logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

7. Perempuan Itu

Masih sama seperti kemarin, pikirannya gelisah, melayang entah ke mana. Dari tadi ia hanya mondar-mandir bak mobil konstruksi slender yang sedang meratakan aspal.
Apa ia tidak lelah?
Di depan sebuah kamar Sally berhenti, sedikit mengernyitkan dahi.
Kamar ini? Kenapa aku tidak pernah bertanya tentang kamar ini pada Mas Raffi.
Rasa penasaran menyelimuti hati Sally. Ragu antara membuka atau mengabaikannya. Setelah sedikit perang batin, ia bertekad untuk membuka. Demi membunuh rasa penasarannya.
Perlahan ia memegang handle pintu dan menariknya ke bawah.
Ceklek!
Ternyata tidak terkunci.
Dinyalakanlah saklar dan terlihat begitu jelas isi kamar tersebut. Sebuah ranjang king size yang di depannya menggantung LDC TV entah berukuran berapa.
Di sampingnya terdapat sebuah meja dan rak buku berwarna jingga. Tidak mungkin suaminya menyukai warna jingga.
Yang lebih menarik perhatiannya adalah ada sebuah tirai yang dapat ia pastikan tidak ada jendela di baliknya. Lantas fungsi tirai itu untuk apa?
Tanpa ragu ia menyibak tirai tersebut. Debaran jantungnya menggila.
Ada sebuah foto di sana, seorang perempuan berhijab merah bata duduk berdampingan dengan laki-laki berkulit putih, yang ia tahu laki-laki tersebut adalah suaminya.
Bukan hanya itu yang membuatnya kaget. Ia juga mengenal sosok perembuan berhijab merah bata dalam foto tersebut.
Sally memundurkan langkah dengan sisa energi yang ia punya. Benar-benar tidak menyangka.
Bella. Iya, Bella. Perempuan itu adalah Bella, sahabatnya. Ia tidak mungkin salah mengenali wajah Bella.
Sedikit mengingat peristiwa beberapa bulan lalu, saat tiba-tiba Raffi meninggalkannya sendiri di taman. Saat itu ia menelepon Bella untuk menjemputnya, dan ia menolak.
Sama sekali tidak seperti biasanya. Ia juga ingat, saat itu suara Bella juga parau, khas orang habis menangis.
Apakah orang yang menelepon Mas Raffi saat itu adalah Bella?
Tapi Mas Mas Raffi bilang namanya Ana?
Sally mencoba mengingat nama lengkap Bella.
Bella? Ana? Apa namanya Anabella?
Ah ... tidak mungkin semenyeramkan itu.
Bodoh sekali ia tidak dapat mengingat nama karyawan sekaligus sahabatnya. Keterlaluan kamu, Sally.
Tetap di tempat ini tidak akan baik untuk pikirannya. Kembali Sally menutup tirai dan keluar dari kamar tersebut.
***
Sore hari, saat Raffi sudah pulang dalam mencari nafkah. Sally meletakkan segelas teh di meja depan Raffi, kemudian ikut duduk sampingnya, menyenderkan tubuhnya lelahnya di lengan kekar sang suami.
"Mas," sapa Sally sedikit ragu.
"Hm."
"Ceritakan sedikit tentang Ana, dong."
Hal ini tentu saja menimbulkan beberapa pertanyaan di hati Raffi. Tidak biasanya Sally bertanya sesuatu tentang urusan pribadi Raffi, terlebih masa lalunya.
"Kenapa tiba-tiba nanya Ana?"
"Ingin tahu aja." Sally memasang muka sepolos mungkin, bersandiwara seolah-olah ia tidak habis menemukan apa-apa.
"Nggak usah."
Sabar, Sally. Pelan-pelan.
Ia berusaha mendamaikan pikirannya. Sepertinya, semakin ia penasaran, Raffi akan semakin pelit informasi.
Dengan bergaya menyerah Sally menyandarkan punggungnya di sofa dengan sedikit mendesah lelah.
"Dia cantik."
Dua kata cukup membuatnya kaget. Sally langsung menoleh Raffi.
"Pintar memasak."
Sally melepas sandarannya dan menarik badan ke depan.
"Terus?" Sally menginginkan cerita lebih dalam lagi.
"Kamu memaksaku mengingat dia?" tanya Raffi.
"Aku cuma ingin tahu."
"Sudahlah. Tidak ada gunanya juga membicarakan dia." Raffi mengambil teh dan meminumnya.
Sepertinya aku harus mencari tahu dengan caraku sendiri.
***
"Dia cantik."
"Pintar masak."
Semua pujian Raffi terhadap Ana terekam sempurna di pikiran Sally. Menari-nari di sana seolah menertawakan kepayahannya.
Ana dan Sally, benar-benar dua orang yang berbeda. Ana penuh kesempurnaan, Sedangkan Sally tidak punya apa-apa yang bisa ia banggakan.
Hidupnya hanya ia habiskan di butik tanpa mau menggali kemampuan lagi. Mungkin juga sedikit kesalahan didikan dari orang tua yang selalu menuntutnya untuk belajar agama tanpa dimodali pengetahuan praktek urusan rumah tangga.
Hanya hapal dan paham surah An-Nisa' tanpa didampingi kemampuan memasak, tetap akan membuat perut suaminya rusak.
Beribu kali membaca surah Maryam jika kemampuan  dandannya tenggelam, Raffi pun tidak akan pernah sudi memandang.
Andai dulu ia menyempatkan waktunya untuk belajar memasak, pasti sekarang ia punya sedikit jurus untuk meyandingi kemampuan Ana.
Andai dulu ia meluangkan sedikit waktunya untuk bersolek, pasti Raffi tidak akan dengan mudah mengatakan 'cantik' pada Ana, di depannya.
Hanya memikirkan tanpa disertai sebuah tindakan, selamanya tidak akan menghasilkan. Sally bangkit dan menyadari sebuah kesalahan.
"Tidak masalah jika Ana adalah perempuan terbaik Mas Raffi dulu. Dan masa depan Mas Raffi adalah aku, bukan Ana."
Bergegas ia menuju dapur, memotong beberapa sayur dan daging segar yang tersimpan di lemari es kemudian menghaluskan bumbu-bumbu sesuai dengan resep yang tertera pada buku yang sedang ia baca.
Langkah terakhir, ia akan mematangkan semua bahan dan bumbu dengan cara memasaknya.
Bersyukur ia memiliki Raffi dengan profesinya yang sangat membantu mengasah kemampuan memasaknya.
Jika waktu dan tenaga Raffi tidak sempat ia dapatkan, setidaknya ada beberapa bukunya yang masih bisa ia praktekkan.
Handphone Sally berdering, membuat kegiatan masaknya sedikit terganggu. Dengan sigap ia lari ke kamar untuk mengangkat telepon.
Bisa mati jika yang menelepon adalah Raffi dan ia telat mengangkat panggilan.
Tanpa melihat ID pemanggil, Sally langsung mengangkat ponselnya.
"Sally ... kangeeeen ...."
Dengan lengkingannya, ia tahu jika yang berbicara di seberang sana adalah sahabatnya, Bella.
"Masih ingat aku, ternyata. Kirain lupa."
Tidak dipungkiri, Sally juga begitu merindukan sahabatnya.
"Yeee, ngambek."
"Ngapain telepon?"
Ada suara tertawa renyah di sana, "Udah, dong, ngambeknya. Maaf, ya, nggak bisa datang ke pernikahan kamu. Undangannya hilang." Kembali Bella tertwa.
Mereka mengobrol panjang lebar, melontarlan ucapan kangen layaknya sahabat yang bertahun-tahun baru bertemu.
Telepon benar-benar bisa meringankan hati Sally. Hanya dengan Bella ia bisa memunculkan jiwa aslinya, tanpa tertutup gengsi, jaim, atau sok alim.
Setelah cuap-cuap dengan Bella, kantuk Sally pun melanda. Tidur sebentar pasti dapat membuat jiwa dan raganya kembali segar.
***
"SALLY ...."
"SALLY ...."
"SALLY!"
Teriakan yang mengumandangkan namanya membuat Sally terkaget dan bangun dari tidurnya.
"SALLY!!!"
Belum tahu apa yang terjadi, tapi ia sudah takut setengah mati. Teriakan Raffi sungguh membuat jantungnya ingin pergi. Dengan setengah berlari ia menghampiri Raffi.
Astaghfirullah. Aku lupa mematikan kompor.
Matanya terperanjat. Alangkah kagetnya Sally ketika melihat dapur penuh asap. Ia takut, sangat takut. Terlebih dengan kemarahan orang yang ada di depannya.
"KAMU MAU BAKAR RUMAH INI? HA?"
"M--maaf. T-tadi aku --" Sama seperti suaranya yang bergetar, badannya juga tak kalah gemetaran.
"AKU APA? TIDUR? LUPA? ATAU MEMANG SENGAJA BUNUH DIRI?"
"M-maaf, Mas." Air matanya meluruh, tak sanggup ia tahan lagi.
Sehabis percakapannya dengan Bella, ia langsung tidur. Lupa jika sebelumnya ia tengah asyik memasak.
Beruntung Raffi yang menyempatkan diri untuk pulang karena ada sesuatu yang tertinggal di rumah. Dan ternyata ia mendapati rumah sudah penuh asap serta kobaran api di atas kompor gas.
Raffi yang sudah cekatan dalam hal ini dengan mudah memadamkan api tersebut. Sayang, ia tak bisa memadamkan api kemarahan pada sang istri.
"Bereskan sendiri semuanya."
Sally masih berusaha menetralkan degup jantungnya yang tak beraturan, sedangkan Raffi memilih meninggalkan Sally yang masih dalam keadaan kacau ketakutan.
Jangankan memberinya minum untuk sedikit menenangkan, untuk merendahkan suaranya saja ia tak bisa.
Beberapa detik kemudian ....
Bruk!!!
Raffi menoleh ke belakang. Tubuh Sally limbung, tak kuat menahan beban berat tubuhnya. Hilang sudah kesadarannya.
"Sally!"
***
Shalys Chan
www.shalyschan.com

Komentar Buku (63)

  • avatar
    LinataSelvi

    sangat bagus

    5h

      0
  • avatar
    SiwokOland

    tidak membuat bosan karena ada sisi lucunya

    13d

      0
  • avatar
    Kadek

    sangat bagus

    17d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru