logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 5

"Dokter, pasien mengalami pendarahan di kepalanya Dok," ungkap suster penuh kepanikan.
Para Dokter spesialis penanganan kanker otak dan bedah saraf, segera menuju ruang operasi.
Berbagai upaya penanganan telah mereka lakukan, namun na'as Tuhan berkehendak lain. Satu pasien yang telah dinyatakan sembuh, dari penyakit kanker otak yang telah lama di deritanya.
Kini harus pergi meninggalkan sanak saudara dan keluarga, setelah beberapa hari mengalami gangguan pada psikisnya.
Kali ini masalah telah menjadi sangat serius. Bagaimana bisa seorang pasien penderita kanker otak, yang telah dinyatakan sembuh total dengan beberapa kali melakukan pemeriksaan kini harus berakhir di kamar jenazah.
Masing masing perwakilan dokter spesialis melakukan rapat pembahasan, mencari akar masalah dan solusi dari kejadian ini bersama dengan Dokter Kepala Kim Min Hwa.
"Apa? Bagaimana bisa terjadi hal seperti ini? Apa yang kalian semua lakukan sebenarnya?" ungkap Presdir SaeJoon Group sekaligus pemilik SaeJoon Hospital, Sae Ah Ran.
Mendengar perkataan Asisten pribadinya, perihal kasus tentang pasien kanker otak yang meninggal. Membuat Presdir Sae Ah Ran sangat marah dan kecewa pada kinerja para dokter.
Sudah menjadi kemungkinan, kalau si penderita kanker otak yang sudah tak bisa disembuhkan lagi itu meninggal. Namun yang terjadi sekarang justru sangat berkebalikan.
Presdir Sae Ah Ran sangat tidak menyangka dan tidak bisa menduga, apalagi sampai membayangkannya. Hal itu benar adanya dan benar terjadi di SaeJoon Hospital, yang sudah berpuluh-puluh tahun berdiri.
"Maaf Presdir Sae, namun hal itu diluar pemahaman dan kemampuan para dokter," tutur Asisten pribadinya, Oh Young.
Asisten pribadi Oh Young atau yang biasa dipanggil Pa Oh itu telah mengikuti keluarga Sae sejak Presdir Sae masih muda.
"Bagaimana bisa hal itu diluar pemahaman mereka? Apa yang sebenarnya terjadi?" seru Sae Ah Ran, kesal.
"Maaf Presdir Sae, saya juga tidak terlalu memahami masalah itu. Prof. Han bersama Dr. Kim telah melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hal itu. Namun mereka belum menemukan akar masalah yang terjadi pada saat ini," jelas Pa Oh.
"Apa mereka sudah meneliti semua bahan utama tanaman obat yang digunakan?" Selidik Sae Ah Ran.
"Sudah Presdir Sae, semua bahan utama merupakan bahan yang selalu kami gunakan selama beberapa tahun ini," jawab sang Asisten pribadi.
"Oke kalau begitu. Sekarang kamu harus memastikan para dokter atau siapapun yang mengetahui hal ini, tidak membicarakannya pada pihak luar," titah Presdir Sae.
"Baik Presdir Sae, saya pasti akan memastikan hal itu tidak akan sampai ke pihak luar," tutur Pa Oh penuh keyakinan.
"Baiklah, sekarang tolong hubungi Dr. Kim dan Prof. Han untuk menemuiku di rumah nanti sore," pinta Sae Ah Ran.
"Baik Presdir Sae," jawab Pa Oh.
Pa Oh mohon undur diri setelah mendengar perintah dari Presdir Sae.
(Sore hari, kediaman Presdir Sae Ah Ran).
"Permisi tuan, tamu anda sudah sampai," ucap bibi rumah tangga, yang bekerja di keluarga Sae setelah mengetuk pintu kamar tuannya.
"Suruh mereka ke ruang kerjaku dulu," jawab Sae Ah Ran.
"Baik, Tuan." Bibi kembali ke ruang tamu dan mempersilahkan Prof. Han beserta Dr. Kim untuk ke ruang kerja tuannya.
"Silahkan menunggu di ruang kerja Tuan Sae," tutur bibi rumah tangga yang jauh lebih tua daripada Presdir Sae Ah Ran.
"Iya, terima kasih."
"Terima kasih," jawab Prof. Han dan Dr. Kim mengangguk bersamaan.
Selang beberapa menit, datanglah Presdir Sae Ah Ran ke ruang kerjanya menemui Prof. Han dan Dr. Kim.
"Presdir Sae," sapa Dr. Kim.
Mendengar sapaan Dr. Kim pada Presdir Sae Ah Ran, Prof. Han menengok untuk melihat putra sahabatnya yang sudah lama tak dilihatnya itu.
"Sae Joong." Presdir Sae langsung mendekat dan memeluk Prof. Han.
"Uncle Han." Begitulah panggilan Presdir Sae pada Prof. Han.
Presdir Sae dan Prof. Han pertama kali bertemu yaitu pada saat Sae Ah Ran tengah menempuh studi S1 di Amerika. Saat itu Prof. Han sedang melakukan seminar di Universitas tempat Sae Ah Ran belajar, dan sejak saat itu pula Presdir Sae memanggilnya dengan sebutan Uncle.
"Bagaimana kabar Uncle? Baik baik saja, bukan?" ucap Sae Ah Ran penuh haru, mereka menjadi sering bertemu saat Prof. Han kembali dan menetap di Negara K.
"Uncle baik, kalian bagaimana? Ah Gu dan Ah Ree bagaimana? Dimana mereka sekarang?" Prof. Han merasa rindu dengan dua anak kecil yang selalu ia gendong. Karena Prof. Han tidak mempunyai seorang anak, sehingga ia sangat menyayangi cucu dari sahabatnya.
"Kami baik, Ah Gu sudah tinggal sendiri sekarang ia tidak mau lagi tinggal bersama orang tuanya. Sedangkan Ree, dia kuliah di luar negeri," jelas Presdir Sae tampak sedih, ia terlihat sangat merindukan kedua anaknya.
"Ya ya, Uncle ingat saat Ah Gu kecil dulu. Dia selalu berkata ingin mempunyai rumah sendiri dan tinggal disana, dia tidak mau diganggu oleh Ree yang selalu merengek dan minta ditemani main olehnya," jelas Prof. Han.
"Uncle paham bagaimana perasaanmu jauh dari anak, tapi setidaknya kalian mempunyai dua orang anak yang akan menemani hidup kalian nanti di hari tua," tutur Prof. Han berkaca-kaca.
"Sudahlah, jangan merasa sedih dan sendirian lagi. Ada kami yang akan selalu menemani," ungkap Sae Ah Ran menenangkan.
Prof. Han kembali memeluk Sae Ah Ran, beliau mungkin lupa tujuannya datang kesini karena terlalu sedih mengingat kenangan di masa lalu.
Dr. Kim yang melihat adegan dua orang saling melepas rindu itu pun hanyut dalam kesedihan. Ia tampak menyeka bulir air yang hampir menetes dari matanya.
"Baiklah Uncle, ada sesuatu yang ingin aku tanyakan, juga kepada Dr. Kim," tutur Presdir Sae tak mau terlalu hanyut dalam kesedihan.
"Oh iya benar, Uncle hampir saja lupa," timpal Han.
"Ya, ada apa sebenarnya? Kengapa masalah seperti itu bisa terjadi?" Desak Presdir Sae.
Baik Prof. Han maupun Dr. Kim, mereka menjelaskan bagaimana masalah dan kemungkinan penyebab masalah itu terjadi. Namun itu hanyalah kemungkinan karena penelitian mereka selalu buntu dan tidak pernah menemukan titik temu.
"Jadi itu masalahnya," gumam pria bertubuh tinggi dan kekar dari balik pintu, ia sudah mendengar semua penjelasan yang dikatakan oleh Prof. Han dan Dr. Kim sejak ia datang ke rumah Presdir Sae.
(Malam hari, SaeJoon Hospital).
"Jadi, ini pasien kanker otak yang dinyatakan sembuh itu? Lalu bagaimana dia bisa berakhir di kamar ini?" tanya seorang lelaki paruh baya pada rekan kerjanya yang lebih muda.Mereka berdua adalah karyawan yang bertugas mengurus dan menjaga kamar jenazah.
"Sssttt, jangan keras keras bicaranya pak. Nanti kita bisa di pecat kalau sampai ketahuan membicarakan hal ini," tutur pria yang lebih muda mencegah rekannya untuk tidak berbicara sembarangan.
"Memangnya kenapa? Bukannya ini kenyataan, kenapa harus di pecat segala." Sangkal lelaki yang lebih tua tak mau mengecilkan suaranya.
"Kalau bapak mau di pecat silahkan saja, tapi jangan ajak ajak saya. Saya mau keluar dulu," elak pria muda, tidak mau menggubris ucapan rekannya dan memilih meninggalkan kamar jenazah.
Brak (suara pintu kamar jenazah yang menutup dengan sendirinya).
"Memangnya apa yang harus ditutupi? Ini kan kenyataan kalau orang ini meninggal setelah dinyatakan sembuh. Bukannya sempat mengalami gangguan jiwa juga sebelum akhirnya meninggal. Sebenarnya apa masalahnya?" Lelaki tua tadi justru mendekati jenazah yang baru saja meninggal. Bahkan membuka kain yang menutupi kepalanya.
Memang tidak ada yang aneh, entah apa masalahnya yang membuat bapak penjaga kamar jenazah terlihat begitu penasaran. Ia mendekatkan wajahnya melihat ke arah mayat yang terbaring kaku di hadapannya itu. Semakin dekat ia melihat ke arah kepala dimana mayat ini sebelumnya di operasi.
Semakin dekat hingga akhirnya "Aaaaaaaa"

Komentar Buku (88)

  • avatar
    RosdianaDian

    bagus

    06/08

      0
  • avatar
    KhoirurRizki

    𝚋𝚊𝚐𝚞𝚜

    29/07

      0
  • avatar
    Viina Siagian

    keren banget ceritanya

    22/07

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru