logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Silent  Passenger

Silent Passenger

Sisi Ryri


Bab 1 Godaan Adik Ipar

“Bang!” panggil Yunia pada Dika, sang suami yang baru saja memasuki kamar tidurnya dengan mata mengantuk.
“Iya, Dek!” jawab Dika lalu membaringkan tubuhnya di atas kasur yang baru saja speinya diganti oleh Yunia, “Aku lelah sekali!” lanjut Dika yang baru pulang kerja dengan peluh yang masih membasahi sekujur tubuhnya.
“Mandi dulu, Mas. Mana enak tidur dengan peluh.”
Dika mengangguk, dia lalu bangkit dari pembaringannya dan tanpa banyak berkata-kata melangkah menuju kamar mandi yang berada di luar kamarnya, “Aku mandi dulu!”
Byuur... byuurr..
Dika segera mengguyur tubuhnya yang kekar dengan air hangat yang sudah disiapkan Yunia seblumnya.
“Airnya kurang panas?” tanya Yunia lagi.
“Cukup!”
Dika memang sangat lelah setelah bekerja semalaman, dia adalah seorang supir pengantar peti jenazah yang bekerja di sebuah perusahaan pembuat peti di daerah Lawang-Kabupaten Malang-Jawa Timur.
Setiap hari dia bekerja dari sore untuk mengantar barang pesanan perusahaan dan kembali ke rumah keesokan harinya dengan mata yang mengantuk sama seperti saat ini.
“Mas, ini handuknya!” tutur Yunia begitu lembut dari luar kamar mandi menyodorkan handuk kering berwarna biru tua yang tertinggal saat Dika beranjak masuk kamar mandi.
“Iya, Dek!” jawab Dika singkat.
Melihat suaminya sangat lelah, Yunia segera beranjak menuju dapur yang berada di lantai satu rumahnya.
Memang semenjak menikah 6 bulan silam, keduannya memutuskan untuk tinggal di rumah Yunia karena rumah ini cukup besar dan mereka harap selama tinggal di rumah ini mereka bisa menabung untuk DP pembelian rumah masa depan mereka yang sudah beberapa kali sempat mereka lihat.
Kreek...
Perlahan Dikat membuka pintu kamar mandi, dengan kaos oblong dan celana pendeknya yang disiapkan istrinya dia kemudian berjalan kembali ke kamarnya.
“Ehhhm!” dehem Duma, adik kandung Yunia yang nampak sudah menunggu kakak iparnya itu dari luar pintu.
“Hey, sedang apa kau di sini?” geram Dika lalu berjalan cepat mendekati Duma yang tersenyum nakal melihat tubuh Dika yang segera setelah mandi air hangat.
“Kakakku masih di bawah, aku sudah cek!” tegas Duma yang kebetulan memiliki kamar satu lantai dengan kamar Yunia dan Dika.
“Iya, tapi jangan berdiri di sini, kembalilah ke kamarmu atau kakakmu curiga akan hubungan kita...,” geram Dika lalu mendorong bahu Duma perlahan.
“Kamu yang diam, jangan berani kau kasar padaku atau ku laporkan kenakalanmu pada kakakku” ketus Duma lalu berjalan kembali memasuki kamarnya tanpa menoleh kearah kakak iparnya itu.
Braak..
Duma memanting pintu kamarnya, dia kesal setiap kali Dika menolaknya dengan kasar padahal setiap malam pria tampan itu selalu saja menghampiri kamarnya untuk mencari kehangatan.
“Mas! Kenapa diam saja di situ, ini teh hangatnya!” tutur Yunia lalu mengajak suaminya kembali ke kamar mereka.
“Iya, Dek. Makasih,” Dika melangkah menuju kamar dan membuat seolah-olah tak terjadi apapun padanya tadi,
“Mmmmm,” ujar Dika lalu mengendus aroma teh yang berasal dari cangkir putih bergambar bunga-bunga kecil di depannya, “Aromanya enak sekali!” ujar Dika dan mulai menyeruput teh hangat yang segera melarutkan ketegangannya karena kehadiran Duma yang tiba-tiba tadi.
“Setalah ini tidurlah, aku mau siap-siap kerja. Kebetulah sekali temanku minta ganti sift. Tak apa kan aku pergi!” tutur Yunia dengan lembut.
“Boleh, tenang saja. Aku baik-baik saja kok. Lagi pula aku ngantuk sekali!” ujar Dika yang langsung membaringkan tubuhnya lagi untuk segera terlelap.
**
Malam Hari.
“Mas aku pergi dulu!” pamit Yunia selepas makam malam bersama suaminya di kamar tidur.
“Iya, Dek. Hati-hati selama kau kerja, ya!” tutur Dika sambil mengelus lembut rambut istrinya yang sudah siap dengan berseragam putihnya.
“Mas, tidur saja. Paling subuh aku baru pulang!” jelas Yunia lalu bangkit dari tempatnya dan melangkah keluar kamar.
Dita tak bergeming, seperti biasa dia hanya memandangi Yunia yang melangkah keluar kamar lalu melambaikan tangan sebelum menuruni anak tangga rumahnya dan berlalu.
“Bagus, dia sudah pergi!” bisik Dika yang meraih ponselnya untuk mengirimkan pesan kepada Duma, “Sekarang giliran adiknya!” gumam Dika saat adik iparnya itu memberinya ijin untuk masuk ke dalam kamarnya.
Dika nampak tak sabar, dia segera bangkit dari tempat duduknya dan mulai melangkah menuju lorong kamar Duma yang lampu kamarnya masih menyala.
Tok... tok... tok...
“Duma!” bisik Dika lalu memutar pegangan pintu yang tak terkunci.
“Masuk, Mas!” sapa Duma manja membuat imajinasi pria tampan ini segera melayang.
“Wow!” gumam Dika lirih saat melihat adik iparnya itu sudah mengenakan pakaian tidur dengan belahan dada sangat rendah.
“Ayo kita mulai, aku sudah tak sabar!” desah Duma manja dari atas tempat tidurnya.
Tak mau membuang-buang waktu, Dika segera melangkah mendekati tempat tidur Duma yang bergegas melepas sehelai demi sehelai baju gadis cantik itu sebelum akhirnya mereka mulai saling melumuat bibir masing-masing.
“Mas!” panggil Yunia saat membuka pintu dan kaget akan apa yang suami dan adik kandungnya sedang lakukan di kamar itu.
Saking sibuknya dengan bibir manis Duma, pria yang baru dinikahi Yunia 6 bulan itu sampai tak menyadari kedatangan sang istri, dia terus saja mengatur nafas sambil meraba tubuh indah Duma yang hampir polos.
“MAS!”Teriak Yunia sambil menarik bahu Dika yang begitu menikmati tubuh adik iparnya.
Tarikan Yunia ini akhirnya berhasil membangunkan Dika dari gairahnya yang mulai memuncak. “Dek!”
“Kakak!” Duma nampak kaget lalu meraih pakaiannya yang berserakan.
“Apa-apaan ini!” teriak Yunia sambil menghapus air matanya yang terlanjut jatuh di pipinya yang merah.
Melihat kehadiran istrinya, Dika tak mau salah kata. Dia terus berpikir pembelaan apa yang pantas dia katakan saat ini, “Kami hanya...,”
“Hanya!” Potong Yunia sambil bersiap menampar Dika, “Jelas-jelas kalian ada di atas ranjang dan saling bermersaan!”
Prakkk...
Tangan Yunia melayang tepat di pipi adik kandungnya yang baru selesai mengenakan kembali pakaiannya.
“Kak, jangan kau tampar aku. Suamimu yang menghampiriku,” Bela Duma sambil memegangi pipinya yang panas karena tangan kakaknya.
“Dasar wanita murahan!” marah Yunia membuat Duma tak terima.
“Hey, suamimu yang memulai, aku hanya menikmatinya saja!”
“Jangan kau katakan itu, dia tak mungkin masuk kamarmu kalau kau tak menggodanya,”
“Sudah, Yunia. Ini cuma salah paham!” teriak Dika mencoba menenangkan Yunia.
“Cuma salah paham!” Mata Yunia membola mendengar perkataan Dika yang terdengar tak menyesal setelah kepergok berduaan dengan adik iparnya itu.
“Iya, salah! Sudah!”
Duma yang melihat Yunia semakin marah lalu bangkit dari tempat tidur dan mulai melangkah keluar untuk menghindar dari perseterusan suami istri ini.
“Hey, mau ke mana kau. Urusan kita belum selesai!” ujar Yunia sambil menarik tangan adik kandungnya yang melangkah cepat menuju balkon lantai dua rumah mereka.
“Aku tak mau tau, aku tak salah kok. Ini salah suamimu!” ujar Duma dengan ketus namun berhasil di cegat Yunia tak tak terima dengan apa yang baru saja diperbuat adiknya.
“Tunggu!” ujar Yunia dengan kemarahan yang semakin menjadi.

Komentar Buku (34)

  • avatar
    KasmisantyAndi

    semangat nulisnya thor... sy suka ceritanya gak serem2 amat

    24/02

      0
  • avatar
    Darma Darma

    bagusss

    03/04/2023

      0
  • avatar
    Claudya Sawai

    good

    03/03/2023

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru