logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

DIBLOKIR SUAMI_6

#DIBLOKIR SUAMI_6
"Ma, ngapain kamu?" Tanpa kusadari ternyata Mas Didi sudah bangun dari tidurnya.
Ponsel yang kini berada di genggamanku hendak di rebutnya, tapi kuhalangi Mas Didi. Malam ini juga aku ingin meminta penjelasan pada Mas Didi tentang kontak bernama Tejo di ponselnya.
"Kenapa, sih, Ma? Sini, kembaliin ponselku!" pinta Mas Didi. Sambil berusa meraih ponselnya.
"Tidak!" bentakku. Seketika Mas Didi terdiam. Memandangi aku tajam.
"Ma, kamu kenapa?" tanya Mas Didi lagi.
"Jelaskan sekarang! Siapa perempuan yang kontaknya kamu nama Tejo!"
Mata Mas Didi terbelalak sempurna. Ia terkejut dan tampak gelagapan. Kentara jika ia sedang berbohong.
"Jawab, Mas! JAWAB!" bentakku dengan suara keras.
Tak peduli lagi jika saat itu pagi buta. Suasana masih sunyi. Pasti banyak orang mendengar teriakkanku.
Mas Didi mengulas senyum dan mendekatiku. Kemudian ia meraih pundakku untuk dipeluknya.
"Oh, rupanya istri cantikku ini cemburu?" Daguku dijawil lembut oleh Mas Didi. Seperti biasa jika aku marah, Mas Didi akan berusaha merayuku agar aku tidak marah lagi. Tetapi, tidak untuk kali ini. Hatiku sudah terlalu sakit dengan kebohongan Mas Didi.
Aku berusaha untuk melepaskan diri dari Mas Didi. Sedikit beringsut mundur, menjauh dari lelaki pembohong yang berstatus suamiku.
"Jangan mengelak, Mas! Sudah ketahuan, masih saja kamu menutup semuanya!"
"Perempuan itu istrinya Tejo, Ma! Lagian mana mungkin aku macem-macem. Istri satu aja cantiknya begini, kok." Mas Didi mengecup bibirku mesra. Kalau sudah begitu amarahku luluh. Dan betapa bodohnya aku, ketika Mas Didi menggendong serta membawaku ke kamar kami, aku hanya diam saja.
Malam itu setelah aku dan Mas Didi terlibat dalam pergumulan hebat di ranjang kami, aku menyesali diri sendiri. Bisa-bisanya aku pasrah menerima nafkah batin dari Mas Didi. Sedangkan perbuatan bejatnya sudah banyak diketahui orang di dunia maya. Aku sangat bodoh. Perempuan macam apa aku ini?
Usai membersihkan diri, aku ke kamar Rasya. Niatnya malam itu aku tidur di sana. Rasa sakit masih mengimpit di dalam dadaku. Namun, aku tidak bisa memberontak. Aku tak berdaya saat Mas Didi memperlakukanku dengan sebaik-baiknya.
Dua jam lamanya di kamar Rasya, aku belum juga memejamkan mata. Pikiranku melayang mengingat ucapan wanita bernama Tejo KW. Siapa sebenarnya dirinya? Hatiku yakin jika perempuan itu bukanlah istri teman Mas Didi yang bernama Tejo. Justru Tejo itu nama samaran yang suamiku gunakan untuk mengelabuhiku.
💔💔💔
Sayup terdengar suara azan subuh berkumandang. Baru saja aku memejamkan mata, sekarang harus segera bangkit. Menjalankan tugas sebagai seorang muslimah. Mengadukan kepada sang pemilik kehidupan akan masalah yang sedang kuhadapi. Berharap Allah memberikan petunjuk terbaik untuk kehidupanku.
Dering ponsel jadulku membuyarkan konsentrasi saat aku memanjatkan doa. SMS masuk di pagi hari, siapa pengirimnya sungguh membuat penasaran. Segera kuraih ponsel jadul di atas meja. Setelah kubuka fitur pesan, ternyata Aira pengirimnya.
[Hai, Lu, lagi apa kamu?]
Segera kubalas pesan Aira setelah kubaca.
[Baru selesai salat, Ai. Ada apa, tumben SMS aku?]
Tak biasanya memang Aira mengirimkan SMS kepadaku. Kalau ada sesuatu penting Aira biasa berbalas pesan facebook denganku. Tetapi, pagi ini tidak, cukup membuatku penasaran dengan hal tak biasa yang Aira lakukan.
[Lu, kamu nggak berteman sama akun facebook Mas Didi?]
Ada apa tiba-tiba Aira bertanya demikian? Apakah ada unggahan baru di beranda facebook Mas Didi? Haruskah aku menceritakan semuanya pada Aira yang terjadi pada rumah tanggaku dan Mas Didi?
Setelah berpikir, akhirnya aku memutuskan untuk bercerita semua pada Aira. Jujur, aku memang butuh seseorang yang mampu menerima curahan hatiku. Tak mampu rasanya aku memikirkan masalah ini sendiri. Untung saja Aira selalu mau menerima semua keluh kesahku. Sejak sekolah dulu Aira memang sahabat terbaikku.
[Oh, jadi ada tanda-tanda Mas Didi berselingkuh, Lu? Jangan dibiarin, Lu, kamu harus bertindak. Tapi ... kami juga jangan keburu.]
[Bagaimana caranya, Ai, agar aku bisa mengumpulkan bukti-bukti bahwa Mas Didi beneran selingkuh?]
[Tenang aja, nanti aku pikirkan caranya. Aku bantu kamu, Lu.]
Setelah bercerita panjang lebar dengan Aira, aku merasa perasaanku lebih lega. Kembali aku menjalani aktivitas harian seperti biasanya sesuai permintaan Aira, agar Mas Didi tidak curiga jika aku sudah mengetahui tentang perselingkuhannya.
💔💔💔
Pukul enam pagi, mobil jemputan dari sekolah Rasya tiba. Kemudian Rasya berpamitan padaku dan Mas Didi. Tak lupa gadis kucilku mencium pipi dan tangan kedua orang tuanya ini. Aku bangga pada Rasya. Jika memang Mas Didi melakukan perselingkuhan, maka hartaku hanya Rasya seorang. Tak ada lagi di dunia ini yang lebih indah selain Rasya dan kedua orang tuaku.
"Pa, Rasya pergi sekolah dulu," pamit Rasya sambil meraih tangan papanya. Melihat adegan di depan mataku ada rasa nyeri di hati.
Andai kamu tahu, Rasya. Papamu tidak menganggapmu ada. Ingin rasanya aku memberontak. Mengulang ucapan Mas Didi saat di telepon. Namun, kupikir sekarang bukanlah waktu yang tepat. Aku ingin mempermainkan Mas Didi lebih dulu, sampai ia tahu rasanya sakit hati.
Saat sarapan pagi, tampak Mas Didi senyum-senyum sendiri menatap ponselnya. Aku menjadi kesal melihat pemandangan itu.
"Mas, kok, senyum-senyum aja, sih?" tegurku. Aku terus memandangi Mas Didi tajam.
Mas Didi sadar akan teguranku, ia kemudian meletakkan kembali ponselnya.
"Eh, enggak, kok, Ma." Hingga sejauh ini Mas Didi masih berusaha berkilah. Entah sejauh mana Mas Didi bisa menutupi kebohongannya selama ini.
"Enggak apanya? Jelas-jelas aku perhatiin dari tadi, tuh, kamu senyam-senyum sendiri. Jangan-jangan lagi chat sama Tejo, ya?"
Rupanya tebakanku mampu membuat Mas Didi terkejut, sehingga ia batuk-batuk karet tersedak. Semua makanan yang sedang dikunyahnya berhamburan keluar. Dalam keadaan seperti itu biasanya aku sangat mengkhawatirkan suamiku. Tetapi kali ini tidak.
"Ma, tolong air minumnya, dong!" pinta Mas Didi memelas sambil terbatuk-batuk.
"Ambil aja sendiri. Bisakan?" jawabku sinis.
Tanpa meminta lagi, Mas Didi menuang air minum sendiri ke dalam gelas yang sudah tersedia. Setelah sedikit baik, Mas Didi menatap ke arahku lagi.
"Kamu kenapa, sih? Suami lagi tersedak bukannya ditolong malah dibiarin. Kamu mau aku mati apa?" tanya Mas Didi kesal.
"Kenapa? Kamu belum jawab pertanyaanku. Benarkan kamu lagi berbalas pesan sama wanita yang nomornya kamu namai Tejo?" tebakku lagi. Aku yakin, Mas Didi saat merasa tersudutkan oleh tuduhanku.
"Sudahlah, Ma! Masih pagi, aku capek ribut." Mas Didi berusaha untuk menghindar. Ia meletakkan dengan kasar sendok dan garpu yang baru digenggamnya lagi. Kemudian beranjak hendak pergi ke kamar.
"Bukannya kamu yang memulai keadaan seperti ini, Mas? Kalau kamu mati membuat hidupku lebih baik. Kenapa kamu nggak mati aja sekarang?" kataku setengah berteriak.
"Apa? Dasar istri kurang aj*r kamu!" Mas Didi berbalik arah. Mendekati aku dan hendak mendaratkan tangannya ke pipiku.
Aku memejamkan mata dengan rapat. Tak lagi bisa menghindar. Hanya bisa pasrah menerima tamparan Mas Didi.
"Didi! Hentikan!" Namun, sebuah suara menghentikan perbuatan Mas Didi.
Next ....

Komentar Buku (95)

  • avatar
    DroopNoo

    bagus

    14d

      0
  • avatar
    RifandiAch

    sangat bagus dan nyaman

    08/08

      0
  • avatar
    HarsonoToto

    mantapp

    23/07

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru