logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Episode 6

Rudi duduk termenung di ruang kerjanya, dia masih memikirkan perkataan Ranti yang baru saja menghubunginya via telepon.
“Mas Rudi masih ingat dengan perjanjian dengan mendiang Mas Gunawan? Bahwa kalian akan menjodohkan Karina dan Fardhan?”
“Apa Mas Rudi masih berniat meneruskan perjanjian itu dan memenuhi keinginan mending Mas Gunawan?”
Rudi mengembuskan napas berat demi mengingat sebuah janji yang pernah dia ikrar kan bersama sahabatnya itu sewaktu Karina dan Fardhan masih sangat kecil.
“Jika Karina sudah dewasa, aku berjanji akan menikahkannya dengan Fardhan, agar kita bisa jadi keluarga.” ucapnya kalah itu.
Rudi beralih memandang pigura foto keluarganya yang terpajang di atas meja kerjanya, dia dapat melihat wajah Karina yang tersenyum. Dia tahu, Karina pasti akan menolak perjodohan ini karena putrinya itu masih ingin menyelesaikan pendidikannya dan menjadi dokter seperti yang dia cita-citakan dari kecil.
Tapi janji tetaplah janji, dia bukan tipe orang yang ingkar, apalagi itu janji kepada sahabatnya yang telah tiada. Mau tidak mau, dia harus memenuhi janji itu. Rudi pun beranjak untuk memberitahukan hal ini kepada anak dan istrinya.
Langkah kakinya terasa berat menuju ruang keluarga, tempat dimana anak dan istrinya sedang bersantai sambil bersenda gurau. Dia menatap nanar Karina yang sedang tertawa riang bersama Risha dan Bella.
“Ayah mau bicara.” Ucap Rudi tegas sembari menjatuhkan dirinya di samping sang istri.
“Ada apa, Mas? Kenapa wajahmu kusut begitu?” Risha memandang curiga Rudi.
Rudi menghirup udara banyak-banyak lalu mengembuskannya untuk merelakskan dirinya.
“Kalian masih ingat dengan keluarga Gunawan Arditama?” Tanya Rudi. Dia mengabaikan pertanyaan sang istri.
Karina menggelengkan kepala, dia lupa siapa itu Gunawan Arditama, sebab saat dia berumur dua tahun, keluarganya pindah ke Kalimantan. Bahkan keluarga mereka baru dua bulan ini berada di Jakarta karena sang ayah mulai membuka perusahaan baru disini. Sementara Bella memang sama sekali tak tahu siapa itu Gunawan, karena dia bertemu keluarga Rudi saat di Kalimantan.
“Ada apa, Mas? Kenapa tiba-tiba bertanya tentang mereka?” Risha semakin curiga.
“Tadi Ranti menelepon dan bertanya tentang janji yang aku buat dengan mendiang suaminya dua puluh lima tahun yang lalu.” Jawab Rudi.
Risha terkesiap, dia tahu pasti janji apa yang dibuat suaminya dan juga mendiang sahabatnya itu.
“Lalu?” Risha memandang lekat wajah Rudi.
“Dia menagih janji ku karena ingin mewujudkan keinginan Gunawan.” Sahut Rudi.
Wajah Risha mendadak muram sambil beberapa kali menelan ludah.
Bella dan Karina bingung melihat sikap kedua orang tua mereka itu, sungguh mereka tak tahu apa yang sedang mereka bicarakan.
“Ayah dan Ibu lagi bahas apa sih? Janji apa yang dimaksud?” Tanya Karina penasaran. Sementara Bella lebih memilih untuk diam menyimak.
Rudi dan Risha saling berpandangan mendengar pertanyaan Karina.
“Dulu Ayah dan mendiang sahabat Ayah pernah berjanji akan menjodohkan kau dengan putra mereka. Dan sekarang istrinya meminta Ayah untuk menepati janji itu demi mendiang suaminya.” Ungkap Rudi hati-hati.
Karina tercengang mendengar pengakuan sang Ayah, dia menggelengkan kepalanya tanda penolakan. “Enggak! Aku enggak mau dijodohkan dengan siapa pun!”
“Karin, tenang dulu!” Risha berusaha menenangkan sang putri yang terlihat tak terima itu.
“Tapi, Bu. Ini bukan jaman Siti Nurbaya, aku enggak mau dijodohkan! Aku masih mau melanjutkan pendidikanku dan menjadi dokter spesialis.” Sungut Karina berapi-api. Bella hanya mengusap lembut pundak saudaranya itu untuk menenangkannya.
“Mas, jangan diam saja! Mas tahukan impian Karina? Kenapa Mas enggak menolak saja?”
“Ris, janji itu aku yang buat. Bagaimana bisa aku mengingkarinya? Lagi pula ini enggak akan buruk, Karina masih bisa melanjutkan pendidikannya setelah menikah.”
“Enggak, Ayah! Pokoknya aku enggak mau menuruti perjanjian konyol itu!” Seru Karina dan segera beranjak pergi.
“Kakak!!” Bella berlari menyusul saudaranya itu.
Rudi memejamkan matanya dengan kuat sembari menghela napas, dia tahu ini pasti terjadi, tapi dia tak punya pilihan lain.
“Mas, apa kamu akan memaksa Karina? Pikirkan masa depan dan perasaannya! Apa kamu bisa tenang melihat putrimu dirundung kesedihan?”
“Justru kalau aku enggak memenuhi janji ini, aku tidak akan tenang karena selamanya merasa berhutang kepada orang yang sudah mati. Lagi pula ini tidak akan buruk, Ris.”
“Mas, saat Mas membuat janji dulu, Mas berpikir bahwa kedua keluarga kita akan terus bersama. Tapi faktanya, Mas dan sahabat Mas itu hidup di dua tempat yang berbeda. Kita bahkan enggak tahu Fardhan itu seperti apa? Bisa saja dia lelaki yang enggak baik. Bagaimana mungkin aku mengizinkan putriku menikah dengannya.” Keluh Risha.
“Aku yakin Fardhan lelaki yang baik dan bertanggungjawab, dari yang kudengar, dia seorang pengacara. Dan yang paling penting, dia mau bekerja dan punya masa depan.” Ucap Rudi yakin.
“Mas, kumohon jangan egois! Karin masih muda dan dia berhak memilih jalan hidupnya. Jangan korbankan dia demi janji persahabatan mu. Pikirkan itu!” Balas Risha, kemudian berlalu meninggalkan Rudi.
Rudi mengusap wajahnya dengan kasar, pikirannya benar-benar kacau. Dia tak menyangka janji yang dia buat bertahun-tahun lalu kini jadi bumerang baginya. Dia sungguh bingung, apa yang harus dia lakukan?
Dia tak mungkin menolak tapi juga tak ingin memaksa sang putri.
***

Komentar Buku (375)

  • avatar
    jibanridwan

    ceritanya bagus tapi ceritanya tidak tuntas

    31/07

      0
  • avatar
    MartaKristina

    bikin penasaran

    27/07

      0
  • avatar
    HoiriaSiti

    5000

    25/06

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru