logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

bab 5

Marhaban ya Ramadhan. Welcome Ramadhan.. Aaa gak nyangka udah Ramadhan lagi😭
-Happy Reading-
"Pagi ini, kita belajar tentang Puisi, ya. Ibu akan jelaskan tentang Puisi terlebih dahulu, struktur-strukturnya lalu tugas kalian adalah membuat Puisi dan 3 karyaterbaik akan di tempel di mading utama."
Fitri mendesah kesal. Jam bahasa Indoenesia selalu Indentik dengan tugas yang mengalir, dan Fitri benci sesuatu yang berbelit-belit. Ini contohnya?
"Ada yang udah tahu, apa itu Puisi? Ibu yakin, anak kelas 5 SD saja sudah tahu. Anak saya yang paling kecil saja kalau di tanya arti Puisi sudah bisa menjawab loh." Sudah tidak asing, bahkan, para siswa disini sampai hafal. Sebuah hukum mutlak bahwa anak dari Bu Mila yang katanya, baru kelas 5 SD itu sumber Ilmu.
Selalu saja saat pelajaran, Bu Mila berkata 'Anak saya yang kelas 5 SD saja sudah bisa menjawab.'
"Ibu jelaskan ulang, ya, Puisi merupakan ragam sastra yang terikat oleh unsur-unsurnya, seperti irama, mantra, rima, baris, dan bait. Puisi juga dapat dikatakan sebagai ungkapan emosi, imajinasi, ide, pemikiran, irama, nada, susunan kata, kata-kata kiasan, kesan pancaindra, dan perasaan. Puisi adalah ungkapan yang memperhitungkan aspek-aspek bunyi di dalamnya, serta berupa pengalaman imajinatif, emosional, dan intelektual penyair dari kehidupan individu dan sosialnya. Puisi diungkapkan dengan teknik tertentu sehingga dapat membangkitkan pengalaman tertentu dalam diri pembaca atau pendengarnya."
"Sal!"
"Hmm."
Fitri berdecak malas. Niatnya ingin mengusir gabut karna penjelasan dari Bu Mila, tapi Salma malah semakin membuatnya Badmood.
"Kantin yuk," bisiknya lagi. Salma menoleh sejenak dengan wajah antusias miliknya.
"Enggak!" jawabnya datar.
"Lo gak cape dengerin Bu Mila ngomong? Gue lemes tau gak? Butuh tenaga---"
"FITRI, SALMA! ADA APA KALIAN RIBUT-RIBUT DI BELAKANG?"
Fitri tersentak, apa suaranya tadi terdengar keras? kah?
"Ehehe anu Bu, tadi ada kecoa," jawabnya tanpa dosa.
Salma memutar bola matanya jengah, "Mampus lo!"
Bu Mila menggeleng pelan, "Kita lanjutkan saja. Ada yang tahu? Kenapa, para pembuat Puisi di Indoensia sampai karyanya di beli dengan harga yang fantastis?"
Semua Siswa menggeleng, Bu Mila lalu melanjutkan kata-kata nya, "Itu Karena pemilihan Diksi yang tepat, para Sastrawan di luar sana yang sudah hebat-hebat itu gak gampang ya, mereka bertahun-tahun belajar Diksi. Tidak hanya Diksi ya, nak, tapi kalian juga harus mempelajari Majas. Kalau majas kalian sudah pasti Faham kan?"
"Dan yang tidak kalah penting, Suatu Puisi bisa terasa menyentuh, seolah-olah pesannya benar-benar sampai kepada pembaca itu kucinya adalah realita. Gimana maksutnya? Jika kalian membuat karya dari sebuah kisah nyata maka, Ibu jamin akan lebih Indah dari yang lain. Asal Kiasan dan Diksinya bagus."
Bu Mila menoleh sejenak kearah jam dinding kelas, "Baiklah, karna jam Ibu sudah mau selesai. Ibu akan memberi tugas. Tugas kali ini adalah membuat Puisi, temanya Bebas. 3 karya terbaik akan di tempel di Mading Sekolah--"
"SERIUS BU?"
Fitri lansung memutar bola matanya jengah. Itu Sandra --salah satu anak Sastra Kebanggan Bu Mila. Dia bukan kutu buku kok, bukan juga anak introvert . Dia hanya cenderung suka dengan hal-hal berbau Puitis. Bahkan, saking Puitisnya sewaktu kelas 10 dahulu, Sandra nekat menyatakan perasaannya untuk Gery yang notabenya saat itu sudah menjadi pacarnya  Salma.
"Iya Sandra. Ingat ya, semua wajib membuat! Ibu tunggu 15 menit dari sekarang! Setelah itu, perwakilan  salah satu setiap kelas bertugas mengumpulkan jadi satu pekerjaan teman-temannya dan di letakkan di meja Bu Mila paling lambat sebelum jam istirahat kedua. Sekian dari Ibu, selamat siang!"
"Siang buuu."
"Ngantin yuk, Sal! Kita buat puisinya di kantin aja," nego Fitri melas.
"Gak bisa Fit. Lo ngantin sama Maura, ya? Gue mau ke perpus," jawab Salma.
"Ck. Ngapain ke Perpus segala sih? Lo kira di perpus ada gorengan? Ayolah, Sal! Lo mau nyari ide? Iya? Lo gampang Sal. Lo 'kan bisa pake kisah lo sama Gery buat jadi bahan puisi."
"Nanti bunyinya gini. Wahai tuan berkalung salib... Wahai tuan penghuni gereja... Disana--"
"Whatever!" potong Salma acuh.
"SALMAA! BODO DEH."
****
Ada yang sama dengan Salma? Gadis yang lebih menyukai segala hal berbau kesunyian, tanpa gangguan, dan kesendirian. Bukan Salma risih dengan keramaian, dia hanya malas dengan kebisingan.
Perpustakaan, adalah satu diantara sekian tempat yang menjadi list favoritnya. Saat di tempat-tempat tenang, idenya akan mengalir dengan mudah. Di Perpustakaan SMA contohnya?
"Weh, Mba Salma! Kesini lagi, Mba?" Itu Bu Ratih--penjaga Perpustakaan di SMA Cempaka Putih. Beliau sama seperti Pak Darmanto, sama-sama sudah lama mengabdi untuk SMA Cempaka. Kata Fitri sih, sekitar 20 tahun lebih.
"Eh, iya, buk. Mau nyari ide buat karang Puisi," kata Salma.
"Semangat Mba Salma! Ibu yakin, Mba Salma pasti bisa, calon penulis best seller kok gak bisa."
Salma terkekeh, "Ibu bisa aja. Yasudah, saya duluan ya, Bu."
"Monggo-monggo Mba Salma."
Di sisi lain. Maura dan Fitri memilih mengisi perut mereka yang dari tadi demo makanan. Suasana kantin masih sedikit sepi. Biasalah, keluar saat jam pelajaran itu entah mengapa kesannya aeshtetic aja gitu.
"Lo yakin kita makan disini?" Maura mengulangi 3 pertanyaan yang sama untuk Fitri. Dirinya masih saja cemas, apalagi perihal kejadian kemarin.
Bagaimana kalau mereka bergemu Gery kembali? Atau malah anak-anak MIPA 2 lainnya? Yang jelas-jelas penghuni paten dari kantin Nyai.
"Kwenpa shih Mauw? Iwn---"
"Telen dulu Fit," potong Maura miris.
"Kenapa? Lo takut? Udah deh, ini kantin yang bangun juga bukan anak MIPA 2 'kan?" kata Fitri begitu sesendok batagor sudah ia telan.
Baru saja hendak menyaut. Pucuk dicinta musibah pun tiba. Dari arah pintu kantin, rombongan Gery CS baru saja memasuki pelataran kantin.
"Masih punya nyali kalian disini?" sindir Arka memulai.
Maura sudah meruntukki dirinya sendiri. Sekarang ia hanya mampu pasrah, sekalipun sehabis ini dia akan di cincang atau di buat rempah-rempah goreng oleh Gery CS.
"Lo kenapa Gugub sih Ra? Takut sama mereka? Yaelah, mereka cuma manusia kali, sama-sama makan nasi juga," kata Fitri membuyarkan lamunan Maura.
"Wah, ngelunjak ya lo Fit? Can--"
"Udah-udah! Diem kalian! Fit, Ra kalian kesini cuma berdua?--"
"Salma Mana?" potong Arka dan Ghibran kompak.
Gery menjentikkan jarinya cepat, "Pinter kalian. Salma mana?"
"Ke Perpus," jawab Fitri acuh.
Perpus? Pasti---
Detik itu, Gery langsung melejit keluar kantin.
Untuk Ayah
Nestapa harapan yang kian menyapa..
Menembus Dirgantara yang semakin mengua..
Asa yang kian mendera
Terikat kalimat gundah gulana.
Pada Senja kuceritakan kisah kita.
Pada Fajar ku sambut kisah kita, yang dulu.
Tuan..
Kala tubuh ini penuh peluh..
Kala air mata ini berubah keruh.
Tuan..
Air mata ini kian mendera..
Air mata ini kian membara..
Tuan..
Apa gerangan kau meninggalkan  Asmaraloka?
Mengapa kau meninggalkanku dalam gelapnya dunia.
"Saat Diri terlahir sepi.. Saat mata ini terbuka lagi..
Ku ingin kisah kita lagi,, terulang tanpa rasa kehilangan."
Salma langsung menoleh cepat. Gery, kenapa bisa disini?
"Ngapain lo kesini?"
"Puisinya bagus. Tentang gue ya, pasti?"
Salma tak menanggapi, ia melipat kertas yang tadi ia gunakan untuk menulis puisi. Memasukkannya ke dalam saku rok SMA, dan langsung beranjak dari kursi yang tadi ia gunakan.
"Apa kalau Putus, kita langsung jadi musuh?"
Salma tertegun sejenak. Bibirnya memang terkunci, namun fikirannya sudah jauh melayang entah kemana.
Hanya sepersekian detik, lantas dia kembali meninggalkan kepustakaan sekolah.
Tbc.
Yogyakarta 1 April 2021
Puputtri_

Komentar Buku (78)

  • avatar
    MulyaniSRI

    bagus

    4d

      0
  • avatar
    MuzzamirMuzzamir

    Oky

    25d

      0
  • avatar
    Andes Rabbal Kurnia

    anjay

    15/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru