logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 4. Sang Cassanova

Semira duduk termenung di teras rumahnya. Insiden di kafe tadi membuatnya lelah. Benar-benar lelah, baik fisik maupun psikologisnya.
Meski ini bukan pertama kalinya dia dituduh sebagai pelakor. Namun ini pertama kalinya dia dipermalukan seperti itu di depan khalayak ramai. Apalagi dia juga mengalami luka secara fisik akibat serangan wanita tadi. 
Perasaannya sekarang bercampur aduk antara malu, marah, kecewa dan sedih. Ada prasangka diperlakukan secara tidak adil dalam hatinya.
Bagaimana pun dalam insiden tadi dia sama sekali tidak bersalah. Dia hanya memenuhi undangan dari rekan bisnisnya.
Seharusnya makan siang tadi menjadi peluang yang bagus untuknya maupun Chandra untuk bekerjasama dalam proyek yang tengah mereka kerjakan.
Namun sayang semua menjadi berantakan karena kedatangan seorang wanita yang kemudian menyerangnya secara membabi-buta. 
Tindakan agresif wanita tadi membuat Semira tidak habis pikir. Bagaimana bisa wanita itu mencaci maki dan menyerangnya tanpa bertanya terlebih dahulu. 
"Hah, mungkin wanita-wanita seperti itu yang membuat para lelaki mencari suasana lain di luar rumah. Terkadang mereka tidak menyadari jika mereka sendirilah yang telah memberi peluang hadirnya orang ketiga dalam hubungan mereka," gumamnya dengan kesal.
Beruntung tadi dia ditolong oleh para anggota Black Lotus, tim sepeda gunung asuhan Irawan salah satu koleganya di kantor. Jika tidak entahlah apa yang terjadi pada dirinya. Pria yang tadi menolongnya cukup sigap, sehingga dia terhindar dari cedera fatal. 
"Aku lupa, aku belum berterimakasih padanya dengan benar." Semira menepuk dahinya. Dia hanya berucap terimakasih sekadarnya pada pria tadi. 
"Ah aku juga lupa menanyakan nomor teleponnya, dan malah memberinya kartu namaku." Kembali Semira mengeluh. Situasi tadi membuat pikirannya kacau. 
Dia hanya berharap pria tadi menghubunginya terlebih dahulu. Kalaupun tidak dia akan meminta nomor teleponnya pada Irawan. Toh mereka satu tim, pasti mereka saling memiliki nomor kontak setiap anggota tim.
Ditengah kegalauan hatinya, smartphone-nya berbunyi. Sepertinya ada notifikasi pesan yang masuk.
Semira melirik benda canggih yang tergeletak di atas meja. Sebuah pesan dari nomor yang tak dikenalnya.
Semira mengacuhkannya. Dia jarang menerima pesan atau panggilan dari nomor yang tidak dikenalnya. Terlalu sering itu hanya spam belaka.
Kembali smartphone-nya menerima pesan. Masih dari nomor yang tidak dikenalnya. Semira mengambil smartphone-nya dan membukanya.
Lebih dari satu kali menerima pesan dan dalam jarak waktu yang berdekatan, meski dari nomor yang tidak dikenalnya, bisa saja itu sebuah pesan yang penting. Itu yang menjadi pertimbangan Semira untuk tidak mengabaikan pesan itu.
@Damar
[Ibu Semira]
[Bagaimana keadaan ibu sekarang?]
[Damar]
Sebuah pesan yang membuat Semira tersenyum. Pesan dari pria yang tadi menolongnya.
@Damar
[Bagaimana dengan luka di kepala ibu?]
[Semoga hanya luka kecil saja dan cepat sembuh ya bu]
Pesan keduanya masih menanyakan keadaannya. Semira tidak mengira pria itu akan mengiriminya pesan di saat dia tidak tahu bagaimana menghubungi pria penolongnya itu.
@Semira
[Saya baik-baik saja Mas Damar]
[Hanya luka kecil saja kok.]
[Nanti juga sembuh]
Balas Semira untuk pesan dari pria tadi. 
@Semura
[Terimakasih banyak ya Mas Damar atas bantuannya tadi]
[Maaf tadi saya tidak sempat berterimakasih dengan benar]
Sambungnya lagi dalam balasan pesannya.
@Damar
[Sama-sama ibu]
[Nggak perlu sungkan, sudah seharusnya saya menolong]
Balasan yang cukup sopan dari pria itu membuat Semira tersenyum. Di masa kini jarang pria muda seperti Damar yang cukup santun dalam berkomunikasi di media sosial.
@Semira
[Iya Mas]
[Pokoknya terimakasih banyak]
[Ini nomor Mas kan?]
[Saya save ya]
Semira kembali membalas pesan dari Damar.
@Damar
[Oke, silakan save saja bu]
[Ya sudah, saya hanya mengkhawatirkan luka ibu tadi]
[Semoga lekas sembuh ya bu]
Saling berbalas pesan ini berlangsung hingga beberapa saat kemudian. Meski hanya sekadar pertanyaan basa-basi namun cukup menghibur Semira.
Setidaknya pria itu memperhatikannya. Sedangkan Chandra sama sekali tidak menanyakan kondisinya setelah insiden tadi. Satu pun pesan darinya tidak ada sama sekali.
Semira kesal dengan sikap Chandra ini meski dia juga memakluminya. Dalam situasi seperti itu apa yang bisa dilakukan seorang lelaki?
Jika tidak bisa menenangkan  wanitanya pastilah pertengkaran dan perdebatan terjadi di antara mereka. Atau mungkin juga justru saling mendiamkan.
Semira tidak mau ambil pusing dengan apa yang terjadi diantara mereka berdua. Toh itu bukanlah urusannya. Sudah cukup insiden tadi menguras emosinya.
Biarlah hal lain menjadi resiko mereka berdua. Karena insiden seperti tadi bermula dari hubungan keduanya. Bukan karena dirinya.
Damar tersenyum saat pesannya dibalas Semira. Dia tidak berharap ucapan terimakasih dari wanita itu. Damar hanya ingin wanita itu mengetahui nomor teleponnya dan menyimpannya.
Dengan begitu dia bisa berkomunikasi dengan Semira tanpa terlalu mencolok. Membuat wanita dekat dengannya dan kemudian jatuh hati padanya adalah hal kecil bagi Damar.
Wanita seperti Semira mudah di dekati asal pria tahu cara memperlakukannya. Dan Damar tahu harus bagaimana memperlakukan Semira jika ingin mendapatkannya.
Semira bukan satu-satunya wanita yang menarik hatinya. Baginya semua wanita itu menarik dan memiliki kecantikan masing-masing. 
Tidak ada standar yang pasti baginya untuk menilai seorang wanita. Baginya semua wanita sama saja. Tidak ada atau tepatnya belum ada wanita yang istimewa di matanya selama ini.
Wanita baginya sosok yang harus dipuja, dimanja, disayang, dinomorsatukan dan dilindungi. Itu berlaku bagi semua wanita yang dekat dengannya.
Namun jangan pernah menanyakan soal cinta padanya. Bagi Damar cinta persoalan yang berbeda. Dia tidak butuh untuk dicintai atau mencintai. 
Selama ini dia hanya membutuhkan para wanita untuk menemani hari-harinya. Untuk melepaskan egonya sebagai seorang lelaki. Untuk melepaskan hasrat tanpa melukai perasaan dan harga diri para wanitanya.
Damar tidak pernah pusing dengan urusan cinta dan sayang. Setiap dekat dengan seorang wanita, dia bisa jatuh cinta atau bisa juga hanya tertarik saja atau bahkan tidak ada rasa sama sekali. Dan semua itu akan lenyap dalam waktu singkat.
Jatuh cinta atau tidak, menurutnya para wanita itu perlu untuk dibuai hati dan perasaannya. Biarkan mereka merasa menjadi yang teristimewa maka cinta tidak diperlukannya lagi. Dengan sendirinya para wanita itu memberikan apa saja yang dikehendakinya tanpa dia harus memintanya.
Damardjati memang seorang cassanova sejati. Meski memiliki banyak wanita disekitarnya dia tidak pernah dipusingkan dengan kecemburuan diantara mereka.
Karena itu dia tidak mengerti bagaimana bisa terjadi insiden seperti di kafe tadi. Bagaimana seorang pria tidak mampu mengendalikan wanitanya. Dan membuat kekacauan yang mempermalukannya.
"Semira seandainya kau wanitaku, akan kupastikan hal seperti tadi tidak akan pernah terjadi. Akan ku pastikan kau selalu aman bersamaku," gumamnya lirih.
Tetapi benarkah dia tertarik pada wanita itu? Atau hanya karena insiden tadi membuatnya memperhatikan wanita itu?

Komentar Buku (79)

  • avatar
    AnandaMutiara

    sukaa

    11d

      1
  • avatar
    GustiGilang

    aplikasi ini sangat bagus

    16/08

      0
  • avatar
    Aziz Abdul

    cara naik duet nya gmna ygy

    21/01

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru