipin bahasa Inggris, meski cara ngomongnya masih belepotan, haha.
Meski tinggal di Perkampungan, namun aku dan Bapak taulah beberapa kosa kata dalam bahasa Inggris. Contohnya ya seperti terima kasih bahasa Inggrisnya thank you. Selain itu, ada lah beberapa kata lagi yang aku tahu.
Bapak juga hebat dalam berbelanja bahan dapur. Semua pesanan Mama beliau belikan tanpa ada yang terlupa. Tidak ada juga terlihat raut malu saat membeli bahan yang biasa perempuan beli itu meski beliau adalah seorang laki-laki atau bapak-bapak.
Bahkan menurut aku yang sering menemani orang tua belanja. Lebih enakan belanja sama Bapak dari pada sama Mama. Kalau sama Bapak tuh lebih praktis dan cepat selesainya. Kalau sama Mama harus kesana-kemari dulu. Tawar harga sampai yang jual mau. Kalau gak mau langsung ditinggal, tapi setelah dua langkah melangkah si penjual langsung bilang, iya. Alamat balik lagi ketempat yang jual tadi. Ribet plus lama kalau sama Mama mah kalo belanja.
Kalau sama Bapak. Tinggal sebutin semua pesanan yang dari Mama. Diambilin sama yang jual lalu mereka sebut total harga. Sama Bapak langsung dibayar dong tanpa ada drama tawar-menawar lagi. Paling kita akan ke toko lain jika barang yang kita mau beli tidak ada di toko yang kita datangin itu.
"Ini yang belanja bapaknya bukan anak gadisnya ya." Goda penjual sembako yang kita beli dagangannya. Karena beliau melihat aku yang hanya berdiri di belakang Bapak.
Mendengar itu, Bapak langsung tertawa sambil berkata "Iya, nih. Anak gadis bisanya ngojekin aja, gak bisa belanja. Jadi Bapaknya yang belanja."
Semua yang mendengar perkataan Bapak langsung tertawa. Hanya aku yang gak mengeluarkan ekspresi apa-apa. Marah gak, ketawa pun juga gak. Diam aja gitu. Sebenarnya pengin ketawa juga sih, tapi aku tahan. Malu lah pikirku kalau aku ikutan ketawa.
"Gak papa, Paman. Melihat Bapaknya belanja. Nanti, lama-lama anaknya juga bisa sendiri." ucap salah satu penjual dengan bijak.
Aku setuju dengan apa yang penjual itu katakan. Kutatap si penjual yang sudah berusia sepuh. Bisa dikatakan beliau sudah nenek-nenek, lalu kuberikan senyum manis untuk beliau. Melihatku tersenyum, si Nenek juga ikut tersenyum. Meski tak terlihat gigi lagi ketika beliau tersenyum. Namun, bagiku senyum yang Nenek itu berikan juga tak kalah manis dari senyumku.
"Iya, Nek. aamiin," jawab Bapak. Mengamini ucapan si Nenek.
Saat aku dan Bapak berbalik hendak pergi ke toko yang baru saja kami beli jualannya. Saat itu jugalah, di depan kami lewat seorang perempuan dan laki-laki. Mereka terlihat mesra sekali karna saling berpegangan tangan.
Aku yang melihatnya sedikit terkejut.
"Eh, Una. Ketemu di sini kita." ucap si cewek.
"Iya, nih." Jawabku sambil tersenyum ramah ke arahnya. Sambil melirik orang yang berdiri di sampingnya.
"Kami juga ada yang mau dibeli di sini, buat acara masak-masak," Ucapnya memberitahu tujuan mereka tanpa perlu aku bertanya. tangannya juga Bergerak sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arah penjual sembako yang berada di belakang kami.
Melihat itu, aku mengangguk saja tanpa ada niat bercakap lebih jauh. Namun, Bapak yang ramah malah bertanya "Temannya Una, ya?"
"Iya, Paman. Nama saya, Dina. Kita satu kelas." jawab si cewek dengan sopan. Karna, yang bertanya adalah bapakku.
Lalu Bapak menoleh ke orang yang berdiri di samping Dina. Namun, yang ditatap bukannya tersenyum atau balas menatap Bapak. Dia justru menundukan kepalanya. Terlihat malu-malu dan salah tingkah.
Mungkin dia malu. pikirku sambil tersenyum melihatnya yang hanya menundukan kepala.
"Hai, Din." Sapaku sok akrab pada Dino. Si laki-laki yang kini tidak berani mengangkat kepalanya. Bapakku juga sebenarnya kenal dengan anak ini.
Namanya Dino. Dia tetangga sebelah rumah. Makanya aku dan Bapak kenal sama dia, hihi.
Walaupun aku dan Dino tetanggaan. Namun, kita berdua tidak seakrab itu untuk saling menyapa. Seperti yang kulakukan tadi, misalnya. Bukan karna kami akrab atau saling kenal. Itu kulakukan hanya formalitas di depan Bapak dan Dina. Biar gak dianggap sombong. Apalagi kan hidup bertetangga, kalau tidak menyapanya nanti malah dibilang sombong.
Mendengat sapaanku. Dino langsung mengangkat kepalanya dan menatap ke arahku. Dia tersenyum kecil sambil menganggukan kepalanya pelan membalas sapaanku tadi. Dia masih terlihat salah tingkah.
Bapak yang melihat tingkah Dino yang sangat kentara sekali malu-malu kucingnya tersebut langsung tersenyum juga. Namun, beliau tidak mengatakan apa-apa.
"Kamu kenal sama Dino, Na? ucap Dina sedikit antusias. Karna, tadi mendengar aku menyapa Dino dan langsung menyebut nama.
"Iya, kenal," Jawabku sambil tersenyum ke arah Dina. Mendengar jawabanku, sepertinya Dina terlihat tidak percaya.
Next

Komentar Buku (142)

  • avatar
    Rembez Rembez

    bagus menarik, saya suka dengan cerita novel

    3d

      0
  • avatar
    maewaJael

    bagus

    17d

      0
  • avatar
    HendiHusni

    nice

    20d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru