logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

DIBLOKIR SUAMI

DIBLOKIR SUAMI

Cha Raney Alfian


DIBLOKIR SUAMI_1

#DIBLOKIR SUAMI_1
Aku sedang menunggu Rasya di taman sekolahnya saat Mbak Dina menelepon.
"Kamu ke rumah Ibuk dong, Dek," katanya setelah menjawab salamku.
"Insya Allah, Mbak. Ini aku masih di sekolah Rasya."
"Pokoknya balik dari sekolahan, langsung ke rumah Ibuk, ya, Dek! Mbak tunggu!"
"Mbak di rumah Ibuk?"
"Iya, dong. Buruan ke sini, ya!"
"Oke, Mbak. Sepulang dari sini aku langsung ke sana, ya. Kangen sama Mbak."
Mbak Dina adalah kakak kandungku. Dia tinggal di pulau Sumatera, ikut suaminya yang pindah dinas ke sana. Sudah hampir dua tahun kami belum bertemu lagi semenjak dia pindah ke sana empat tahun lalu. Ah, rindu sekali rasanya dengan kakakku satu-satunya itu.
Setelah anakku keluar kelas, aku langsung bergegas mengajaknya ke rumah Ibuk. Kami pergi tanpa berganti pakaian terlebih dahulu. Kalau pulang dulu, takutnya malah kehujanan dan tidak jadi berangkat ke rumah Ibuk, karena awan hitam sudah menggantung di langit sekitar sini. Lagipula, dari sekolah Rasya ke rumah Ibuk lebih dekat dibanding ke arah rumah kami.
Sesampainya di rumah Ibuk, segera berpelukan dengan Mbak Dina. Sementara anakku langsung lari ke pelukan neneknya. Senang sekali akhirnya bisa bertemu kembali dengannya.
"Mbak tambah cantik aja ...." Aku menggoda Mbak Dina.
Mendengar itu, Mbak Dina malah tertawa. Kakakku tahu betul kebiasaan usilku dalam menggodanya. Aku pasti akan menggodanya mati-matian sampai pipinya merona, setiap kali kami bertemu.
Biasanya memang seperti itu, tetapi kali ini aku berkata begitu sungguh-sungguh. Mbak Dina tampak lebih cantik kali ini. Wajahnya bahkan terlihat sepuluh tahun lebih muda. Berbanding terbalik denganku. Hal itu membuatku sedikit minder berdekatan dengannya kini.
"Lu, kamu masih suka nulis?" tanya Mbak Dina saat kami duduk di teras rumah Ibuk, menikmati rintik hujan sambil menikmati secangkir wedang jeruk dan sepiring pisang goreng kesukaan kami.
"Masih, Mbak."
"Kamu nulis apa sekarang, Dek?"
Aku diam. Bingung harus menjawab apa. Sudah lama sekali aku menggantung pena. Kurang lebih sudah tiga tahun lamanya. Sejak Rasya mulai aktif merangkak di usia enam bulan.
"Dek ...."
"Udah lama aku nggak nulis lagi, Mbak."
"Loh, kok gitu, Dek?"
"Sibuk, Mbak.
"Rasya udah sekolah gitu, kok, Dek. Pasti ada waktu luang, kan, walau cuma dua atau tiga jam? Bisa tuh buat disambi nulis, Dek."
Benar juga kata Mbak Dina. Aku sekarang punya sedikit waktu luang sejak Rasya mulai masuk sekolah dua bulan lalu. Harusnya waktu menunggu Rasya sekolah, aku gunakan untuk menulis. Hanya saja ....
"Sekarang nulis bisa menghasilkan uang loh, Dek. Siapa tahu kamu bisa dapat penghasilan dari hobi kamu itu."
Benarkah yang dikatakan Mbak Dina? Kenapa aku tidak tahu, ya? Wah, aku jadi semangat ingin kembali menulis cerita.
Dulu, sedari masa sekolah, aku memang suka menulis cerita. Aku biasanya membuat cerita pendek dan cerita bersambung. Cerita-ceritaku hanya tayang di mading sekolah. Meski begitu, aku sangat senang setiap kali ada yang membacanya.
Hobi menulisku masih berlanjut hingga aku menikah empat tahun lalu. Bedanya, setelah berumah tangga, aku hanya menulis cerita di buku. Lalu, ketika mulai mengenal media sosial, aku rajin memposting potongan-potongan ceritaku di beranda akun facebookku.
Mbak Dina menjelaskan tentang grup menulis di facebook. Aku juga diberi tahu beberapa aplikasi cerita berbayar. Menurut Mbak Dina, menulis di sana bisa menghasilkan uang.
"Tapi, Mbak ...."
"Tapi apa, Dek?"
Aku merogoh saku, mengeluarkan ponsel klasik milikku. Ponsel yang hanya bisa digunakan untuk berbalas pesan dan panggilan telepon saja.
"Loh, kamu belum ganti hape juga, Dek?"
Aku menggeleng. Ponsel ini sudah tiga tahun kugunakan setelah ponsel lamaku rusak tercebur bak mandi oleh Mas Didi. Mas Didi membelikan ponsel ini sebagai gantinya. Kata Mas Didi, lebih baik aku memakai ponsel sederhana agar lebih fokus mengurus anak kami.
"Ya udah, nih, kamu pake hape Mbak aja." Mbak Dina menyodorkan ponsel di tangannya kepadaku.
Ponselnya jenis keluaran terbaru. Masih mulus seperti baru. Bisa kutaksir, harganya dua kali lipat gaji Mas Didi.
"Lah, terus Mbak Dina pake apa kalo yang ini buat aku?"
"Udah, tenang. Mbak masih ada hape satu lagi, kok."
"Makasih banyak ya, Mbak."
"Sama-sama, Dek. Pokoknya, Mbak mau kamu nulis lagi, ya?!"
"Siap, Mbak!"
💔💔💔
Aku pulang dari rumah Ibuk dengan perasaan gembira. Mbak Dina memang selalu baik dan peduli padaku. Kakakku itu memang paling mendukung hobi menulisku sejak jaman sekolah dulu. Menurut Mbak Dina, aku mempunyai bakat yang tak dimiliki semua orang. Sayang kalau bakatku dibiarkan begitu saja.
Setelah sampai di rumah, aku segera mengutak-atik ponsel pemberian Mbak Dina. Mumpung Rasya sedanh tidur pulas dan Mas Didi masih belum pulang kerja. Pekerjaan rumah pun sudah kubereskan semua.
Pertama, aku membuka aplikasi facebook menggunakan ponsel itu. Syukurlah, Mbak Dina memberiku ponsel beserta kartu internet yang telah terpasang. Aku jadi tidak perlu repot memindahkan kartu dan membeli paket data untuk menggunakannya.
Kubuka akun facebookku. Sudah lama sekali aku tidak membuka akunku di aplikasi itu. Untungnya, aku masih ingat alamat email dan passwordnya.
Saat akunku berhasil terbuka, aku langsung mengecek pesan. Ternyata banyak sekali pesan yang dikirim ke akunku sejak tiga tahun yang lalu. Pesan teratas dari sahabatku semasa sekolah, Aira.
Pesan itu dikirim satu bulan yang lalu. Dia menanyakan kabarku.
[Maaf baru bales, Ai. Kabarku alhamdulillah baik. Kamu gimana?] balasku.
Setelah pesan terkirim, aku beralih ke kabar beranda. Membaca status-status beberapa teman yang lewat. Ternyata, banyak yang berubah dari tampilan aplikasi ini selama tiga tahun tak terjamah olehku. Aku sempat kebingungan juga ketika membaca waktu postingan yang melompat-lompat. Padahal, dulu saat aku masih aktif bermain facebook, di beranda akan berurutan postingan sesuai jam mereka membagikannya.
Sekitar setengah jam aku sibuk membaca status dan berita-berita yang bermunculan di beranda, sebuah notifikasi muncul. Aira membalas pesanku. Segera saja kubuka pesan itu.
[Alhamdulillah aku baik juga, Lu. Ih ... kirain nggak bakalan dibales sama kamu.]
[Hehehe. Maaf, Ra. Aku baru buka fb lagi soalnya ini.]
[Tau, deh, yang sekarang sibuk.]
[Hehehe. Iya nih sibuk sama anak.]
Setelah itu, Aira tidak lagi membalas pesanku. Akunnya offline. Aku kembali sibuk berselancar di beranda dan mencari grup kepenulisan yang diceritakan Mbak Dina tadi.
Saat aku sedang asik mengikuti sebuah cerita bersambung, sebuah pesan kembali masuk dari Aira.
[Sibuk jalan-jalan, kali. Hehehe. Aku iri deh, Lu. Kamu makin mesra aja ya sama suamimu. Gak kayak aku.]
[Hehehe. Kok, kamu tau aku makin mesra sama suamiku? Kamu kenapa emangnya, Ra? Cerita dong sama aku.]
[Itu, aku lihat di akun suamimu. Posting foto romantis sama kamu terus. Foto jalan-jalan mulu lagi. Mana kamu langsing banget sekarang. Aku jadi iri deh.]
Benarkah Mas Didi sering memposting kemesraan kami di akun media sosialnya? Ah, romantis juga ternyata suamiku. Kami memang pernah berlibur ke Bali enam bulan lalu. Mungkin fotonya diposting di sana. Aku jadi penasaran ingin melihatnya.
Tanpa membalas pesan Aira terlebih dulu, aku mencari akun suamiku di kolom pencarian. Aneh, aku tidak menemukan akun suamiku dengan nama aslinya. Mungkinkah Mas Didi menggunakan nama lain? Lebih baik, kuperiksa saja di bio pada profilku. Toh, status kami menikah di akun facebook satu sama lain.
Nihil. Akun Mas Didi tidak kutemukan. Bahkan sudah kutelusuri satu per satu daftar pertemananku yang hanya tiga ratus. Tetapi, tidak juga kutemukan akun Mas Didi.
Akhirnya, kuputuskan membalas pesan Aira. Menanyakan nama akun Mas Didi.
[Masih pake nama yang dulu, kan, Lu. Emang, suami kamu punya akun lain, ya?]
Akun Mas Didi masih yang dulu. Lalu, kenapa aku tidak bisa menemukannya? Sementara akun Aira saja masih berteman dengan akunnya.
Karena penasaran, aku mencari akun Mas Didi menggunakan mesin pencari global. Kutetik nama lengkap Mas Didi. Didi Ariyandi. Dari hasil pencarian, terdapat beberapa akun media sosial dengan nama itu. Kutelusuri satu per satu sesuai foto profilnya. Ketemu, itu akun suamiku dengan foto profil wajahnya.
Next ....

Komentar Buku (95)

  • avatar
    DroopNoo

    bagus

    15d

      0
  • avatar
    RifandiAch

    sangat bagus dan nyaman

    08/08

      0
  • avatar
    HarsonoToto

    mantapp

    23/07

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru