logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 3 : Keldirk

Sekarang aku mulai paham sedikit demi sedikit. Tentang keberadaanku di Arkhturian. Aku tidak lagi menolak untuk menuju kesana. Lagipula sekarang aku sudah tahu bagaimana caranya untuk menuju kesana. Dengan cara tertidur dan sebenarnya yang kurasakan bukanlah tidur biasa. Tapi ada tarikan kuat dari bawah kepala baru aku bisa tersambung ke Arkhturian.
Kalau hanya terasa ngantuk karena kecapekan justru tidak akan tersambung ke Arkhturian. Intinya adalah bukan asal tidur aja. Lagipula aku harus menyesuaikan waktu antara disini dan di Arkhturian.
***
"Yeah...!"
Aku terbangun lagi di Arkhturian. Tidak ada jam disini. Penunjuk waktu satu-satunya hanyalah matahari. Aku tak melihat keberadaan Keldirk kali ini. Bagus! Jadi, aku bisa melihat kondisi rumahnya. Ruangan tempatku berada ini ruang tidur. Jarak cukup jauh dari kasurku ada kasur lain. Tapi kondisinya rapi.
"Sepertinya Keldirk memang suka rapi."
Lantainya bersih bahkan tidak nampak ada barang berantakan disini. Aku berjalan ke ruangan sebelah. Ada perapian dan tempat menjemur pakaian. Juga beberapa barang yang ditumpuk begitu saja.
"Eh tidak ada dapur? Atau mungkin perapian itu jadi satu untuk memasak juga."
Kubuka pintu yang masih tertutup setelah ruangan tadi. Lho ternyata ini adalah luar rumah. Berarti rumah Keldirk hanya sebatas ruangan ini saja. Oh ya masih ada satu ruangan lagi. Sebelum kamar tidur, tepatnya ruangan paling pertama setelah membuka pintu depan.
Aku berjalan kesana dan mendapati ruangan itu lebih mirip seperti lab kimia. Ada buku-buku banyak di rak dinding sisi kanan tertata rapi. Tabung reaksi dan labu elmeyer di rak gantung. Meja yang yaah...sebagaimana di Lab hanya bedanya semua furniture disini terbuat dari kayu.
"Jadi...dia juga biasa utak atik bahan kimia atau apa begitu...."
"Ceklek..."
Pintu utama terbuka dan Keldirk masuk kedalam. Ia cukup terkejut saat melihatku sambil melepas mantelnya.
"Jadi, kapan kamu datang?"
"Baru saja."
"Ooh...aku baru pulang dari istana. Ada pekerjaan yang harus kuselesaikan tadi. Sekarang sudah bisa santai."
Keldirk meletakkan bukunya di meja. Buku yang selalu dia bawa kemanapun perginya. Aku penasaran apa sih isi buku itu hingga begitu berharga buatnya. Saat tanganku hendak menyentuhnya....
"Hei, jangan!"
"Kenapa?"
"Ini bukan buku biasa. Buku ini mengandung sihir khusus. Aku belum tahu apa kemampuanmu yang sebenarnya."
"Jadi?"
"Aku perlu menganalisa dulu apa kemampuanmu."
***
"Tunggu dulu...!"
"Apa?"
"Sebelum kamu menganalisa kemampuanku boleh bertanya satu hal?"
"Apa itu?"
"Sebenarnya kamu di Arkhturian ini kerjanya ngapain aja sih?"
Keldirk menarik napas kuat kuat, lalu menghembuskannya. Dia mengambil salah satu kursi dan duduk. Mulai dia menjelaskan bahwa sejak lahir dia memiliki kemampuan sihir yang unik. Berbeda dengan Elf lainnya yang lebih condong ke arah pertanian maupun peternakan.
"Seperti Elfhalia?"
"Bukaan...ya mereka bercocok tanam biasa. Nanti kamu akan tahu sendiri kemampuan Elfhalia."
Itulah sebabnya sejak kecil dia sering diledek oleh teman-temannya. Selain dia yang kutu buku juga kemampuan sihir aneh yang dimilikinya. Setiap apa yang digambarnya di satu buku maka gambar itu bisa dia keluarkan. Bahkan bisa dia gunakan selayaknya benda biasa. Termasuk ketika dia menuliskan kalimat aneh atau kata tertentu itu bisa menjadi mantra baru yang bahkan penyihir di Arkhturian pun tidak tahu.
"Bagaimana jika itu makhluk hidup?"
"Tentu bisa keluar dari buku, itulah bahayanya. Ketika tetua Bathlazor tahu akan kemampuanku itu, beliau meminta izin pada ayahku."
"Untuk?"
Keldirk hanya menatapku sesaat. Dia tidak menjawab pertanyaanku. Hanya lanjut bercerita bahwa itulah terakhir dia bertemu dengan ayahnya. Bathlazor membawa Keldirk ke Istana. Entah apa yang saat itu dibicarakan Keldirk pun tak tahu. Dia hanya ingat setelahnya tinggal di rumah ini sambil diberikan latihan khusus oleh Bathlazor. Hingga pada akhirnya dia terbiasa hidup mandiri disini.
"Buku ini adalah pemberian Tetua padaku. Memang buku ini khusus jadi kalau aku menggambar atau menuliskan mantra baru disini, aman. Toh kalaupun bergerak ya hanya di halaman buku ini. Tidak bisa keluar."
"Kalau buku ini habis?"
Keldirk membuka lemari bawah. Disana ada banyak buku bertumpuk termasuk sarang laba-laba. Beberapa buku yang ditumpuk mirip seperti buku milik Keldirk.
"Tetua Bathlazor memberikan cadangannya. Tapi aku berusaha untuk menghemat penggunaan buku ini."
Aku masih mengamati buku milik Keldirk. Ada banyak catatan dia disana. Termasuk gambar monster seperti T-Rex yang terus menerus menyemburkan apinya.
"Itu apa?"
"Eeh... jangan! Itu pernah menghancurkan setengah dari desa ini dengan apinya. Memang aku yang menggambarnya karena...iseng. Tetua yang menguncinya di buku ini."
"Ng...okelah. Lalu untuk apa tabung reaksi dan peralatan ini semua?"
"Terkadang dari kerajaan lain meminta untuk dibuatkan ramuan tertentu. Akupun belajar dari Bathlazor soal ini."
"Termasuk ramuan jatuh cinta."
"Iya...eh kok tau? Tapi itu untuk kepentingan pribadi seseorang dan hanya sekali."
"Aku hanya asal menyebutkan sih...."
Keldirk jadi teringat akan tujuannya ingin mengetahui apa kemampuanku. Lantas dia membuka kembali bukunya, menyiapkan pena bulu dan tintanya dan memintaku untuk mencorat-coret bukunya.
"Apa saja! Boleh kamu gambar."
Oke deh aku gambar saja. Hal pertama yang terlintas di benakku adalah sebilah pedang. Baiklah aku gambar pedang yang simpel saja. Oke sudah jadi!
"Coba kamu tarik keluar dari buku."
"Tapi gambar pedang ini kecil. Aku gak yakin kalau...whoaa...!"
Gambar pedang yang aku buat, saat kutarik keluar ternyata bisa. Bahkan ukurannya sebesar pedang normal. Aku baru tahu kalau pedang itu berat. Aku nyaris terjatuh dan Keldirk menahan tubuhku dari belakang.
"Letakkan pedangnya di meja!"
Akhirnya kuletakkan pedang itu di meja. Kulihat Keldirk yang mengambil alih pedang itu. Mudah baginya untuk mengembalikan pedang itu kedalam bukunya.
"Nggak berat?"
"Aku sudah terbiasa memegang pedang. Oh ya aku lupa tadi ada titipan dari Panglima Semesta."
Keldirk memberikan boquet bunga warna warni. Eh ya tapi siapa yang dimaksud Panglima Semesta? Ada secarik kertas terselip di antara bunga. Kertas itu hanya bertuliskan "SALAM (Mystique Z)". Bunga yang indah tapi akhirnya boquet ini kubuang karena....
"Kau tidak suka bunga?"
"Bukan...itu...."
"Apa?"
"ULAT BULU...!"
"Astaga...! Aku pikir sekelas penjaga portal tidak takut dengan ulat bulu."
"Singkirkan aja kenapa sih?! Dasar cerewet!"
Keldirk membawa boquet itu keluar. Entah apa yang dia lakukan yang jelas ketika dia membawa kembali, ulat bulu itu sudah hilang. Baiklah kurasa lebih aman. Bunga-bunga ini lebih bagus jika diletakkan di dalam vas.
"Kamu punya vas?"
"Tentu. Sebentar kuambilkan."
Keldirk membongkar isi lemari bawahnya. Ada banyak benda tak terpakai disini. Termasuk vas bunga yang sudah berdebu.
"Kalau mau cuci vasnya ada tempat cuci disini. Ada keran air disana."
Eh di Arkhturian sudah ada keran air? Aku pikir tidak ada. Bahkan kerannya pun terbuat dari kayu. Cukup kubilas sebentar dan isi sedikit air dibagian dalamnya. Supaya bunganya tidak cepat kering. Lalu kuletakkan bunga-bunga itu kedalam vas. Nah kalau begini terlihat lebih indah. Vas bunga tadi sengaja aku letakkan didekat jendela.
"Eh ada yang terbang mendekati bunga...kupu-kupu?"
Duh kalau teringat akan kupu-kupu, jadi teringat sayap kupu-kupu yang pernah tumbuh di punggungku. Eh, tapi sekarang sudah tidak ada lagi.
"Bukan, itu kan Peri. Sepertinya itu Peri-mu."
"Ha?Iyakah?Eh di sampingmu sebelah telinga juga ada Peri."
"Jadi, kamu baru bisa melihat peri sekarang?"
"Maksudnya?"
Setiap Elf yang terlahir di dimensi keenam akan diikuti oleh satu Peri. Keldirk tidak bisa menjelaskan apa alasannya karena itu sudah terjadi lama bahkan sebelum ia terlahir. Elf dan Peri hidup berdampingan. Bahkan Peri berguna jika terjadi sesuatu pada Elf yang diikutinya maka ia akan terbang memberi tahu peri lainnya yang mengikuti Elf. Dari sanalah para Elf yang hilang mudah dicari.
"Tapi jika bertemu dengan makhluk lain peri ini tidak akan nampak dimata mereka."
"Ooh begitu ya...."
***
"Meredith, kamu masih ingat dengan tongkat ini?"
Keldirk menunjukkan sebuah tongkat dengan bentuk dua bulan sabit yang saling berhadapannya. Ditengahnya ada mutiara berukuran besar dan bercahaya. Tinggi tongkat itu hampir sama dengan tinggi badanku.
"Tongkat yang bagus. Aku pernah melihatnya seperti tongkat yang ada di karakter game."
Keldirk hanya menaikkan satu alisnya. Kupikir dia tidak tahu apa itu game. Yaah sudahlah Keldirk lupakan hal itu.
"Ini adalah tongkat milik penjaga portal dimensi. Tongkat ini bisa bekerja hanya pada pemiliknya. Kekuatan utama dari tongkat ini adalah bisa membuka dan menutup portal dimensi."
"Termasuk bisa untuk melakukan sihir tertentu kan?"
"Tentu saja bisa. Tapi hanya kau yang bisa menggunakannya."
"Bagaimana cara menggunakannya? Aku awam soal ini."
"Keluar rumah dulu kita coba diluar rumah."
Keldirk keluar duluan sambil melihat situasi. Aku menyusulnya sambil membawa tongkat itu. Lumayan berat ya untuk ukuran tongkat. Apa karena ada bentuk bulan sabit kembar dan mutiara besar di tengahnya?
"Oke sudah aman. Aku sudah memasang mantra khusus di sekitaran rumah."
"Buat apa?"
"Buat jaga-jaga kalau sihirmu itu merusak apapun yang ada disekitarnya, maka akan kembali seperti semula."
"Jadi bagaimana ini cara pakainya."
"Pegang tongkatnya, pejamkan matamu sesaat. Apa yang muncul di kepalamu tadi?"
"Um...oke."
Aku melakukan apa yang diinstruksikan Keldirk. Sesaat aku melihat simbol unik yang tergambar dengan garis warna merah. Ketika aku membuka mata, reflek kubuat gambar simbol yang persis dengan menggerakkan tongkatnya. Seperti gerakan orang menulis menggunakan pena. Sekejap muncul cahaya merah yang membentuk simbol.
"Apa yang kamu gambarkan tadi? Firasatku buruk nih!"
"Entah...aku hanya...whoaaaa....!"
Tongkat itu mengeluarkan api dan membakar tanaman di samping rumah Keldirk. Juga membakar sebagian pintu rumah Keldirk. Astaga! Aku tak dapat menghentikannya. Keldirk membuka bukunya dan mengucapkan sesuatu. Hingga akhirnya api yang sudah menjilati pintu rumahnya itu berhenti.
"Aku benar-benar tidak tahu. Itu simbol apa?"
"Sepertinya itu simbol mantra untuk mengeluarkan api."
"Tapi rumahmu? Tanaman itu juga?"
"Tenang saja setelah ini apinya akan mengecil sendiri. Efek dari mantra yang sudah kuberikan sebelumnya."
Benar saja kata Keldirk. Apinya mulai mengecil dan kemudian menghilang. Tanaman itu kembali seperti semula seolah tak pernah terbakar sebelumnya.
"Ada apa ini?"
"Oh, Tetua Bathlazor! Maaf kami hanya..."
"Jangan bermain-main dengan tongkat itu, Keldirk! Nanti aku akan melatih Meredith sendiri."
"B-Baik Tetua...maafkan saya. Saya hanya ingin memperkenalkan saja pada Meredith."
"Biarkan itu menjadi urusanku, Keldirk. Tugasmu hanya membiasakan dirinya dengan kehidupan di Arkhturian."
Keldirk hanya menunduk tak berani menatap. Hingga akhirnya Bathlazor tak lagi nampak di hadapan kami berdua. Barulah Keldirk berani mengangkat kepalanya. Ia bernafas lega sesudahnya.
"Sebaiknya kita masuk rumah. Baru ini aku melihat Bathlazor marah."
"Bukan marah...hanya saja ia memperingatkan jangan main-main sama tongkat itu."
"Oke...."
***

Komentar Buku (102)

  • avatar
    TujuhenamMulhimah

    lumayan

    04/08

      0
  • avatar
    AnjiiSurya

    keren banget cuyyy

    13/05

      0
  • avatar
    AthayaAzka

    bagus

    14/04

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru