logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 4 : Sapriolio Curieliem

Tidak selamanya aku mengikuti Keldirk meski soal tinggal masih di rumah dia. Setelah ini, aku juga harus mengikuti yang lainnya. Seperti Elfhalia dan Lio, serta aku harus belajar dari mereka.
"Jadi, gak selalu ikut kamu?"
"Untuk hari ini dan tiga hari kedepan ikutlah bersama Lio. Kau bisa belajar menggunakan pedang dan berburu."
"Lio itu bukannya yang suka ribut ribut sama kamu kan?"
"Yaah...begitulah. Tapi dia juga masih dibawah bimbingan Tetua Bathlazor."
"Jadi...dia sebenarnya siapa sih?"
Keldirk yang baru saja menempelkan cangkir tehnya dibibir akhirnya menurunkannya lagi. Lama ia menatap cangkir teh-nya dan ia melirik ke arahku.
"Tapi jangan beritahu siapapun termasuk Tetua Bathlazor jika aku sudah memberitahumu soal ini."
***
Yaah aku akhirnya terbangun lagi. Rasanya di Arkhturian kali ini hanya sekejap. Mungkin karena tidurku terlalu malam. Aku rasa sistem waktu di Arkhturian memang benar berkebalikan dengan dunia manusia.
Jika di Arkhturian siang maka disini malam. Jika disini siang maka di Arkhturian malam. Jadi, kalau disana sudah sore setidaknya aku harus cepat untuk kembali kesini. Entah kok bisa begitu padahal menurutku kalau aku dapat waktu libur kan siang malam bisa mengisi waktuku disana.
"Permisi...."
"Yaa..."
Sepagian ini sudah ada orang bertamu? Eh bukan ternyata cuma orang kasih sesuatu. Yaah...sebenarnya aku tak terlalu dekat dengan tetangga disini. Hanya saja mereka mengenalku dari Papaku. Hm...kue bolu, ini lumayan untuk camilan di kantor daripada suntuk. Eh, ada pesan didalamnya. Apaan nih? Paling ucapan selamat atau apalah.
"Bagaimana? Sepertinya kamu menikmati berada di Arkhturian. Semoga selalu betah ya. Hehehe...."
Ini...aku nggak asing sama kata-kata ini. Aku segera berlari mengejar orang yang baru saja memberiku roti bolu ini. Tapi rupanya dia sudah amat jauh. Duh...mana sebentar lagi aku harus siap-siap ke kantor. Kalau aku mengejar orang itu,nggak akan bisa mengejar bis kota yang sebentar lagi berhenti didekat rumah. Setidaknya aku tahu kalau orang itu dekat tinggalnya dengan rumahku. Tak salah lagi dia pasti orang berjubah yang sering disebut Mystique Z.
***
Kembali ke Arkhturian...
"Nah hari ini ikutlah dengan Lio."
"Eits...tunggu, Keldirk!"
"Apa?"
"Katanya kamu mau cerita soal siapa itu Lio? Tak kenal maka tak sayang dong. Aku perlu kenalan dulu sebelum ikut sama dia."
Keldirk menghembuskan napas panjang. Iya memang dia mau bercerita soal Lio. Sayang, kemarin terputus karena aku keburu harus balik. Keldirk memberi kode untuk duduk dulu. Kata dia Lio akan datang ke rumahnya siang.
"Apa yang mau kau ketahui soal Lio, Dit?"
"Yaah apa saja termasuk kenapa dia suka ribut sama kamu."
"Okelah sebenarnya identitas Lio sendiri amat sangat dirahasiakan. Penduduk Arkhturian pun hanya memanggilnya, Lio. Hanya Aku, Elfhalia, Bathlazor serta pihak kerajaan saja yang tahu."
"Kenapa?"
"Karena dia sebetulnya bekerja untuk dewan semesta. Dia salah satu jajaran Panglima Semesta dari kerajaan Arkhturian."
"Lalu nama dia? Pekerjaan dia aslinya sebagai Panglima Semesta seperti apa?"
"Sepertinya rasa ingin tahumu itu terlalu besar ya? Nama lengkapnya Sapriolio Cureliem. Dia menjaga keamanan semesta agar tak ada lagi ras manapun yang mencoba untuk menyerang ras lainnya."
"Hidup di alam semesta itu keras ya!"
"Memangnya hidupmu sendiri bagaimana? Kan sama saja."
"Iya sih... tapi tidak sampai perang Oke, lanjutkan!"
"Tugas Lio memang berat. Sebab banyak penyusup dari ras lain yang iri dengan kerajaan tertentu. Mereka menghancurkan ras lain dan merampas apapun yang ada."
"Brak!" Pintu utama terbuka tiba-tiba dan muncul sosok Elf dihadapan kita berdua. Ternyata itu Lio yang datang.
"Kalian berdua kelihatan romantis kalau begitu."
"Diamlah!!"
Sepertinya baru kali ini kulihat Keldirk begitu marah.
"Halo, Meredith!"
"Lebih baik aku nggak jadi deh...."
"Oh...ayolah! Pasti seru bersamaku. Aku bisa mengajarimu menggunakan pedang, berburu rusa, belajar memanah dan memancing."
Lio menarikku tanpa aba-aba lagi. Serasa tanganku mau copot. Aku pikir sekilas tangannya kecil, rupanya berotot juga. Dia mengajakku berlari entah kemana. Duh sepertinya bisa tiga hari lebih rasanya kalau sama makhluk gila semacam, Lio.
***
Hutan di Arkhturian
"Banyak nyamuk disini...."
"Iya, makanya gosokkan daun ini ke lengan tangan dan kakimu."
"Daun apa ini? Aneh bentuknya seperti bentuk hati."
"Daun pohon Pacheulia. Hanya ada di hutan dimensi ke-6. Tidak ada didimensi lainnya apalagi dimensi ke-5."
"Dimensi ke-5 itu seperti apa?"
"Kebanyakan daerah mereka berpasir dan tandus. Kalaupun ada hutan...yaah aku tak tahu. Makhluk disana selalu berkamuflase menjadi apapun. Bahkan mereka ada yang menipu manusia merubah wujudnya sesuai pemikiran manusia."
Lio santai dalam bercerita nampak dia tak curiga atau apa deh padaku. Aku sibuk mengikuti langkahnya yang cepat sambil menggosokkan daun yang diberikannya tadi. Tiba-tiba dia menyuruhku berhenti dan menunduk, bersembunyi dibalik semak.
"Apa? Ada apa sih?"
"Sst...diamlah dulu."
Lama Lio memperhatikan sesuatu dari balik semak. Barulah ia menunjukkannya padaku. Seekor rusa betina muncul agak jauh dari semak tempat kami bersembunyi. Lio berbisik padaku sambil menyerahkan busur dan satu anak panahnya.
"Cobalah panah rusa itu."
"Aku belum pernah memanah sebelumnya."
"Mudah! Angkat busurnya, letakkan anak panahnya di tengah, tarik sambil arahkan ke sasaran. Lalu lepaskan."
Kucoba melakukan sesuai instruksi Lio tadi. Cukup buatku gemetar karena ini adalah pertama kalinya aku belajar memanah rusa. Ketika kulepaskan, anak panah itu melesat dan nyaris kena ke rusa betina itu. Rusa itu sudah peka akan kehadiran anak panah yang kulepaskan dan ia berlari.
"Wah, nggak kena!"
"Tapi sudah cukup bagus menurutku tadi untuk seorang pemula."
Lio mengajakku beranjak dari semak. Kami berdua berjalan ke arah lain. Sampai akhirnya dia merasakan kehadiran rusa lainnya. Kami bersembunyi lagi dibalik batang pohon besar. Kini Lio menunjukkan kemampuannya dalam memanah.
"Meredith, lihatlah ini!"
Anak panah melesat tepat di bagian perut rusa jantan yang jadi incaran. Rusa itu berusaha berlari akibat terkejut kena panah. Lio mengajakku berlari mengejar rusa itu. Darah rusa yang menetes menjadi petunjuk arah kemana larinya. Akhirnya kami temukan rusa itu sudah terkapar.
"Bagus, Lio!"
"Ehe...siapa dulu? Nah, kita bawa pulang."
Rusa itu mati juga dan Lio mencabut panah yang tertancap tadi. Dia cukup menggendong rusanya di pundaknya. Kami pulang dan tak terasa sudah sore di Arkhturian. Lio membawa rusa itu ke rumahnya.
"Nanti kita bakar jadi sate saja. Ini tinggal dikuliti."
Gerakan Lio mengkuliti rusa itu begitu cepat. Sampai buatku takjub. Kulit rusa itu rencananya mau dia jual ke pasar. Dagingnya tentu saja dibagikan ke teman-temannya termasuk Aku. Kalau Aku disini hanya membantu membersihkan dagingnya.
"Hei..."
"Halo Keldirk..."
"Uugh...! Bau apa ini? Darah? Daging? Kalian bakar daging?"
"Ini hasil buruan kita berdua, Keldirk. Cobalah sesekali kamu makan daging."
"Tidak...tidak....jangan pernah berikan itu padaku! Singkirkan!"
"Hm...aromanya enak. Lihat, Meredith juga suka."
Keldirk langsung lari ke rumahnya. Aku tak paham kenapa dia begitu. Baru tahu Keldirk tidak suka makan daging.
"Aku suka menggodanya soal daging."
"Memang dia kenapa dengan daging dan juga darah?"
Lio bercerita bahwa ada trauma masa lalu saat Keldirk masih kecil. Dia pernah melihat ayahnya sendiri diserang goblin hingga sedikit daging bagian lengannya terkoyak. Darahnya mengucur deras luar biasa. Beruntunglah Tetua Bathlazor saat itu menolongnya. Keldirk dibawa Tetua, soal ayahnya tak ada yang tahu. Ada rumor yang menyebutkan akhirnya mati.
"Tunggu bentar! Keldirk tak pernah cerita begitu."
"Jadi...bagaimana cerita dia? Nah, makanlah yang ini. Daging ini sudah matang."
"Dia bilang bahwa Bathlazor membawanya pergi setelah izin pada ayahnya. Karena kemampuan sihir yang dia miliki berbahaya."
"Nyam...yaah ada benarnya juga. Ayo, tambah lagi, Meredith! Sisanya akan kuberikan pada Elfhalia. Aku yakin dia akan sangat trauma soal itu. Lebih baik jangan tanyakan itu ke dia."
"Baiklah...eh sudah mau malam."
"Keldirk tidak suka bau daging. Yakin kamu pasti diusirnya. Tidurlah disini dulu, pakai kasurku. Aku terbiasa jaga malam jadi jarang tidur."
Sudah dapat izin dari yang punya kasur. Yaah... aku pakai saja kasurnya, Lio. Lagipula dia juga mau keluar setelah ini.
***
Baru saja memejamkan mata buat tidur. Hari ini di Arkhturian pasti bersama Lio lagi. Eeh...tapi apa ini?
"Byur!"
"Banguun...! Hari ini kita berlatih teknik menggunakan pedang."
"Begini caramu membangunkan perempuan!! Siram air?!"
"Dulu, saat aku latihan dengan prajurit lainnya pun begitu. Nah bagaimana kalau tiba-tiba ada musuh datang?"
Rasanya aku seperti baru saja masuk wajib militer. Mau latihan menggunakan pedang saja harus kena guyuran air. Aku bangun sambil menyeka sisa air yang masih ada di wajahku.
"Bukannya aku sebaiknya berlatih menggunakan tongkat yang itu ya?"
"Tongkat yang...oh iya aku tahu. Tapi itu bukan bagianku. Seharusnya Tetua Bathlazor yang mengajarimu langsung."
Lio menarik lenganku lagi, sama seperti pertama kali bertemu di rumah Keldirk. Tak lupa ia membawa dua pedang. Satunya pedang yang berukuran besar, satu lagi ukuran sedang. Busurnya juga tak pernah ditinggalnya. Mungkin itu senjata kesayangannya.
"Kenapa kamu selalu membawa busurmu kemanapun pergi?"
"Karena ini senjata yang mudah digunakan. Apalagi untuk membungkam musuh jarak jauh."
Kami berdua pergi ke hutan, namun berbeda dengan lokasi hutan untuk berburu. Semakin berjalan ke dalam, aku disambut oleh tempat lapang yang tak terhalang oleh pohon. Bahkan pohon pun mengelilingi tempat itu. Tempat apa ini?
"Aku biasa berlatih disini sendirian."
"Bukannya kamu sudah terbiasa memakai pedang ya."
"Betul! Tapi aku tetap mengasah kemampuanku. Kita tak pernah tahu seperti apa nantinya musuh dihadapan kita. Sekaligus melatih kepekaan panca indera kita."
Lio menjelaskan sebanyak apa ia bertemu dengan musuh yang berasal dari aneka ras. Termasuk tipe penyerangan mereka yang begitu beragam. Ada yang mengandalkan kecepatan, bahkan baru tarik napas saja kita sudah terluka kena serangannya. Belum lagi jika musuh itu memiliki kemampuan menghilang dan hanya bisa dideteksi melalui indera penciuman saja.
"Tapi itu bisa di asah nanti. Hal paling utama adalah bagaiamana kamu mengayunkan pedang."
"Tunggu sebentar! Kenapa harus pedang?"
"Dalam kondisi terdesak, senjata paling mudah yang bisa digunakan adalah pedang. Selain itu, pedang juga lebih banyak berserakan di arena peperangan. Ketika senjatamu terlempar atau rusak maka bisa mengambil pedang yang ada."
Lio memintaku memegang pedang berukuran sedang. Ugh...! Berat juga! Mungkin karena aku tak terbiasa membawa pedang. Lio mengajariku cara mengayun pedang pertama kali. Semula aku agak kikuk, bahkan beberapa kali pedang itu terlepas dari peganganku.
"Biasakan tanganmu untuk mengayunkannya."
"Iya, aku berusaha!"
Akhirnya aku bisa juga mengayunkan pedangnya. Tanpa perlu membuatnya terjatuh. Lio mengapresiasi usahaku itu. Kini ia menyiapkan dua potong batang kayu. Aku diminta untuk membuat batang kayu itu terbelah.
"Fokuskan ayunanmu pada kayu itu."
"Takk...!"
"Seperti ini?"
Batang kayu tadi benar sudah terbelah menjadi dua. Batang kayu itu terbelah dua dari tengah batang. Tapi Lio malah tertawa melihatnya.
"Ahahaha...itu seperti belahan kapak. Apa bedanya dengan penebang pohon."
"Iya, iya...jangan tertawa gitu dong!"
"Mari sini aku tunjukkan...."
Lio mengeluarkan pedang besarnya. Sikap siap ia tunjukkan, lalu dalam sekejap batang kayu tadi terbelah menjadi tiga bagian. Seperti bentuk kepingan koin.
"Pedangmu yang ini kurang tajam."
"Pedangku selalu kuasah rutin. Teknikmu yang kurang tepat. Ayo coba sekali lagi!"
Berlatih pedang tidak semudah yang aku kira. Aku berlatih sampai keringat membasahi seluruh pakaian. Tak terasa sudah sore juga. Lio memutuskan untuk pulang. Sebenarnya ada latihan saat malam hari. Tapi ia kasihan melihatku yang sudah lemas tak bertenaga.
"Kalau aku tak dapat tugas, akan kuajari lagi. Setidaknya ini adalah ilmu dasar dalam menggunakan pedang."
"Huah...tapi aku lelah. Rasanya sudah tak kuat la...."
"Eh, Meredith bangun! Sepertinya dia benar-benar kelelahan. Apa perlu kugendong sampai ke rumah ya. Duh...bikin repot saja!"

Komentar Buku (102)

  • avatar
    TujuhenamMulhimah

    lumayan

    04/08

      0
  • avatar
    AnjiiSurya

    keren banget cuyyy

    13/05

      0
  • avatar
    AthayaAzka

    bagus

    14/04

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru