logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 6 : Tongkat Penjaga Portal Dimensi

"Sebagai penjaga portal dimensi kau harus bisa menggunakan tongkat itu."
Aneh, padahal aku masih di perjalanan menuju pulang ke rumah. Aku mendengar suara yang tak asing berhembus di telingaku. Itu suara Bathlazor. Belum juga ke Arkhturian tapi sudah mendengar suara itu.
Bis kota tepat berhenti di halte depan gang menuju ke rumah. Aku dan penumpang lainnya turun dari bis. Seperti biasa aku berjalan masuk ke gang itu. Meski batinku penuh dengan tanda tanya. Apakah hari ini Bathlazor akan mengajariku segala hal tentang tongkat itu?
***
"Bangunlah..."
"Ha? Aku...kenapa di tengah jalan?"
Aku tak tahu bagaimana ceritanya bisa terbangun di tengah jalan Arkhturian. Bagaimana kalau ada kuda atau unicorn lewat? Bisa terlindas dan tinggal nama iya.
"Maaf Tetua Bathlazor...."
Tanganku sibuk membersihkan debu dan kotoran yang menempel di baju.
"Tidak apa, Meredith. Ambil tongkat itu."
Kuambil tongkat yang bersandar di depan rumah Keldirk. Iya, tongkat ini yang dulu pernah membakar sedikit bagian rumah Keldirk.
"Sebenarnya tongkat itu ada cerita apa dibaliknya dan kenapa hanya bisa kugunakan?"
"Tongkat ini ikut menghilang keberadaannya bersamaan dengan hilangnya kau. Keldirk yang menyampaikan padaku bahwa saat kau ada di rumahnya, tongkat ini pun muncul."
"Misterius sekali!"
"Ini bukanlah tongkat sihir biasa. Tongkat ini bisa membuka portal menuju ke dimensi lainnya."
"Sangat bahaya jika jatuh ke tangan makhluk jahat!"
"Tapi mereka tak akan pernah bisa menggunakannya. Lihatlah baik-baik pada bagian tongkatnya."
"Ukiran apa ini?"
"Ini adalah mantra pengunci yang sengaja diukirkan untuk mencegah bahaya."
"Maaf kalau aku terlalu banyak tanya. Apa sesungguhnya tugas dari penjaga portal dimensi."
Aku merasa lebih baik menanyakan di awal daripada makin penasaran. Lagipula ini kan tugasku, bukan sebuah permainan belaka.
"Penjaga portal dimensi memiliki tugas yang sangat berat! Sebab makhluk di dimensi manapun akan mencoba menembus masuk kemari maupun masuk ke dunia manusia di dimensi ketiga. Tujuannya tak lebih untuk merusak atau merampas apapun yang ada disana."
"Jadi, aku butuh belajar banyak untuk bisa menggunakan tongkat ini dengan baik?"
"Bukan hanya sekedar menutup dan membuka portal dimensi. Kau pun juga bisa melawan para penyusup dengan tongkat ini."
"Baiklah, Tetua. Tolong ajari aku."
***
Bukan menggunakan mantra biasa seperti Keldirk saat hendak mengeluarkan sihirnya. Aku harus bisa menggambar simbol-simbol di atas tanah. Bentuk simbolnya seperti apa aku pun tak tahu.
"Misalnya, kau mau mengeluarkan api. Niatkan kuat dalam hati. Energinya akan tersalurkan ke tanganmu dan tongkat itu."
"Baiklah aku coba, tapi tidak apa kan? Tidak akan membakar apapun disini?"
"Tidak apa. Aku masih ada bersamamu, Meredith."
Aku takut kejadian di rumah Keldirk terulang kembali. Apalagi ini latihannya benar-benar dekat dengan rumah penduduk. Mataku mulai terpejam dan fokus membayangkan api.
Saat mataku terbuka, tangan ini rasanya seperti bergerak begitu saja. Aku cukup kaget! Kenapa tiba-tiba rasanya tak mampu menahan tanganku sendiri. Diatas tanah sudah sedikitnya tergambar simbol-simbol aneh.
"Jangan kau tahan, Meredith! Biarkan saja tanganmu menggambar sendiri simbolnya dengan tongkat itu."
Aku tidak lagi menahannya. Saat mulai terbentuk gambar lingkaran, api menyembur keluar dari simbol tadi. Aku sampai terjatuh karena begitu kagetnya melihat kobaran api dihadapanku.
"Apinya semakin membesar, Tetua!"
"Tekan tongkatmu di dekatnya, Meredith. Maka apinya akan mengarah ke depan. Keluar dari tongkatmu."
Eh, iya benar apa kata Bathlazor! Saat ku tekan tongkatnya didekat simbol tadi, apinya berpindah keluar dari tongkat. Dia bilang juga untuk menghentikannya cukup katakan dalam hati "Berhenti!"
"Berhenti!"
Apinya langsung hilang dan simbol tadi juga enggak ada lagi. Aneh, kok bisa seperti ini ya? Berarti aku pun disini memiliki kekuatan juga. Padahal di dimensi ketiga, rasanya biasa saja. Bathlazor mendekatiku lalu memegang tanganku.
"Selain api, kau bisa mencoba elemen alam lainnya."
"Boleh aku mencobanya disini untuk elemen lain seperti air?"
"Cobalah, Meredith! Supaya kau menguasai tongkat milikmu sendiri."
Aku mulai membayangkan air, tanganku sudah bisa bergerak sendiri dan menggambar simbolnya diatas tanah. Termasuk hal lain yang cukup aneh yaitu, cahaya. Aku bisa mengeluarkan cahaya yang begitu terang dari tongkat ini. Tapi untuk apa?
"Apa ada makhluk yang sangat takut dengan cahaya terang?"
"Ada! Mereka jenis goblin dan makhluk kegelapan lainnya. Saat mereka hendak muncul, awan hitam akan menutupi langit agar sinar matahari tidak menyentuh mereka."
"Jadi, tugas penjaga portal antar dimensi adalah melawan mereka dan mengembalikannya ke dimensi yang sesuai?"
"Terkadang kita tidak harus melawan. Ada yang mau dikembalikan secara sukarela."
Bathlazor mengajakku duduk sebentar. Ya, aku anggap ini sesi istirahat dari latihan. Meski kelihatannya mudah, hanya dengan meniatkan saja maka kekuatan alam apapun akan keluar dari tongkat dan simbol itu. Tapi tetap itu menguras tenaga ku. Lihat saja keringat sudah mengucur deras. Padahal disini udaranya terhitung dingin.
"Meredith, tugas sebagai penjaga portal dimensi bukanlah hal mudah. Itulah kenapa kau pun memiliki kehidupan lain di dimensi ketiga. Tujuannya agar makhluk lain yang tersasar disana bisa kembali ke dimensi asalnya."
"Bagaimana caranya mereka bisa tersasar di dimensi ketiga?"
Senyum misterius yang menjadi khas Bathlazor sang Tetua ditunjukkannya lagi padaku. Ia mengusap kepalaku seperti anaknya sendiri. Ah, rasanya aku seperti berhadapan dengan ayahku sendiri.
"Manusia terkadang sadar maupun tidak mengundang mereka untuk berbagai keperluan. Ada dua kemungkinan bagi mereka. Jika betah, justru tak mau kembali. Tapi bagi yang tidak, mereka ingin kembali hanya saja tak tahu caranya. Membuka portal antar dimensi bukanlah hal yang mudah. Bisa dianggap pelanggaran dan mengacaukan dimensi lainnya. Untuk itulah, kenapa hanya kau dan beberapa yang ditunjuk saja boleh membukanya."
Aku mengangguk mulai paham. Berarti tidak semua makhluk tak kasat mata yang aneh wujudnya itu asli dari dimensi ketiga. Ada juga yang berasal dari dimensi diatasnya.
"Jadi, mereka yang ingin kembali tentu saja senang jika kubantu."
"Ya, begitulah Meredith. Nah, kita latihan lagi. Kali ini untuk menghadapi makhluk yang akan menyerangmu jika mereka tak mau kembali ke dimensi asalnya."
***
Latihan kali ini aku harus serius menyerang Tetua Bathlazor seperti layaknya musuh sungguhan. Uugh.. dia kan lebih kuat dariku. Rasanya mustahil aku bisa melakukan itu padanya. Kekuatanku dan tongkat ini kurasa tak akan bisa menghadapinya.
"Majulah, Meredith! Gunakan semua kekuatan yang tadi sudah kau pelajari."
Ini rasanya seperti baru belajar, tiba-tiba langsung ada ulangan harian. Hatiku masih ragu untuk mengeluarkan kekuatanku yang sesungguhnya.
"Jangan pernah meragukan kemampuanmu sendiri. Ayo, hadapi aku!"
Aku mulai mantap menghadapi sosok yang menjadi guruku saat ini. Segala yang kupelajari tadi langsung kukeluarkan. Ternyata Tetua juga menyerangku balik. Raut wajahnya serius banget! Nyaris beberapa kali aku kena serangannya.
"Aaa...!"
"Sreet!"
"Duk! Buk!"
Punggungku... terhantam pohon di belakang. Rasanya luar biasa sakit. Mataku sempat berkunang-kunang. Aku ingin menyerah saja!
"Apa hanya ini saja kemampuan seorang penjaga portal antar dimensi? Lemah!"
Apa katanya? Aku lemah? Kata yang selalu kudengar dan paling benci untuk mendengarnya sekian kali. Sudah cukup dulu aku selalu diejek lemah.
"Aku enggak lemah!"
"Kalau begitu, lawan aku!"
Sempat kulihat Keldirk hendak masuk ke rumahnya. Tapi dia mundur dan malah menontonku bertarung dengan Tetua Bathlazor. Aku mengeluarkan serangan bertubi-tubi. Rasanya semua sudah kulakukan tapi kembali dia berhasil memukulku mundur.
"Aa...! Sakiiit...!"
"Tetua, tolong berhenti! Dia sudah tidak kuat lagi."
"Dia harus dilatih dengan keras, Keldirk. Kau tahu sendiri bagaimana dulu aku melatihmu."
"Tapi dia perempuan, Tetua. Kekuatannya tidak akan sekuat laki-laki."
"Justru seharusnya dia lebih kuat dari makhluk apapun yang ada di dimensi enam ini, Keldirk. Bagaimana jika dia berhadapan dengan musuh yang sangat kuat? Dia adalah... ah, nyaris aku mengucapkannya disini!"
Keldirk akhirnya yang membantuku berdiri. Aku merasakan darah keluar dari mulutku. Napasku tersengal tak mampu lagi rasanya untuk bertahan. Tapi tadi Tetua hendak mengatakan sesuatu. Apa yang dia sembunyikan dariku?
***
Aku terbangun dengan kondisi seluruh badan sakit luar biasa. Gawat! Padahal hari ini ada rapat penting di kantor. Aku harus mendampingi Pak Manajer.
"Perutku... sakit sekali!"
Ternyata efek serangan Bathlazor sangat terasa sampai di dimensi ketiga ini. Aku coba untuk menidurkan kembali tubuhku sampai rasa sakitnya reda. Enggak pernah mengira kok begini jadinya ya!
***

Komentar Buku (102)

  • avatar
    TujuhenamMulhimah

    lumayan

    04/08

      0
  • avatar
    AnjiiSurya

    keren banget cuyyy

    13/05

      0
  • avatar
    AthayaAzka

    bagus

    14/04

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru