logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Alex Berkuda

Alex kaget mendengar suara Lusi dan langsung mendorong tubuh Casi. Seketika itu juga tubuh Casi terjatuh ke lantai.
"Aduh…."
"Loh, kamu kenapa tiduran di situ sayang?" tanya Lusi.
"Tidak apa-apa kok Bun, cuma pengen tidur di lantai saja."
"Kamu ini ada-ada saja, cepat bangun, mandi dan segeralah sarapan. Alex, apakah tidurmu nyenyak semalam?"
"Nyenyak tante, tapi memang sedikit dingin di sini."
"Tentu saja, namanya juga pegunungan…."
"Casi, cepat mandi."
"Iya Bunda," jawab Casi bergegas mandi.
"Alex, pakaianmu sudah tante cuci tapi belum kering, kamu pakai baju Om dulu ya."
"Iya Tente, tidak masalah."
Setelah semua selesai mandi, mereka berkumpul di meja makan.
"Casi tolong ambilkan teh yang sudah Bunda buat di dapur," ucap Lusi.
"Iya Bunda."
Casi bergegas ke dapur, melihat gelas teh yang sudah berjajar rapi di nampan, dia punya ide untuk mengerjai Alex. 'Rasain kamu,' gumam Casi.
Casi segera membawa nampan teh ke meja makan, tetapi belum sampai di tempat tujuan, Andi sudah menyambar satu gelas teh.
"Eh, Paman...."
"Kenapa Casi?"
"Itu, anu, tehnya...." Casi bingung bagaimana harus menjelaskan kepada Andi.
"Oh, Paman haus," Andi mulai membuka tutup gelas dan berniat meminumnya.
"Jangan Paman...."
Byuurrr....
Terlambat, Andi menyemburkan teh tersebut.
"Wuek, asin banget, kamu salah ngasih garam ya, Casi?" tanya Andi.
"Tidak Paman, itu, anu...." Casi tidak bisa berkata jujur.
"Ada apa ini ribut-ribut?" Lusi datang karena mendengar keributan dari arah dapur.
"Ini Kak, tehnya asin sekali," jawab Andi.
"Asin? Bagaimana bisa? Aku yakin menambahkan gula di dalamnya, bukan garam." Lusi terlihat berpikir sejenak.
"Casi?" Sepertinya Lusi sudah paham apa yang terjadi.
'Waduh, ketahuan nih,' gumam casi.
"Eh, Bunda, Casi ke depan dulu ya, kasian mereka sudah kehausan." Casi berusaha menghindar dan langsung berjalan dengan cepat sambil membawa nampan.
"Casi...." teriakan Lusi diabaikan Casi.
"Kenapa Kak?" tanya Andi heran.
"Sepertinya Casi sengaja menambahkan garam kedalam teh yang akan diberikan untuk Alex," jawab Lusi.
"Hah? Kok bisa?"
"Entahlah."
"Hahaha ... sepertinya dia mau mengerjai Alex," jawab Andi akhirnya mulai paham maksud Lusi.
"Iya, yuk kita sarapan."
"Iya Kak."
Mereka berdua menuju ke meja makan. Lusi melihat ke arah Casi dengan tatapan gemas. Sedangkan Casi hanya menunduk sambil memainkan nasinya menghindari Lusi.
"Jadi, apa rencanamu hari ini Alex?" tanya Arman.
"Saya mau memperbaiki sepeda motor, Om," jawab Alex.
"Kalau begitu nanti biar Mang Ujang yang mengantarmu."
"Iya Om."
Mereka melanjutkan sarapan, tidak ada percakapan, hanya suara sendok yang beradu dengan piring yang terdengar.
Selesai sarapan, Alex pergi ke bengkel. Pemilik bengkel mengatakan kalau perbaikan akan memakan waktu seharian. Alex memutuskan untuk kembali ke rumah Casi. Dia mencari Casi di setiap sudut rumah tetapi tidak ketemu.
"Tante, di mana Casi?" tanya Alex kepada Lusi.
"Dia sedang berada di kandang Sapi."
"K-kandang sapi?"
"Temuilah dia di belakang rumah."
"I-iya Tante," jawab Alex ragu.
Membayangkan kandang sapi saja dia sudah merasa jijik apalagi jika harus pergi ke sana. Pasti di sana banyak kotoran sapi dimana-mana. Iiih ... Alex menahan diri agar tidak muntah.
" Tunggu apa lagi? Sana pergi!"
"Iya Tante." Alex terpaksa menyetujui perkataan Lusi.
Dengan enggan dia berjalan ke belakang rumah. Alex kaget setelah sampai di kandang sapi. Kandang tersebut sangat bersih, tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan Alex. Di belakang kandang terdapat selokan yang berfungsi untuk mengalirkan kotoran sapi ke dalam bak penampungan kotoran. Lantai kandang terbuat dari semen, meskipun basah tetapi terlihat bersih tanpa ada kotoran sapi.
"Hey, Tuan cerewet," panggil Casi.
Alex mencari darimana sumber suara berasal. Dia melihat Casi sedang berada di kandang bagian pinggir dengan memakai celemek di badannya.
"Halo, Nona bawel, apakah tidurmu nyenyak tadi malam? tentu saja, kamu pasti memimpikan aku kan?" ucap Alex dengan percaya diri.
"Ish, PD sekali kamu. Kemarilah, bantu aku memerah susu sapi ini."
"M-memerah susu sapi?"
"Iya, jangan bilang kamu belum pernah melakukannya."
"T-tentu saja aku sudah pernah memerah susu sapi. Itu hal mudah untukku," jawab Alex berbohong.
"Kalau begitu segera kemarilah! susu ini tidak bisa keluar sendiri tanpa diperah."
"Iya baiklah." Alex mendekati Casi.
'Sebenarnya aku belum pernah memerah susu, gengsi dong kalau aku bicara jujur. Sepertinya itu mudah untuk dilakukan' gumam Alex.
"Pakailah celemek ini agar bajumu tidak kotor." Casi berusaha melepaskan celemek tetapi dia merasa kesulitan karena tangannya kotor.
"Biar aku bantu."
Alex mendekat dan mencoba membuka ikatan bagian belakang dari depan, otomatis wajah mereka berada sangat dekat. Casi bisa merasakan hembusan nafas Alex di tengkuknya, hal itu membuatnya merinding dan reflek menyundul wajah Alex dengan kepalanya.
"Aduh, apa-apa sih? Sakit tahu, mau dibantu tidak?"
"Kamu bisa membuka ikatan dari belakangku, kenapa malah dari depan? B*doh," umpat Casi menutupi kegugupannya.
"Eh, kamu benar. Maaf, tidak sengaja, hehehe...." jawab Alex sambil cengengesan.
Alex segera melepas celemek dan memakainya. Dia langsung masuk ke kandang sapi. Dengan brutal dia memegang payudar* sapi dan mulai memerahnya. Si sapi yang merasa kaget segera menendangnya.
"Hati-hati sa...."
Gubrak....
Belum selesai Casi berbicara tetapi Alex sudah terjungkal kebelakang karena di tendang sapi.
"Ahh, sial," umpat Alex.
"Hahaha...." Casi yang melihatnya hanya tertawa terbahak-bahak.
"Katakan sejujurnya kalau kamu belum pernah memerah susu sapi, Tuan cerewet."
"Sudah pernah kok," jawab Alex berbohong.
"Kalau sudah pernah kenapa bisa sampai dijegal sapi?"
"Sapimu saja yang terlalu anarki."
"Sepertinya bukan sapiku tetapi kamulah yang anarki. Kemarilah, aku ajari."
Casi bergegas masuk ke kandang sapi.
"Kamu harus memegangnya dengan lembut, bagaimanapun juga ini bagian yang sensitif untuk sapi, buatlah dia nyaman dengan sentuhanmu, letakkan tanganmu di sini," ucap Casi sambil memeragakan cara memerah dengan benar. Alex pun mendekati dan mulai mengikuti instruksi dari Casi. Bukan payudar* sapi yang dia pegang tetapi malahan tangan Casi.
"Eh, kamu mau mencari-cari kesempatan ya," protes Alex.
"Eh, maaf maaf, sengaja, hehehe...." jawab Alex sambil cengengesan.
"Dasar mesum," umpat Casi.
"Ternyata mudah sekali memerah susu sapi," ucap Alex setelah berhasil.
" Hmmm ... dasar tukang bohong, tadi bilangnya sudah pernah, nyatanya," ucap Casi sambil mengarahkan jempolnya ke bawah.
"Hehehe...." Alex nyengir mendengar ucapan Casi.
Drama sapi sudah berakhir. Casi mempunyai ide untuk mengerjai Alex.
"Tuan cerewet, apakah kamu mau berkuda denganku sambil melihat pemandangan kebun teh?"
"Tentu saja Nona bawel."
Mereka berduapun menuju ke kandang kuda yang berada di samping kandang sapi.
"Wow, inikah kudamu? Cantik sekali."
"Iya, kuda ini sudah aku rawat dari kecil."
Alex berusaha naik kuda.
"Eh, mau apa kamu?"
"Tentu saja naik kuda ini."
"Ini kudaku Tuan, kudamu yang di sebelah sana," jawab Casi sambil menunjuk seekor kuda yang ada di pojokan.
"What? Yang benar saja? Masak aku harus naik kuda poni sih?" protes Alex. Casi tersenyum melihatnya.
"Memang apa masalahnya?"
"Halo Nona bawel, dengan tubuhku yang sebesar ini, jika harus naik kuda poni, maka aku sangat yakin jika kudamu akan langsung diopname."
"Hahaha ... tentu saja aku tidak akan setega itu, di sana kudamu," ucap Casi sambil menunjuk seekor kuda berwarna coklat.
"Wow, ini kuda Arab kan? Kuda yang biasanya untuk balapan."
"Entahlah, aku tidak tahu. Ayo naik."
Mereka segera naik ke kuda masing-masing dan mulai meninggalkan pekarangan rumah.
Mereka menikmati pemandangan kebun teh yang hijau. Banyak ibu-ibu yang sedang memetik pucuk teh menyapa mereka. Tiba-tiba saja Casi menepuk pant*t kuda dan menyebabkan kuda tersebut berlari dengan kencang.
"Casi, tolong," teriak Alex.
Casi tertawa melihat Alex ketakutan. Kuda terus melaju dengan kencang, Casi mengikutinya dari belakang. Sampai akhirnya kuda berhenti mendadak menyebabkan Alex terbang dan nyangkut di pohon.
"Casi, tolong aku, aku takut ketinggian," ucap Alex.
Casi hanya melihat Alex sambil tertawa terbahak-bahak, tidak berniat untuk menolongnya.

Komentar Buku (422)

  • avatar
    PopiriaRebeca

    Cerita nya sangat menarik. Dari awal membaca saya sama sekali tidak merasa bosan dengan alurnya. Semangat terus menulis cerita ini, saya sangat menyukai cara penulisan anda🥰🥰

    08/08/2022

      2
  • avatar
    saputraIndri

    alur ceritanya bagus, tapi ada perbicangan yang absurd jadii gak jelas gto.. semangat terus Thor menulisnya🤗🤗

    19/04/2022

      0
  • avatar
    balqisSuria

    good.

    21h

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru