logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Part 2

Madu di Pernikahan Kedua
#balasan_cantikku_sang_mantan_janda
🌟🌟🌟
Seperti biasa aku bangun sebelum subuh, bergegas mandi karena semalam aku baru saja memberi hadiah pada Mas Bendu, sebagai ucapan terima kasih karena sudah diberi izin untuk bekerja.
"Mas, bangun." panggilku pelan membangunkan suami dengan menggoyangkan-goyangkan kakinya. Tidak ada respon apapun dari Mas Bendu mungkin terlalu lelah.
"Mas, Mas bangun udah mau Subuh." panggilku sekali lagi.
Dia menggeliatkan badan lalu beberapa detik kemudian duduk. Dia tersenyum indah padaku membuat jantungku berpacu lebih cepat.
"Udah mandi saja kamu, Dik." sapanya.
"Udah dong, Mas. Sana mandi, nanti kita sholat berjamaah ya." suruhku. Untung di kamar suami ada kamar mandi, jadi seisi rumah tidak perlu tahu kapan aku 'bermain' dengan suami.
Setelah Mas Bendu mandi kami pun melaksanakan sholat secara berjamaah. Runitas seperti biasa jikalau aku sedang tidak halangan.
Setelah sholat berjamaah aku pun melanjutkan aktivitas berkutat di dapur menyiapkan sarapan untuk seisi rumah, sedangkan Mas Bendu tampak memainkan gadgetnya, mungkin sedang bermain game.
Pagi ini aku hanya memasak nasi goreng untuk sarapan sedangkan untuk makan siang ibu dan Nini ku buatin telur dadar ditambah sayur bayam. Lagian di bawah tudung saji masih ada ayam dua potong dan juga ikan kering campur kentang balado.
🌟🌟🌟
"Mas, yuk berangkat. Aku udah rapih nih." ajakku pada Mas Bendu yang masih mematut diri di depan cermin.
"Yuk." jawabnya dengan senyum-senyum padaku.
"Kok senyum-senyum, Mas. Aku jadi tersipu malu."
"Kamu cantik." pujinya, membuat pipiku merona seperti dikasih blash-on.
"Memangnya kemarin-kemarin aku nggak cantik, Mas?" ujarku sembari membulatkan bibir.
"Cantik, tapi sekarang lebih cantik." godanya lagi. Ya wajar saja sekarang aku terlihat lebih cantik, berdandan seadanya untuk mencari pekerjaan. Mana tauan nanti ada lowongan kerja yang langsung interview.
Ibu dan Nini tengah duduk di ruang tamu sembari memainkan gadgetnya masing-masing sontak terperangah melihat aku sudah berpakaian rapi. Mereka menatapku dari ujung kepala hingga ujung kaki
"Bendu, itu istrimu mau kemana pagi-pagi sudah rapi. Kalau cuma ke pasar nggak musti berpakaian rapi begitu lah, lebay banget." ucapnya ketus dengan menatap masam padaku, belum lagi ujung bibirnya yang sedikit menyungging.
Aku hanya memberikan senyum tipis pada mertuaku itu, palingan beberapa detik lagi Mas Bendu bakalan jelasin.
"Ini lho bu. Liodra katanya mau nyari kerjaan, mumpung belum hamil." jawab Mas Bendu santai.
"Wah baguslah kalau kakak nyari kerja daripada banyak nyantai di rumah ini. Masa iya Mas, aku udah capek beres-beres rumah Kak Liodra malah ongkang-ongkang kaki di rumah." kata-kata yang keluar dari mulut Nini begitu sangat berbanding terbalik dengan kenyataan. Hatiku memanas mendengarkan penuturannya ingin sekali ku remas-remas pake ulekan cabe biar tambah dower bibirnya.
"Haa, apa Ni? Bukannya......." belum selesai aku bertutur kata, ibu menyahut bagai petir gledek.
"Kerja Ben? Kalau kerja kapan punya momongan kamunya. Ingat, usia Lio juga tua dari kamu 4 tahun. Kalau kerja pasti bakalan sibuk, orang yang mau program hamil itu kudu banyak istirahat." protes ibu.
"Kalau rezeki in syaa Allah nggak kemana kok, Bu." jawab Mas Bendu.
"Yes, aku dibela suami tercinta. Nggak salah aku pautkan hati padanya setelah Sholat Istikharah selama seminggu untuk menentukan pilihan saat itu." bisik-bisik dari dalam naluriku.
"Yasudah, Bu. Kami berdua pamit dulu ya." ucap Mas Bendu sambil meraih tangan ibu untuk di cium.
"Eh, bentar dulu. Ben, ibu minta duit 50 ribu dong." ujar ibu menengadahkan tangan ke Mas Bendu.
"Bukannya tunjangan gaji Ayah masih ada, Bu?"
"Itu mana cukup sampai akhir bulan Ben, minggu kedua udah habis duitnya."
"Bendu belum gajian Bu." elak Mas Bendu. Aku hanya memperhatikan gerak-gerik ibu yang mencurigakan di mataku.
"Ya kalau di kamu nggak ada tanyalah sama istri mu ini. Ibu perhatiin sejak dua bulan kalian menikah gajimu cepat habis ya, Ben. Pasti Liodra boros."
"Iya, Mas. Sama pelit juga istrimu ini lho Mas. Masa aku nitip sarapan kagak dibeliin." Nini ikut nimbrung menyudutkan ku, tangannya masih asyik memainkan gadget.
"Astagfirullah, enggak Mas. Aku nggak ada kayak gitu." protesku. Kali ini mulutku enggan terkunci, mereka akan semakin menjadi-jadi kalau aku diamkan.
"Udahlah, kok jadi ribut begini. Dik, kamu masih pegang uang nggak?"
"Ada, Mas 50ribu pas. Tapi...."
"Nah, itukan ada istrimu Ben. Mana Lio?" tangannya menengadah ke arah Mas Bendu tadi, kini beralih padaku.
"Iya, memang ada Mas. Tapi 'kan aku mesti pegang uang juga buat ongkos pulang nanti." jelasku.
"Gini aja, besok Mas 'kan gajian. Kamu kasih aja dulu duit 50ribu ke ibu, terus kamu besok aja nyari lowongan kerjanya yah daripada h
jadi ribut gini malu kalau kedengaran sama tetangga." jelas Mas Bendu menengahkan.
Aku hanya diam saja dengan wajah kusut, kusodorkan duit 50ribu ke ibu. Lalu kucium punggung tangan Mas Bendu. "Yasudah kamu hati-hati ya Mas."
Aku balik badan masuk ke dalam kamar. Hatiku sakit diperlakukan seenaknya oleh mertua dan ipar. Tak kupedulikan Mas Bendu yang memanggil-manggil namaku saat aku masuk ke dalam kamar.
"Tuh, perempuan begitu kamu nikahin juga 'kan ibu sudah bilang dulu jangan nikah sama janda." terdengar samar cerocos mertua ketika aku sudah berada di dalam kamar.
🌟🌟🌟
Tak lama terdengar deru sepeda motor, mungkin Mas Bendu mau berangkat kerja, "Maaf Mas, hari ini aku tidak melepas kamu pergi kerja. Selamatkan suamiku dalam perjalanan Yaa Allah." bisikku dalam hati.
Aku tak menyangka dapat mertua dan ipar jahat untuk kedua kalinya. Cukup rasanya aku ditindas ketika pernikahanku yang pertama. Cukup juga sebulan lebih aku menerima sindiran, umpatan, dan sergahan dari mertua. Belum lagi ipar tidak tahu diri, dia harusnya lebih giat mencari kerja, bukan lenyeh-lenyeh seperti anak bayi di rumah.
"Yaa Rabb kuatkan hatiku untuk menghadapi mereka. Beri aku kesabaran yang lebih banyak dan jauhkan aku dari fitnah mematikan. Lindungilah keluarga kecilku yang baru seumur jagung ini Yaa Allah."
"Lio, Liodra, buka pintunya. Kamu jadi menantu tahu diri dikit. Ini rumah ibu saya bukan kamu. Ingat kamu hanya numpang di sini." pintu kamarku digedor tanpa jeda bahkan bunyinya sangat kuat, kalau bukan karena segan enggan sekali aku meresponnya.
Liodra? Kamu? Nini berani memanggilku selancang itu? Dasar anak bau kencur.
"Ada apalagi sih, Ni. Kamu bisa sopan nggak sama aku. Bagaimanapun aku lebih tua dari kamu." serangku ketika pintu sudah kubuka.
"Lancang kamu, ya. Ingat ini rumah saya, kamu cuma numpang di sini. Dasar mantan janda tidak tahu diri. Persetan dengan umurmu yang tua itu. Udah tua, pernah janda lagi." tangannya melipat di depan perut ditambah ujung bibirnya yang menyungging. Kalau tidak menghargai Mas Bendu, sudah ku mutilasi nih anak.
"Cukup ya, Ni. Aku sudah berusaha menahan hati untuk tetap menghormati kamu sebagai adik iparku. Tapi kalau kamu terus-terusan seperti ini, aku juga tidak akan tinggal diam. Terus kalau aku mantan janda, memangnya ada masalah dengan kamu" tantangku.
"Iya, sejak kamu masuk di keluarga ini saja sudah menjadi suatu bencana besar bagi kami. Hohoho, berani kamu ya sekarang nantangin saya. Lihat saja akan saya adukan pada Mas Bendu. Kita lihat saja siapa yang akan dipercaya oleh Mas Bendu, aku dan ibu atau kamu istri yang pernah menjadi janda."
"Silakan saja. Aku terima tantangan kamu, kita lihat siapa yang akan menang pada akhirnya." serangku dengan menghadiahkannya sebuah senyum tipis.
Dia mendengkus kesal meninggalkan aku yang masih berdiri di pintu kamar. Lalu berlalu keluar dari rumah. Aku tidak tahu dia kemana dan juga tidak mau tahu.
Aku menjorokan kepala sedikit keluar menyisir seluruh ruangan. Tidak tampak batang hidung ibu, mungkin dia di kamar atau sedang kelayapan seperti rutinitasnya.
Di depan kamar ada ruang tengah yang biasa kami jadikan tempat makan. Kamar Nini paling depan sejajar dengan ruang tamu. Sedangkan kamar ibu sejajar dengan dapur tetapi pintunya mengarah ke ruang tengah. Minimalis saja tidak terlalu kecil dan juga tidak terlalu besar.
Ku henyakkan pantat di bibir ranjang, bulir bening jatuh perlahan membasahi pipiku. Memang ada yang salah dengan status janda yang pernah ku sandang? Tidak ada satupun wanita yang ingin gagal dalam pernikahan.
Ku ambil gawai di dalam tas, bermaksud untuk mencari informasi lowongan kerja lewat instegriem. Mana tauan ada posisi yang cocok dengan ku. Semoga langkahku mendapatkan pekerjaan di ridhoi Allah.
Bukan bermaksud niat membalas pada mereka yang menzolimiku. Aku hanya ingin 'bercanda cantik' dengan ibu dan Nini. Lihat saja, waktu yang akan membuktikan bahwa Nini dan ibu akan bertekuk lutut di hadapanku.
🌟🌟🌟
Sepeda motor Mas Bendu menderu di halaman rumah, aku tentu sudah hafal.
"Assalamualaikum." sahut Mas Bendu, "Waalaikumsalam." akupun membalas salam suamiku, berjalan menjemputnya ke pintu depan.
Belum sempat aku meraih tangannya, dia sudah menyentakan kasar memberi kode jika Mas Bendu tak sudi ku sentuh. Dia melangkah cepat masuk ke dalam kamar. Ibu dan Nini yang sedang nonton pun dia lengahi.
Ku tutup pintu depan lalu menyusul Mas Bendu ke kamar, "Rasain lu, Lio. Hahahha." terdengar kikikan Nini. Feeling ku berkata lain, ada sesuatu yang dia lakukan.
"Mas, yuk kita makan dulu." ajakku. Tak ada jawaban apapun yang keluar dari mulutnya. Padahal aku tahu dia sedang berpura-pura tidur.
Lama aku menunggu sambil duduk di bibir ranjang, tak juga ada sahutan apapun. Kuputuskan untuk tidur, sengaja ku miringkan tubuh ini supaya bisa berhadap-hadapan dengan Mas Bendu, rupanya dengan sigap dia memutar posisi tidurnya yang kini memunggungiku.
Ada dua kemungkinan yang membuat dia semakin marah padaku. Ah sudahlah, besok saja ku pikirkan masalah ini. Aku juga butuh istirahat supaya lebih kuat hati menghadapi dua lucknut di rumah ini.
🌟🌟🌟
Suara alarm bersahutan membangunkan aku dari tidur. Kubuka mata perlahan, sontak aku terbelalak melihat Mas Bendu sudah sholat duluan, tanpa membangunkan ku untuk melaksanakan sholat berjamaah seperti rutinitas yang biasa kami lakukan.
"Semarah itukah kamu padaku, Mas. Tidaklah terbuka matamu untuk melihat siapa yang tersakiti oleh kejadian kemarin." keluhku dalam hati.

Komentar Buku (51)

  • avatar
    NoepRoslin

    👍👍👍

    08/01

      0
  • avatar
    Nur Ashikin Nasir

    hmm itsokay

    13/07/2023

      0
  • avatar
    MohamadNazlia

    terbaik

    01/04/2023

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru