logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Adu Ghaib

Pikiran tentang perkataan Ardi masih terngiang dalam otak Debi, bagaimana mungkin ia tahu apa yang terjadi di dalam asrama. Apakah Ardi memiliki penglihatan ghaib? Ataukah sebaliknya, Ardi hanya tak mau pihak kita para gadis ikut-ikutan dalam mengusut peristiwa aneh ini. Gumam Debi yang tak bisa tidur malam itu.
"Ah, sial!" rutuk Ardi kesal. Karena kantuknya yang begitu lekat pada matanya, ia tak kuasa membuka kelopaknya. Kandung kemih yang sudah tak tertahankan untuk dikosongkan, memaksa ia menurun tangga dan meluncur ke kamar mandi pria.
Suasana sangat senyap, Ardi yang begitu tenang dan tak takut hal ghaib macam apa pun membuatnya merasa biasa saja.
Sekelibat bayangan hitam mengitarinya. Beberapa detik ketika Ardi menoleh, bayangan itu hilang. Lalu datang kembali seperti mengendap-endap seperti ingin bermain petak umpet dengan Ardi yang saat itu masih belum selesai buang air.
Benak Ardi sudah menyimpulkan, bahwa makhluk itu hanya menginginkan Ardi memperhatikannya. Namun, Ardi tidak bodoh. Justru bila sampai Ardi menggubrisnya, makhluk bayangan hitam yang entah apa sebenarnya itu, akan lebih girang dan suka menjahilinya kemana pun Ardi pergi.
"Sudah, cukup! Aku ngantuk. Bila ingin bermain-main, akan kupanggilkan Nurdin kemari," ucap Ardi dengan lantang tanpa menoleh ke arah bayangan hitam tersebut nangkring.
Ardi berlalu, bayangan hitam yang masih bertengger di jendela kamar mandi, merubah dirinya menjadi sesosok lelembut berambut panjang. Ia terkekeh melihat Ardi yang cuek kepadanya. Beberapa makhluk di sana memang sangat suka menggoda Ardi, walau sebagian besar dari mereka sudah dapat bogem mentah dari Ardi yang super duper lebih tinggi ilmu dan akalnya dibandingkan mereka, para bangsa lelembut.
"Ah, lega rasanya. Hmm, jadi nggak ngantuk 'kan? Dasar setan. Malam-malam begini ada-ada aja tingkahnya jahilin orang."
Setelah berbaring, asap putih datang di samping Ardi, tepatnya di telinganya. Lelaki tampan yang hampir terlelap itu kemudian membuka matanya kembali.
"Nurdin! Ngagetin, aja! Ada apa, sih? Nggak tahu apa, aku mau tidur. Capek,nih."
Terlihat Ardi memasang telinganya, ia mengangguk sambil terpejam. Sepertinya Nurdin—jin qorin Ardi—mendapat tugas khusus malam itu.
Sementara, di kamar mandi. Sosok bayangan hitam yang tadi muncul, masih terdiam di celah jendela. Rupanya telepati para makhluk halus sangatlah cepat.
Jin Nurdin tampak memperlihatkan sosoknya, yaitu pria Timur bersorban putih. Tak kalah dengan bayangan hitam itu. Asap gelap yang sedari tadi membumbung tinggi pada jendela yang membatasi pangkal pondasi bangunan, berubah menjadi sosok hantu berambut panjang. Rambut gimbal yang membentuk seperti gumpalan rumput kering menambah kesan seramnya hantu berubah putih itu.
Duel tak terelakkan terjadi, meski tanpa komunikasi verbal. Kedua makhluk halus tersebut saling melukai satu sama lain. Perebutan daerah kekuasaan menjadi salah satu alasan mengapa hantu rambut panjang berani melawan jin Nurdin.
Pertikaian berakhir. Namun, tak ada satu pun dari mereka yang berhasil unggul. Jin Nurdin menghilang secepat kilat, ia melesak ke dalam buku tua yang berada di atas lemari pakaian Ardi. Begitupun dengan hantu rambut panjang, ia mengubah dirinya menjadi asap seperti semula dan terbang jauh ke arah rumah majikannya.
*
Teriakan seorang gadis yang sedang mengambil pakaian dari tempat jemuran ajaib itu, membuat beberapa penghuni asrama putri terkejut. Gadis itu mendapati seekor kucing hitam yang sudah mati di depan pintu tempat jemuran.
Siapa yang tega melakukannya? Tak ada yang tahu. Sampai akhirnya salah satu Geng Kapak memanggil Bu Erlin, agar dirinya tahu tak ada satu pun para siswi asrama yang melakukan itu.
Bu Erlin menyuruh tukang kebun untuk membersihkan bangkai kucing naas itu. Leher yang digorok, menandakan betapa sadisnya pelaku itu. Tak pelak para siswi yang sempat melihat bangkai itu mengumpat serta mendoakan yang tak baik bagi pelaku itu.
"Tumben, Bu Erlin diem aja lihat situasi begitu," ujar Ivon sembari memakai sepatutnya. Lala yang memahami betul sikap Bu Erlin selama ini, mulai menaruh rasa curiga pada wanita gemuk itu.
"Aku jadi curiga, deh, Von."
Lala mengunci pintu kamarnya dan bersiap untuk berangkat menuju sekolah. Ivon masih tak sadar, bahwa Lala menanyainya.
Aruni yang mengetahui pembicaraan Lala dan Ivon, menyelinap di antara jarak keduanya.
"Hah? Ngapain kamu. Runi?" tanya Ivon. Tangannya yang bantet, merangkul Aruni yang berperawakan kurus itu.
"Kalian tau, gak, kucing yang mati tadi pagi?"
"Enggak!" jawab Lala dan Ivon serentak.
"Ah, payah. Masa nggak tahu, sih?" Aruni mendesak dua gadis pemimpin Geng Kapak yang selama beberapa hari itu tak ada perkembangan apa pun.
"Sotoy kamu. Ngomong yang sebenarnya, dong!" bentak Ivon tak sabar sebenarnya kucing milik siapa itu. Bulu hitam pekat yang mengkilat, membuat iba semua yang melihatnya terkapar tak bernyawa.
"Jangan bilang siapa-siapa, ya? Tapi, lagian kalo aku ngomong ke kalian, pasti kalian akan bocorin hal ini 'kan?" Aruni menegaskan.
"Nggak lah, kami janji." Lala dan Ivon menakutkan kelingkingnya pada Aruni. Mereka bertiga bak sahabat yang tak ada rahasia apa pun. Tapi, taruhannya nyawa bila, sesuatu tak di anggap oleh banyak orang bahkan orang terdekat sekalipun.
"Tapi, nanti aja pas jam istirahat, ya?" kilah Aruni.
Lala dan Ivon aling berpandangan, tumben-tumbenan Aruni bisa becanda seperti itu, walaupun terkesan garing.
*
Tangan Debi ditarik oleh Ardi, lalu menggandengnya di suatu tempat yang tak banyak orang bisa melihat mereka berdua.
" Deb, kamu punya mata batin 'kan?" Debi mengernyitkan dahi. Namun, karena perlakuan Ardi yang sangat tak sopan dengannya membuat Debi langsung pergi meninggalkan Ardi.
Lelaki muda itu pusing, karena ia tak tahu harus berbuat apa lagi. Karena para siswi asram paling banyak, sehingga mereka harus terlibat dalam upaya ini.
Malam itu, Lala menemui Debi di kamarnya. Jantung Debi bergetar tak karuan, karena ia takut bila tiba-tiba Lala mengetahuinya telah berduaan dengan Ardi tadi siang.
"Deb, sini, deh. Eh, gimana kalau kita minta bantuan sama Ardi. Cowok asrama sebelah. Kira-kira dia mau, gak, ya?"
Cewek polos nan ayu ini menggenggam erat jemari Debi, dengan arti meminta tolong agar Debi menyampaikan maksud dari ketua Geng Kapak itu. Debi akhirnya menyanggupi setelah sekian lama memikirkan sesuatu di benaknya.
Kertas di dalam buku Ardi berisi tulisan lagi. Kali ini tertera kata "P", Ardi tak mengerti. Karena ia masih belum bisa mengungkap inisial sebelumnya, dan muncul lagi inicial baru di sana. Membimbangkan hati, karena ancaman ghaib yang selalu menyerang.
Mata Ardi terpejam. Ia memegangi pusat keningnya yang bererut. Otot-otot di wajahnya menegang. Rautnya memerah, dan beberapa saat kemudian ia berkeringat.
Rinto yang menyadari hal itu, langsung menghampiri Ardi. Memastikan bahwa teman indigo nya itu masih dalam keadaan baik-baik saja.
"Rinto, antar aku sekarang!" pinta Ardi setelah bersila di atas kursi meja belajarnya.
"Kemana, malam-malam begini?" tanya Rinto seraya menatap dalam apa yang sebenarnya disembunyikannya.
Pondok pengurus, itulah yang dituju oleh Ardi dan Rinto. Tampak dari kejauhan, Bu Erlin sedang mengelap cincin keramatnya. Cincin bertuah yang baru beberapa hari dikenakannya, sangatlah mengkilat. Setiap pagi ia selalu menggosok-gosoknya dengan cairan khusus. Cairan berwarna merah yang terisi pada botol kaca itu berada di sampingnya.
Sesaat burung gagak hingga di atas pondok Bu Erlin. Seperti mengetahui kedatangan Ardi, sang penakluk kegelapan.
Bu Erlin mengangkat kelingkingnya, setelah merasakan ada aura putih berjalan mendekatinya.
Sesaat kemudian, burung gagak yang awalnya hanya berjumlah satu ekor, menjadi banyak dan berbondong-bondong menyerang Ardi dan Rinto di tempat persembunyiannya di balik tembok pembatas antara asrama dengan pondok pengurus.
Ardi yang terperangah, langsung menutupi wajahnya dengan lenganya, Begitu pula Rinto. Asap putih tiba-tiba mengepul di sekitar Ardi, sontak Bu Erlin keluar dari pondoknya dan menghadang Ardi.
Matanya berkilat penuh kemarahan. Tubuhnya yang gemuk, menjadi tameng dari angin yang berhembus pembawaan dari jin Nurdin yang menaungi Ardi.
Bersambung

Komentar Buku (161)

  • avatar
    Dodi Cahyono Eko

    ceritanya sangat bagus...jadi ingat anak yang lagi mondok di pesantren..dia tinggal di asrama yg menurut ceritanya ada hal2 berbau horor..

    01/09/2023

      0
  • avatar
    Mobile Legendss

    that was awesome and nice

    2d

      0
  • avatar
    Afiq Fif

    best sangat

    3d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru