logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Ineffable

Ineffable

Nana Kitty


00

Sepuluh menit lagi jarum jam weker berbentuk hello kitty itu menunjuk pukul delapan. Kanaya muncul dari pintu toilet di kamarnya dengan tergesa-gesa, dan melempar handuk ke sembarang arah. Lantas duduk di tepi kasur, dia sigap menyelipkan kakinya pada slip on baymax warna abu-abu yang santai dan casual itu.
Gara-gara ketiduran dari pukul lima sore tadi, Kanaya sampai melewatkan waktu sholat Maghribnya. Bangun-bangun Kanaya baru teringat, pacar sekaligus kakak kelasnya dari SMP itu merayakan hari ulang tahun spesial sweet seventeennya malam ini.
Irsyad Mahendra, namanya.
"Duh.. semoga gue gak telat deh!"
Selesai menyisir jari rambutnya, Kanaya yang kini berbalut hoodie beserta skinny jeans itu langsung menyambar paper bag di atas meja belajar dan meluncur keluar. Setelah pintu rumah dikunci, dia buru-buru melajukan sepedanya menuju rumah Irsyad, yang jaraknya tak begitu jauh.
Melesat menyusuri jalanan kompleks yang sepi dengan pencahayaan temaram, Kanaya mengayuh pedal sepedanya cepat-cepat, semangat 45. Dalam hati terus berdoa dan tetap berpikir postitif kalau Irsyad tentu tidak akan mungkin melewatkan acara itu tanpa kehadiran dirinya.
Kanaya Pusparani, yang sejak lima bulan lalu menjabat sebagai pacar. Setelah pendekatan selama dua tahun di SMP, dan satu tahun selanjutnya saat keduanya berpisah sekolah. Irsyad baru berani nembak saat Kanaya mulai bersekolah di tempat yang sama, SMA Harapan Bangsa.
"Happy birthday to you.. happy birthday to you.. happy birthday.. happy birthday.. happy birthday to you.."
Di pinggir kolam renang yang sudah dihias sedemikian rupa oleh balon berbagai warna beserta lilin-lilin elektrik itu, dengan kompak teman-teman Irsyad bernyanyi sembari bertepuk tangan. Pun, dua orang tua yang setia mendampingi di sisinya.
".. Tiup lilinnya.. tiup lilinnya.. tiup lilinnya sekarang juga.. sekarang juga.. sekarang juga.."
Senyum tak lekang dari wajah itu, Irsyad yang terlihat tampan walau hanya mengenakan kaos santai dibalut kemeja kotak-kotak yang kancingnya dibiarkan terbuka. Menghadap ke arah lilin angka 17 yang menancap di atas kue tart besar dan ada tulisan namanya itu.
"Ayo nak, kamu tiup lilinnya.." bunda Irsyad menginteruksi, sambil mengusap pelan lengan berotot anak perjakanya itu. Momen inilah yang sudah ditunggu-tunggu, tiup lilin.
Persis. Di luar Kanaya baru saja tiba, dia langsung menyambar paper bag berisi kotak kado dari keranjang sepedanya dan berlari terbirit-birit masuk lewat halaman samping. Sampai di tempat kakinya sejenak mengerem, meski terhalang oleh beberapa lelaki di depannya Kanaya masih bisa melihat Irsyad dari kejauhan.
"Ya amplop.. lo ganteng banget si kak.."
Bibirnya terkulum perlahan, dalam hati terbesit sebuah getaran yang membuat punggungnya menghangat. Dengan tatapan memuja, jari-jari Kanaya saling menyatu di depan mulut. Merasa begitu beruntung bisa menjadi pacar Irsyad, si most wanted yang amat disegani satu sekolah.
Kanaya berjalan mendekat, sambil bergumam 'misi..' ia menyelip dan harus berdesak-desakan di antara kakak-kakak kelas sebelas itu, yang notabene cewek-ceweknya anggun dengan berpakaian mini dress.
Tiba di barisan terdepan, begitu banyaknya teman yang diundang sampai-sampai Kanaya tidak sengaja menubruk seorang cowok yang tadinya stay cool melipat tangan di dada, hingga badannya terdorong nyaris terjun ke kolam renang.
Napas Kanaya seakan terhenti saat mendapati pelototan dari cowok itu dengan gigi-gigi bergemeletuk pelan. "Apa-apaan sih lo hah! Nyari ribut!"
Di situ, pandangan pertama terjadi.
Andika Firmansyah, namanya. Pemuda tampan dengan sejuta pesona, teman sekelas Irsyad sejak kelas sepuluh. Dia menatap tajam Kanaya yang cengo mampus sebelum menelan ludahnya kasar.
"So..sori, kak." Kanaya menyatukan kedua tangan di depan wajah.
Semua pasang mata di area itu tertuju padanya. Termasuk Rudi dan Alina orangtua Irsyad. Sempat menjadi pusat perhatian, Kanaya hanya bisa meringis menampakkan deretan gigi rapihnya, sambil menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal.
"Untung gak nyebur!" kesal sendiri, Andika menggeram lirih. Tidak terbayang betapa malu dirinya jika beneran nyemplung ke dalam kolam renang itu. Mungkin, jadi bahan lelucon, tikus got ganteng.
"Damai kak, sumpah gak sengaja." Kanaya mengangkat dua jari membentuk huruf V. "Tadi kesandung kaki siapa tuh di belakang,"
"Gak sengaja-gak sengaja! Enteng banget lo ngomong!"
"Jangan marah-marah kak, ntar cepet tua."
"Apa lo bilang!"
Spontan Kanaya menutup mulut dan menggeleng keras. Lalu menghadap depan dan fokus melihat ke arah Irsyad. Perdebatan itu harus berakhir lantaran Irsyad sudah bersiap-siap untuk meniup lilin. Saat itu, dalam sekali tarikan napas Irsyad meniup kencang udara lewat mulutnya sampai nyala api di lilin itu padam.
"YEEEEEEEEE!"
Wajah-wajah bahagia terpancar jelas dari orangtua Irsyad. Semua bersorak kencang sambil bertepuk tangan meriah. Kanaya yang paling heboh sampai berjingkrak-jingkak penuh semangat dengan muka berseri-seri, persis seperti baru mendapat hoki.
"WHOOOOO! PIBESDE KAKAK! AKU DISINI PADAMU, KAK! I LAP YUUU! HAHAHAH!"
Begitu melengking suara indahnya, Andika yang berada tepat di samping Kanaya sampai menutup telinga dan melirik tajam, lagi. "Norak banget si nih bocah aelah! Dasar ababil!"
Kanaya hanya menjulurkan lidah menanggapinya. Masa bodoh dengan Andika, memandang Irsyad membuat hatinya berbunga-bunga. Anehnya, pacarnya itu sama sekali tidak berekspresi saat bertemu pandang dengan Kanaya, bahkan ketika Kanaya melambaikan tangan.
"Haii.. kaka...k!"
Kala itu, senyum luntur dari bibir Kanaya. Sedetik kemudian, terjadi perubahan di raut wajahnya. Semua memang sudah tahu, dua murid SMA Harapan Bangsa itu pacaran. Andika sendiri yang kini bisa merasakan kejanggalan pada kontak mata dua sejoli itu, pun tak ambil pusing.
Karena pikiran Andika hanya ingin segera pulang. Karena dia paling tidak betah berada di tempat yang dikelilingi banyak orang seperti itu. Kalau bukan Irsyad yang memaksa, mungkin Andika juga tidak akan datang. Baginya, cowok merayakan ulang tahun itu terlalu menye-menye.
"Baiklah.. sekarang waktunya untuk.. make a wish.."
Celetukan sang papa, diangguki oleh Irsyad. Ia lalu memejamkan mata dan membisikkan doa dalam hati, yang hanya dia dan Tuhan yang tahu.
"Ya ampuuunn.. pacar gue ganteng banget si! Jadi gak sabar deh, pasti ntar potongan kue ke tiga buat gue!" Setelahnya, Kanaya tertawa sendiri.
Dasar cewek aneh! Demikian si cuek Andika mengumpatnya dalam hati. Hingga mama Irsyad menginteruksi untuk memotong kue. Semua pasang mata fokus pada Irsyad ketika momen itu dilaksanakan dengan khidmat.
Irsyad memegang pisaunya, lalu menancapkan di tengah-tengah kue, menekan turun hingga memotong sedikit, dan menaruh di piring. "Potongan yang pertama ini, aku persembahkan untuk mama yang sudah membesarkanku dengan tulus sampai tujuh belas tahun ini."
"Terima kasih nak.."
Dan, tepuk tangan yang meriah mengiringi pelukan mereka. Dilanjut potongan kedua, Irsyad memberikan untuk sang papa, dilanjut pelukan sesaat dan tepuk tangan dari teman-temannya lagi. Termasuk Andika yang kelihatannya tidak ikhlas.
Tiba potongan ketiga, ini yang amat mendebar-debarkan jantung Kanaya. Irsyad memotong kuenya perlahan, dan meletakkannya di piring kecil. Dengan seulas senyum tipis, dia bergeming dari balik meja kecil itu.
"Potongan yang ketiga.. gue kasih untuk orang yang spesial di hati gue."
Tak ayal, siulan dan cie-cie mulai bersahutan dari teman-teman. Orang tua Irsyad hanya saling melempar pandang dengan senyum bahagia. Sementara Kanaya sudah tidak sabar, bahkan ia mirip cacing kepanasan sambil gigit jari. Apalagi ketika Irsyad mulai berjalan mendekat. Kanaya semakin geer dan tersipu malu.
Gue terima kuenya kak.. gue terima!
Persis. Tiba di hadapan Kanaya, Irsyad mengerjap. Hingga susah payah cewek itu menelan salivanya. Irsyad benar-benar ganteng malam ini, dan pesonanya selalu membius hati Kanaya sampai mendidih.
"Kue ini.. gue berikan untuk.."
Ucapannya menggantung. Sampai menimbulkan bisikan-bisikan rumpi tukang gosip dari arah belakang.
"Pasti buat Naya deh,"
"Seratus persen dikasih ke Naya!"
"Iyalah, siapalagi! Yang jelas gak bakalan buat kita-kita,"
"Padahal gue pengeeen, uhuhuhuu.."
Mempersiapkan diri, dengan senyum tertahan Kanaya lalu menegapkan punggungnya ketika Irsyad pelan-pelan kini mulai menyodorkan piring kecil itu. Disaat yang sama, tangan Kanaya terangkat dan menengadah.
Jantungnya berdegup tak karuan.
Tapi..
"Ini buat lo, Dahlia."
Dahlia Anindita. Teman seangkatan Irsyad, primadona di kalangan IPS. Kue itu tiba-tiba berpindah haluan ke arahnya dengan tidak terduga. Jauh sekali diluar pikiran Kanaya.
Pias.
Jleb!
Kanaya mematung di tempat, persis ketika cewek cantik nan modis di sebelah kirinya menerima kue itu, lalu cipika-cipiki dengan Irsyad. Tak jauh berbeda, cewek-cewek tukang rumpi di arah belakang mulai ikut heboh mempertanyakan maksud ucapan Irsyad tersebut.
"Makasih ya, Icad." Dahlia tersenyum tipis saat itu. Lalu mendapat sekali kedipan manis dari mata Irsyad.
Icad..
Panggilan sayangnya. Seperti ada yang menyendat di tenggorokan, Kanaya menoleh dan menatap dua sejoli itu dengan mata berkaca-kaca. Bahkan, lidahnya terasa kelu untuk berucap, menyaksikan kebahagiaan tersirat di wajah Irsyad dan Dahlia.
"Kak.. ma--maksud lo.." Kanaya bergumam dengan bibir bergetar. Namun, belum sempat terlontar pertanyaaan-pertanyaan yang bersarang di dalam kepala, Dahlia dan Irsyad beralih menatapnya.
"Apa maksud semua ini, kak! Kenapa kakak malah.." tak kuasa melontarkan habis kalimatnya, Kanaya menunjuk kue itu berada di tangan Dahlia.
Kecewa.
"Sebelumnya gue minta maaf, Nay, kayanya.. kita lebih cocok jadi kakak-adekan deh, bukan pacaran. Soalnya, selama gue jalan sama lo, gue berasa kaya ngemong adek gue. Emang, lo baik, nyenengin, gue selalu seneng setiap ada di deket lo. Tapi.. kadang-kadang sikap lo tuh.. masih kekanak-kanakan tau gak? Childish! Masalah kecil aja, sering banget lo gede-gedein, gak cuma sekali-dua kali. Sebenernya, udah lama juga gue bosen ngadepin elo, cuma.. ya gue tahan aja karena gue kasian sama lo."
Sungguh menyakitkan. Relung dada Kanaya sesaknya bukan main akibat penuturan Irayad detik itu. Seperti dijatuhkan dari langit ke tujuh. Lalu dihempaskan ke lautan paling dalam.
"Dan, sekarang gue gak mau boong-boong lagi, semakin kesini.. perasaan gue ke elo emang semakin.. hambar. Gue udah gak bisa maksain hati gue, Nay. Jadi.. maaf banget, mulai detik ini, mending kita udahan aja ya?" lanjut Irayad tanpa perasaan.
Jleb! Lagi.
Paper bag berisi kado itu terjatuh.
Demi apa? Apakah Kanaya sedang bermimpi? Rasanya seperti ada panah yang menancap di ulu hati Kanaya, lalu hatinya retak dan menjadi kepingan-kepingan tak berarti. Tapi pertahanan Kanaya terbilang masih cukup kuat untuk diruntuhkan percuma di sana.
"Lagian di luar pasti masih banyak kok cowok yang lebih baik dari gue dan bisa menerima elo apa adanya. Pokoknya, sekarang gue mau kita PUTUS." Irsyad berujar dengan penuh penekanan di kata terakhir.
Tekanan darah Kanaya seakan-akan menurun drastis. Area wajahnya langsung memucat, badan dingin, disertai lutut yang terasa lemas bagai tak bertulang. Mungkin jika ia berkedip sekali saja, air matanya pasti akan tumpah ruah dengan deras.
Mestinya gue tadi gak usah dateng kalo bakalan kaya gini endingnya..
Dan, Andika adalah satu-satunya penonton yang bisa merasakan pekatnya atmosfer patah hati di sana.

Komentar Buku (66)

  • avatar

    ceritanya bagus kak !!! di tingkatkan lagi kak 💪🏻💪🏻 semangat buat ceritanya kak 😉😉

    26/01/2022

      3
  • avatar
    HasyimMUHAMAD

    sangat baik untuk dibaca

    29d

      0
  • avatar
    AhmadNayip

    bagus

    13/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru