logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

5. APAKAH INI YANG DINAMAKAN CINTA?

Semburat senja di kejauhan mulai terlihat mewarnai langit Jakarta dengan sinarnya yang berwarna jingga. Itu artinya waktu kebersamaanku dengan Reyhan sebentar lagi akan berakhir, karena Anggia sudah mengatakan bahwa dirinya pulang dari rumah kawannya sekitar pukul lima sore dan ini sudah pukul empat sore.
Aku harus kembali pulang bersama Anggia supaya Bunda tidak curiga.
Hari ini aku puas berkeliling daerah Blok M bersama Reyhan.
Kami masuk ke Blok M Plaza dan melihat-lihat isinya.
Bermain bersama di salah satu wahana permainan di dalam mall itu. meski hanya membeli beberapa koin karena aku tahu, Reyhan tidak memiliki cukup uang untuk membelikanku koin lebih banyak.
"Maaf ya, kalau di mall tadi nggak beli apa-apa, cuma liat-liat doang, hehehehe..." ucap Reyhan padaku saat aku dan dia baru saja melangkah keluar dari dalam mall.
"Nggak apa-apa. Segitu juga aku udah seneng banget. Ini pertama kalinya aku bisa puas jalan-jalan di mall, biasanya kalau ke mall paling cuma mampir ke toko buku, udahannya langsung pulang karena nggak punya banyak waktu kayak hari ini," jelasku pada Reyhan.
Kami berjalan berdampingan di trotoar pejalan kaki di sepanjang jalur jalan raya Blok M yang cukup padat.
"Emang biasanya kamu kalau pergi ke mall sama siapa?" tanya Reyhan.
"Sama Anggia, satu-satunya sahabatku di sekolah yang juga jadi tetanggaku sejak aku kecil, aku sama Gia udah sekolah bareng dari TK, SD dan sampe SMP sekarang juga bareng,"
"Oh, gitu," Reyhan menjawab sambil menganggukkan kepala. Diam-diam aku melirik ke arahnya. Memperhatikan gayanya saat sedang berjalan. Tubuhnya yang jangkung membuatku harus mendongakkan kepala supaya bisa menangkap wajahnya meski hanya dari samping. Tapi tetap saja, Reyhan terlihat sangat mempesona di mataku. Dia benar-benar laki-laki yang sangat tampan. Aku suka semua yang ada di dirinya.
Tatapan hangat matanya. Kerlingan genitnya. Senyum menawannya. Suaranya yang renyah dengan jakunnya yang naik turun ketika dia bicara. Alisnya yang hitam dan tebal. Hidungnya yang mancung dan runcing. Serta satu lekukan kecil yang tampil di pipinya saat dia tertawa. Ditambah lagi dengan gaya rambut Reyhan yang lurus, hitam dengan poni depan, membuatnya terlihat sangat cute.
Sungguh ciptaan Tuhan yang begitu indah dan menakjubkan. Bahkan aku sampai berpikir, seandainya dia itu menjadi seorang aktor atau bintang film, pasti penggemarnya akan sangat banyak. Saking tampannya dia. Malah aku merasa di sepanjang waktu saat aku sedang bersama Reyhan hari ini, banyak sekali cewek-cewek yang melirik dan menatap Reyhan dengan terkesima.
"Kamu mau es lilin?" tanya Reyhan tiba-tiba membuyarkan lamunanku.
Aku mengangguk mengiyakan. Lalu kami sama-sama menghampiri tukang es lilin yang sedang menjajakan dagangannya di pinggir trotoar.
Reyhan membelikanku satu es lilin coklat dan kami menyantapnya sama-sama sembari duduk di halte bis untuk menunggu kedatangan bis yang akan mengantarkan aku pulang.
Aku mendesah berat. Haruskah hari ini berakhir begitu saja? Jujur, aku masih ingin di sini.
Entah kenapa, aku merasa sangat sedih sekarang.
"Trina,"
Aku menoleh saat tiba-tiba Reyhan menyebut namaku.
"Hmm, apa?" jawabku singkat.
"Makasih ya, udah mau ketemu sama aku. Aku pikir, setelah tahu aku ini cuma seorang yatim piatu, orang miskin, pengamen jalanan, terus kamu nggak bakal mau ketemu sama aku,"
Aku tersenyum tipis. Entah kenapa, aku merasa ada kepedihan dalam tiap kata-kata yang baru saja Reyhan ucapkan. Dan hal itu, jelas sangat tidak mencerminkan seorang Reyhan yang selama ini aku kenal. Bahkan sepertinya wajah tampan itu kini terlihat agak muram.
"Jujur sih, awalnya aku takut ketemu sama kamu. Apalagi akukan nggak tahu wujud kamu seperti apa. Soalnya, anak-anak jalanan yang biasanya sering aku liat di jalan itu serem-serem. Ada yang hidungnya di tindik lah, tato dimana-mana, rambutnya di warna-warni terus udah gitu, potongan rambutnya juga aneh-aneh. Ada yang kaya kuda poni, kaya si unyil, malah ada yang pelontos, ih ngeri aku ngeliatnya. Awalnya aku pikir, kamu juga kayak gitu," tuturku dengan penuh semangat.
"Mungkin yang kamu maksud itu anak-anak punk kali?"
"Anak punk?" tanyaku tak mengerti karena aku baru pertama kali mendengar istilah itu.
"Iya, anak punk? Hidup mereka juga sama kayak aku, di jalanan. Tapi mereka itu rata-rata penganut garis keras. Hidupnya lebih ke mabuk-mabukkan, narkoba, yah kebanyakan kelakuannya itu mendekati tindakan kriminal, kalau ngamen pun suka maksa dan buat para penumpang jadi takut, kamu tenang aja, aku juga nggak suka bergaul sama mereka,"
Penjelasan Reyhan membuat hatiku tenang.
Dari gayanya berpakaian pun aku tahu kalau dia itu laki-laki yang tidak neko-neko. Gaya Reyhan normal seperti remaja kebanyakan dan cara berpakaiannya pun sangat simple dan sederhana, tapi tetap kelihatan keren.
"Di jalanan, kelompok ngamen aku sama mereka itu bermusuhan. Mereka itu kalau ngamen suka nggak liat sikon, udah tahu kelompok aku sering ngamen di daerah A misalnya, nanti tiba-tiba mereka serobot gitu aja tuh tempat, kan penghasilan aku sama temen-temenku jadi berkurang. Kadang kalau udah kelewat kesel, aku sama temen-temenku ngelawan juga, habis kalau didiemin mereka itu ngelunjak, sok di takutin, sok jagoan karena mereka pikir gaya mereka keren! Bikin orang takut sama mereka, padahal sih sama aja, giliran di gertak sama temen-temenku juga mereka takut," cerita Reyhan dengan penuh antusias. Aku pun mendengarkannya dengan seksama.
Hadir sebersit rasa khawatir saat aku tahu Reyhan memiliki masalah dengan anak-anak punk itu. Dan anehnya, seperti bisa membaca pikiranku, karena Reyhan tiba-tiba kembali bicara dengan gayanya yang sedikit selengean.
"Tenang aja, kurus-kurus begini juga aku kuat. Aku jago berantem loh, cuma anak-anak punk doang sih kecil, bukan tandingan aku," ucapnya sok jagoan.
Aku melengos memasang wajah kecut di iringi dengan tawa Reyhan yang pecah.
"Jadi kamu nggak usah khawatir gitu mukanya," tambah Reyhan lagi, menggodaku. Dia menyenggol bahuku dengan bahunya lalu sebelah tangannya terangkat dan mengacak-acak poniku sambil tertawa. Membuatku bertambah cemberut. Padahal dalam hati aku senang luar biasa diperlakukan seperti itu oleh Reyhan.
Seperti memiliki seorang Kakak.
Oh ya Ampun! Kenapa aku bisa lupa?
Bukankah umur Reyhan itu lebih tua dariku? Jadi, tidak seharusnya aku memangggilnya hanya dengan sebutan nama saja. Rasanya sangat tidak sopan bukan?
"Hmm, Reyhan... Eh..."
Gimana cara bilangnya ya? Kok aku jadi kikuk begini.
"Kenapa?" tanya Reyhan sambil memperhatikanku.
Saat itu aku bisa menangkap tatapan mata Reyhan yang menatapku di satu titik, yaitu sudut bibirku, lalu dia menunjuk ke titik tersebut seraya berucap, "Itu,"
"Apa?" tanyaku tidak mengerti.
Reyhan justru tertawa dan secara spontan dia menyeka sudut bibirku yang belepotan es krim dengan sapuan ibu jarinya.
Darahku berdesir seketika. Getaran aneh itu muncul lagi entah darimana asalnya. Ini benar-benar membuatku takjub. Bahkan hanya dengan satu sentuhan kecil dari tangan Reyhan, tapi efeknya justru begitu besar bagi tubuhku.
Aduh, kalau begini terus yang ada aku bakalan kena serangan jantung dadakan nih! Ucap batinku dengan degup jantungku yang mulai marathon lagi.
Selang beberapa menit kemudian, es lilin kami sudah habis.
Metro mini yang aku tunggu-tunggu akhirnya datang juga, tapi angkutan itu masih ngetem untuk menunggu penumpangnya sampai penuh. Jadi setidaknya aku masih memiliki sedikit waktu untuk berpamitan pada Reyhan. Eh, maksudku Kak Reyhan.
Aku harus membiasakan diri memanggilnya dengan sebutan Kak Reyhan, karena usianya lebih tua dariku dan dia juga kakak kelas.
"Aku boleh panggil kamu dengan sebutan, " Kakak" kan?" tanyaku saat Kak Reyhan mengantarku sampai aku duduk di dalam metromini.
Reyhan tersenyum dan mengangguk. "Boleh, boleh banget malah, tapi..." Reyhan menggantung kalimatnya membuatku penasaran.
"Tapi apa?" tanyaku tidak sabar.
"Tapi jangan anggap aku Kakak beneran ya? Aku nggak mau,"
"Loh emangnya kenapa?"
"Soalnya, aku nggak mau kehilangan kesempatan buat jadi pacar kamu,"
Aku tertawa hambar seraya memukul bahunya. "Ih apaan sih? Gombal mulu!"
"Yeee... Siapa yang gombal, aku serius tahu,"
"Tau ah," kataku seraya memalingkan wajahku yang lagi dan lagi memanas.
Penumpang di dalam bis sudah hampir penuh. Kak Reyhan berdiri dari samping tempat dudukku saat ada penumpang lain yang hendak duduk.
"Aku turun sekarang ya, kamu hati-hati di jalan, maaf nggak bisa nganter," katanya padaku sesaat sebelum akhirnya dia pun turun dari metromini.
Aku dan Kak Reyhan masih terus saling bersitatap dari jendela metromini bahkan ketika lambat laun metromini itu melaju perlahan meninggalkan pangkalan ngetemnya di terminal Blok M.
Kak Reyhan sempat melambaikan tangannya padaku dan mengisyaratkan bahwa dirinya akan meneleponku nanti malam. Aku mengangguk tanda setuju dan membalas lambaian tangannya.
Kenapa rasanya perpisahan ini sangat berat? Padahal aku dan Kak Reyhan baru saja bertemu untuk pertama kalinya.
Tapi aku sadar, dimana ada pertemuan pasti akan ada perpisahan. Itulah sejatinya kehidupan. Semua diciptakan berpasang-pasangan.
Dan aku berusaha untuk tidak larut dengan perasaan asing yang hadir dalam benakku saat ini.
Mencoba berdamai dengan hati, tidak seharusnya aku berharap lebih jauh atas diri Kak Reyhan. Meski hal itu tak mampu aku elakkan dari relung terdalam hatiku. Secercah harapan bahwa setelah pertemuan hari ini, akan ada lagi pertemuan-pertemuan berikutnya yang lebih mengesankan lagi. Bahkan gilanya, kalimat Kak Reyhan mengenai kata Pacar tadi terus menerus terngiang di telingaku. Berputar seperti komidi putar. Menimbulkan harapan baru.
Harapan konyol, yang aku tahu akan sangat mustahil terjadi.
Dimana Kak Reyhan bisa mengambil peran penting dalam kehidupanku kelak di masa depan. Suatu hari nanti, sebagai seseorang yang paling istimewa di hatiku.
Entahlah, sepertinya aku mulai gila.
Fantasiku terlalu tinggi.
Imajinasiku terlalu jauh.
Dan tanpa sadar di sepanjang perjalanan pulang itu, seulas senyum terus terkembang di wajahku.
Pikiranku terus tertuju pada satu titik.
Yaitu, Kak Reyhan, Kak Reyhan dan Kak Reyhan.
Astaga?
Apa ini yang dinamakan cinta?
Entahlah, bahkan apa itu cinta saja aku tidak begitu paham.
Aku hanya sekedar tahu dari film-film romantis ala drakor bahwa cinta itu ada ketika dua insan manusia berbeda jenis yang saling menyayangi satu sama lain dipertemukan hingga setelahnya mereka saling memiliki satu sama lain.
Itu saja.

Komentar Buku (44)

  • avatar
    Wyn Wi

    seruuuuy!!!!!!

    26d

      0
  • avatar
    mochkhalifkhalif

    cerita yang sangat dahsyat

    06/07

      0
  • avatar
    atiqahnurul ainaa

    Friendship

    02/07

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru