logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Pakai Uangmu Dulu

Pakai Uangmu Dulu

NIEN17


BAB 1

Kedatangan Ipar
******
“Dek … dek, cepet sinikan dompetmu,” kata Bang Randa.
Lana yang masih sibuk memilih sayuran di tukang sayur pun kaget.
“Ish, lama kali lah kau ini.” Kata Randa sambil mengambil dompet dari tangan Lana.
“Lho Bang, buat apa?” Tanya Lana, sambil menahan malu, karena ibu-ibu yang sedang membeli sayuran di tukang sayur sontak menatap ke arah mereka.
Tanpa menjawab pertanyaan Lana, Randa langsung menuju rumah.
Lana yang kebingungan hanya terdiam.
“Mang, nitip dulu ya belanjaan saya,” kata Lana ke Mang Wawan tukang sayur.
“Iya Neng, taroh saja di situ,”
Dengan tergesa Lana berjalan menyusul Randa kerumahnya. Di iringi dengan bisik-bisik dari para ibu yang ada di situ.
“Bang! Adek mau bayar belanjaan di Bang wawan gimana?”
“Pakai duitmu dulu!” Teriak Bang Randa.
“Kan uang adek di dompet semua, Bang?!”
Bruughh!
Dompet Lana di lemparkan oleh Randa hampir saja mengenai muka Lana.
“Itu ambil dompetmu! Uangnya hanya sedikit, bahkan tidak cukup untuk beli paket data!” teriaknya lagi.
“Jadi … kamu menyusul ke tukang sayur hanya untuk beli paket data, bukankah baru satu minggu yang lalu paket datamu aku isikan,”
Randa hanya diam tetap meneruskan maen game, dia tidak mau menanggapi istrinya.
Lana bergegas mengambil belanjaannya yang dia tinggal di tukang sayur.
“Kirain ga jadi belanja Mbak,” kata Mang Wawan.
“Jadi Mang, dirumah sedang ga ada persediaan,”
Lana mengambil ikan, sayur dan bumbu yang sudah dia pilih tadi.
“Berapa totalnya mang?” Tanya Lana.
“Ikannya 20rb, sayuran dan bumbu 15rb neng, total semuanya 35rb,” kata Mang Wawan.
“Ini ya Mang,”
Karena hari ini hari minggu, Lana punya banyak waktu untuk beberes dan masak.
Di hari biasa karena bekerja kadang dia hanya membeli lauk jadi yang di jual di warung makan.
“Bang, nanti bantu aku membersihkan daun-daun mangga ya,” pintanya pada Randa.
Braaghhhh ….
“Kamu ga liat, aku lagi sibuk dek!” katanya sambil memukul meja ruang tamu dengan keras, karena kesenangannya bermaen game online terganggu oleh permintaan istrinya.
“Astaghfirullah Al Adzim,” kata Lana sambil mengusap dadanya karena kaget.
Begitulah kelakuan suaminya kalau kesenangannya bermaen game online terganggu. Dia bahkan tidak segan-segan untuk melempar benda yang ada di dekatnya.
Lana tidak berani untuk melanjutkan pembicaraan, daripada nantinya mereka akan bertengkar dan dia jadi sasaran kemarahan Randa, lebih baik dia diam saja melanjutkan beberes rumah dan masak.
“Dek, kamu masak apa hari ini?” Tanya Randa.
“Ikan pindang, tumis kacang panjang dan sambal terasi, Bang,” jawab Lana.
“Cuma itu saja, Kak Mayang akan datang kerumah Ibu. Aku mau membawakannya masakan Kamu, tapi kalau hanya masak itu saja mana berselera mereka, masakan orang kampung!” cemooh Randa.
“Kamu juga ga bilang apa-apa tadi, pas aku akan ke tukang sayur,” kata Lana.
“Kamu tuh ya bisanya hanya melawan ke suami, seharusnya kamu mengerti, masak hal sepele saja harus aku kasih tau,”
“Lho Bang, aku bukan ahli nujum yang tau, kalau Kakakmu akan datang. Makanya Bang perlu komunikasi dalam keluarga, bukan hanya komunikasi dengan hape saja?!” Tegas Lana.
Lana dan Randa memang hanya tinggal berdua di rumah itu, karena memang belum di karunia anak, sedangkan keluarga Randa tinggal tidak jauh dari rumah yang mereka tempati.
Rumah yang mereka tempati adalah warisan dari Neneknya Lana sebagai cucu perempuan satu-satunya. Di desa ini juga ketika sedang liburan di tempat neneknya Lana bertemu dengan Randa.
Akhirnya setelah menikah dengan Randa, tiga tahun yang lalu Lana ikut tinggal di Desa Subur Makmur, karena Neneknya sekarang ikut dengan Pamannya di kota tempat tinggal yang sama dengan orang tua Lana, keluarga besar memutuskan agar Lana yang merawat rumah Neneknya.
Daripada harus mengontrak ataupun tinggal di rumah mertuanya.
Sewaktu di kota dulu Lana adalah wanita bekerja, tapi karena harus ikut suami, dia memutuskan untuk berhenti bekerja untuk fokus menjadi ibu rumah tangga.
Randa suaminya, bekerja di kantor desa. Itu membuat keluarganya sangat bangga.
Sebenarnya dari segi pendidikan, pendidikan Lana lebih tinggi dari Randa.
Lana sudah adalah sarjana, yang sedang melanjutkan kuliah S2nya tanpa di ketahui oleh Randa.
Sedangkan Randa hanya mengenyam pendidikan sampai dengan bangku D3.
Setelah selesai memasak, Lana langsung beres-beres rumah. Dia tidak mau kalo rumahnya terlihat berantakan.
Apalagi tadi pagi Randa memperbaiki motornya otomatis, teras samping berantakan dengan peralatan bengkel dan sisa-sisa oli motor.
“Bang, ini masih di pake ga?” Tanya Lana.
“Apaan sih?! Kamu bisanya ganggu aja!” Teriak Randa dari dalam rumah.
“Peralatan motor kamu ini lho Bang, aku mau beberes,” sahutnya.
“Eh … jangan di ganggu, itu belum beres aku kerjakan,” kata Randa.
“Kalo belum selesai ya di selesaikan, aku lho mau beberes. Nanti kalo rumah berantakan aku juga yang salah,” gerutu Lana.
“Kamu tuh cerewet banget sih, heran aku,” terdengar Randa menyahut dari dalam rumah.
Padahal dia lebih cerewet, kata Lana dalam hati.
Kriiiiiing … kring …. Terdengar panggilan dari gawai Randa, Lana yang sedang membereskan sisa kekacauan yang di buat suaminya segera menghentikan pekerjaaanya.
Gawai sengaja di loudspeaker oleh Randa biar Lana bisa mendengarkan pembicaraannya dengan ibu.
[ Assalamualaikum, Ran kamu jadikan kesini?]
“Waalaikumsalam, iya Bu, sebentar lagi aku kesana,”
[Ibu belum sempat masak, ini lho Kakakmu sudah hampir sampai, Lana masak apa?] terdengar ibunya Randa bertanya.
“Lana hanya memasak ikan pindang dan tumis kacang panjang saja,” jawab Randa sambil memandang Istrinya.
[Bawa saja sekalian kesini, ya Ran! Kesian Kakak kamu kalau sampai disini belum ada makanan apa-apa, sekalian suruh Lana belanja untuk makan siang di rumah Ibu.]
Perintah ibu Randa melalui sambungan telepon.
“Iya bu, siang ini mau masak apa?” Tanya Randa.
[Masak opor ayam kampung, sama daun singkong tumis enak kayaknya, nanti biar Lana masak di rumah ibu saja. Sekalian beli kue-kue di toko kue, biar ada cemilan buat cucu-cucu Ibu. Sudah ya Ran, kamu cepetan kesini.]
Klik.
Sambungan telpon pun telah terputus tanpa sempat di jawab oleh Randa.
Uuhhh, kebiasaan. Kalau ada tamu di rumah ibu pasti aku yang repot. Batin Lana, sambil melanjutkan beberes teras samping.
“Dek, dengarkan apa yang ibu tadi bilang, buruan ke pasar!” Perintah Randa kepada Lana.
“iya Bang, iya denger, tunggu aku bereskan ini dulu,”
“Cepatlah nanti keburu siang, nanti Kak Mayang sudah duluan sampai,” kata Randa lagi.
Kalau kakak sulung Randa yang datang semua keluarga di buat repot oleh ibu mertua Lana, maklum anak perempuan satu-satunya datang, dari kota pula.
Ibu mertuanya sangat bangga kepada Mayang, karena bersuamikan pegawai di sebuah perusahaan besar katanya, dengan gaji yang besar dan fasilitas yang oke punya.
Tidak heran kalau di depan orang desa ini ibu selalu membangga-banggakan Mayang.
“Bang, aku sudah siap,” kata lana.
“Semua masakan kamu tadi sudah kamu masukkan ke rantang?” Tanya Randa.
“Ga semuanya bang, aku sisakan buat makan malam kita,” jawab lana.
“Gimana sih kamu, mana cukup kalau disisakan. Bawa semua!” Perintah Randa lagi.
Dengan terpaksa Lana membawakan semua masakannya ke rumah mertuanya.
Sesampai di pasar, setelah menurunkan Lana.
Randa berkata. “Kamu, belanja saja. Nanti pulangnya pake ojek aku langsung kerumah ibu!”
“Bang uang untuk belanja mana?” Tanya Lana.
“Pakai saja uangmu dulu, dek,” jawabnya. Yang sukses membuat mata Lana melotot.
*****

Komentar Buku (117)

  • avatar
    LaeBambang

    manatapA

    11h

      0
  • avatar
    SukijanSuki

    saya baru coba semoga berhasil

    1d

      0
  • avatar
    Yudi Soraya

    Saya mau Diamond

    4d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru