logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 2

"Kalian sudah disini?" tanyanya pada ketiga temannya yang baru saja menyambutnya.
"Dimana Soon Sae dan Rui Yoo?" tanyanya lagi mendapati dua teman lainnya belum menunjukan batang hidungnya.
"Oh Kak Shin ada jadwal operasi dadakan, kalau Kak Soo kayaknya masih pemotretan," jawab Lim A Roo (yang biasa dipanggil Mimin oleh kakaknya, Lim A Raa).
"Rama? Dimana dia?" Sae Ah Gu kembali bertanya saat meneliti pandangannya tak menemukan sosok berwajah Gangster diantara mereka.
"Kak Rama lagi ke toilet," jawab A Roo lagi.
"Ah... ah... aaaaahh kalah lagi kan, gara gara kamu sih Jo jong nanya terus dari tadi. Kalah kan jadinya," keluh Lim A Raa pada Sae Ah Gu, Lim A Raa adalah orang yang selalu membuat julukan aneh kepada teman-temannya tanpa terkecuali, adiknya pun turut menjadi sasarannya.
"Padahal A Roo yang selalu jawab, dasar aneh," gerutu Sae Ah Gu, ia selalu kesal saat A Raa memanggilnya dengan sebutan Jo jong. Apaan nama bagus bagus Sae Ah Gu di ganti sembarangan oleh A Raa, ujarnya saat kali pertama A Raa memanggilnya Jo Jong.
"Joong In, kamu sudah sampai?" Suara khas Rama yang serak memecah aura permusuhan diantara Sae Ah Gu dan Lim A Raa.
Melihat Rama muncul Sae Ah Gu menstabilkan emosinya, meskipun ia dan Rama seumuran, tapi Sae Ah Gu menganggap Rama sebagai kakak. Hal itu di sebabkan karena Rama pernah menyelamatkan hidupnya saat ia dalam bahaya.
"Itu Kak Shin dan Kak Soo datang," tutur A Roo memanggil mereka dengan panggilan penuh makna.
Dalam bahasa korea, Shin berarti kepercayaan. A Roo mengartikan hal itu seperti bentuk kepercayaan orang orang pada Li Soon Sae sebagai seorang dokter.
Sedangkan Soo memiliki arti keunggulan, ia juga mengartikannya sebagai bentuk keunggulan Lee Rui Yoo dalam setiap hal yang di kerjakannya.
"Kenapa telat?" protes Sae Ah Gu merujuk pada Li Soon Sae dan Lee Rui Yoo, padahal ia sendiri juga baru datang.
"Maaf telat, kami sudah bilang alasannya pada A Raa. Apa dia tidak mengatakannya?" jawab Rui Yoo.
Tak berniat menjawab Sae Ah Gu hanya menaikan bahu dan membentuk ekspresi seakan A Raa tidak mengatakannya, meskipun A Roo sudah memberitahunya alasan Soon Sae dan Rui Yoo datang terlambat. Tapi Sae Ah Gu merasa senang kalau A Raa di hajar habis-habisan oleh Rui Yoo.
"Dasar anak ini, minta diberi ya," geram Rui Yoo.
Dilihat dari sudut manapun Lee Rui Yoo tampak seperti orang yang kalem dan lembut, tapi tidak pada kenyataannya. Ia termasuk orang yang kejam pada orang yang cukup dekat dengannya, apalagi kalau orang itu sampai menyalahi aturan yang dibuatnya.
Lee Rui Yoo akan marah bahkan bertindak kasar kepada orang yang tidak menyampaikan pesan dengan baik, berbohong apalagi sampai berkhianat.
Rui Yoo menarik kerah baju A Raa yang masih asyik bermain game, ia sudah bersiap untuk memukulinya namun berhasil di cegah oleh A Roo.
"Sabar Kak Soo, tenang dulu." cegah A Roo sebelum kepalan tangan Rui Yoo melayang di pipi kakaknya.
"Kamu minggir A Roo, jangan halangi aku," omel Rui Yoo.
"Sudah, kamu minggir dulu," ujar A Raa pada adiknya.
"Kamu mau berantem? Ayo sini " Tantang A Raa.
"Eh sudah sudah, apaan sih kalian berdua. Hanya masalah sepele harus berkelahi? Gila ya." Lerai Eun Na Gun, ia paling males kalau sampai ada orang yang berkelahi didepannya.
Eun Na Gun paling anti melihat orang berkelahi, karena menurutnya daripada tangan itu harus digunakan untuk memukuli seseorang akan lebih baik dan lebih bermanfaat kalau tangan itu digunakan untuk membuat suatu makanan yang lezat. Karena Eun Na Gun adalah Pengusaha Kuliner yang sukses di bidangnya.
"Dia tuh yang duluan narik bajuku," elak A Raa, tak terima setelah apa yang Rui Yoo lakukan padanya.
"Makanya kalau di kasih amanah tuh yang bener," ujar Rui Yoo membela diri.
"Semuanya diam dulu, kita berkumpul disini bukan untuk melihat kalian berdua berkelahi. Pasti ada yang harus kita bahas, siapa yang minta untuk berkumpul?" tutur Rama angkat bicara, ia termasuk yang dituakan diantara mereka meskipun usianya dengan Sae Ah Gu dan Lee Rui Yoo itu sama.
"Saya." Salah satu dari mereka mengangkat tangan, seperti anak SD yang tengah mengisi absensi kelas.
"What? Li Soon Sae? Tumben sekali meminta semua tuan muda untuk berkumpul," tutur Lim A Raa merasa aneh.
"Padahal minta kumpul duluan, tapi datang terlambat. Wowo ini gimana sih," protes A Raa kemudian.
"A Raa, diam," perintah Eun Na Gun.
"Soon Sae? Ada apa sampai kamu harus meminta kami semua untuk berkumpul?" tanya Rama.
Ketujuh tuan muda ini tidak pernah berkumpul dalam satu tempat yang sama, karena masing masing dari mereka memiliki kesibukannya sendiri. Hanya pada saat terdapat acara yang mengharuskan mereka untuk berkumpul atau karena masalah yang cukup serius hingga harus mengumpulkan mereka semua untuk mendiskusikannya.
"Iya, katakan Kak Shin. Kita belum pernah bertemu seperti ini selain di luar acara pesta," tutur A Roo juga dibuat penasaran.
Meskipun usia Lim A Roo adalah yang paling muda diantara keenam pria tampan lainnya, namun sifat dewasanya yang selalu berfikir logis justru mengalahkan pemikiran semua kakak-kakaknya.
"Begini, minggu lalu saya bertemu dengan Prof. Han Ji Moon di LeeJoon Hospital," jelas Li Soon Sae.
"Prof. Han Ji Moon? Bukankah beliau seorang Profesor ternama? Dia juga teman dekat mendiang kakeknya Joong In, bukan?" tutur Eun Na Gun.
"Iya, dulu beliau sering datang ke rumah kakek saat aku masih kecil. Itu sudah lama sekali," jawab Sae Ah Gu membenarkan ucapan Eun Na Gun.
"Kok, Kak Joon bisa tau?" tanya A Roo mulai penasaran.
"Iya, karena dulu saat kakek masih hidup pernah beberapa kali bercerita tentang kisah persahabatan beliau beliau," jelas Eun Na Gun kemudian.
"Memangnya ada apa dengan Prof. Han Ji Moon? Sehingga kita harus berkumpul sekarang," tutur Lee Rui Yoo yang sedari tadi hanya menyimak.
"Entahlah, saya sendiri tidak begitu tau situasinya. Yang jelas beliau membahas mengenai tanaman obat bersama Dokter Kepala, Kim Min Hwa," jelas Li Soon Sae membuat beberapa temannya sedikit heran.
"Aduh Wowo ini, memang apa salahnya kalau seorang Profesor ternama membahas hal seperti itu dengan Dokter Kepala? Bukankah itu hal yang wajar," ujar Lim A Raa tak mau ambil pusing.
"Hal itu tidak sesederhana kelihatannya," jawab Li Soon Sae kembali membuat teman-temannya merasa bertanya-tanya.
"Kau tidak bertanya kepada Profesor Han Ji Moon? Kalian sempat bertemu bukan?" ujar Eun Na Gun berfikir logis.
"Kami memang sempat bertemu, tapi bukan seperti bicara berdua. Lagipula
terlihat tidak sopan kalau harus bertanya tiba-tiba," jawab Li Soon Sae.
"Kenapa? Kau ini kan juga seorang Dokter Bedah yang cukup terkenal di LeeJoon Hospital?" timpal Lim A Raa.
"Tunggu sebentar, kau bilang mereka membahas tentang tanaman obat bukan? Apa mungkin terjadi sesuatu hingga membuat Profesor ternama seperti Prof. Han Ji Moon langsung datang ke LeeJoon Hospital?" tutur Sae Ah Gu juga merasa ada yang aneh.
"Yang aku tau Prof. Han Ji Moon tidak pernah lagi datang ke LeeJoon Hospital setelah kakek meninggal 6 tahun yang lalu, ini sedikit mencurigakan mengingat Prof. Han Ji Moon sudah bertahun-tahun lamanya tidak pernah datang ke LeeJoon Hospital." Sambung Sae Ah Gu.
"Apa yang Joong In katakan masuk akal, sepertinya ada sedikit masalah dengan tanaman obat itu. Soon Sae, apa nama tanaman obatnya?" tutur Rama.
"Saya tidak tau apa nama tanaman obatnya, karena saya hanya tidak sengaja mendengar percakapan beliau beliau," jawab Li Soon Sae sedikit merasa bersalah.
"Yah, Wowo ini gimana sih. Mereka bahas apa tidak tau, nama obatnya pun juga tidak tau. Terus apanya yang mesti didiskusikan Wowo? Sudahlah, mending lanjut main game," ujar Lim A Raa merasa kesal atas apa yang Li Soon Sae jelaskan hanya setengah-setengah.
Lim A Raa pergi meninggalkan teman lainnya, lalu duduk di sudut sofa yang panjang untuk kembali melanjutkan permainannya. Ia sama sekali tak mengiraukan apa saja yang di bahas oleh mereka.

Komentar Buku (88)

  • avatar
    RosdianaDian

    bagus

    06/08

      0
  • avatar
    KhoirurRizki

    𝚋𝚊𝚐𝚞𝚜

    29/07

      0
  • avatar
    Viina Siagian

    keren banget ceritanya

    22/07

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru