logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Episode 5

Sejak kejadian itu, Fardhan jadi sering murung. Dia mendadak jadi pendiam dan dingin, bahkan saat rumah mereka disita pun, dia tak bereaksi dan memilih untuk pergi bekerja. Tentu hal ini membuat Ranti dan Bara cemas, dia bukan seperti Fardhan yang mereka kenal. Parahnya lagi, terdengar kabar bahwa Keyla akan menikah minggu depan. Entah apa yang membuat keluarga Pramuja terburu-buru menikahkan putri mereka?
Tapi yang pasti itu menjadi pukulan telak untuk Fardhan, hatinya benar-benar hancur tak bersisa.
“Fardhan sangat mencintai Keyla. Sejak mereka remaja mereka sudah menjalin hubungan. Dulu orang tuanya setuju dia bersama Fardhan, tapi sekarang ....” Ranti menangis sambil memandangi foto almarhum suaminya yang terpajang di rumah baru mereka.
Rumah yang cukup sederhana di tepian kota, karena uang hasil penjualan mobil Gunawan dan Fardhan hanya cukup membeli rumah itu serta sebuah motor yang kini sedang dicuci Fardhan di halaman belakang.
“Sejak ayah Fardhan meninggal dan kami bangkrut, banyak teman dan kerabat menjauhi kami. Begitupun keluarga Keyla.” Sambung Ranti.
“Dari yang ku dengar, orang tua Keyla menjodohkan dia dengan Danar, pewaris tunggal kerajaan bisnis terbesar di tanah air. Jelas harta yang jadi alasannya.” Ucap Bara kesal.
“Sudahlah, kalau sudah enggak berjodoh, mau dibilang apa lagi? Ini cara Tuhan menunjukkan kalau Keyla bukan yang terbaik untuk Fardhan.”
Bara menghela napas sebelum bicara. “Iya, Tante benar. Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?”
“Cara terbaik dan tercepat untuk menyembuhkan patah hati adalah dengan memiliki cinta yang baru.” Ujar Ranti.
“Itu berarti Fardhan harus jatuh cinta lagi dengan orang lain? Aku akan carikan wanita lalu ku kenalkan kepadanya.” Bara antusias dengan rencananya.
“Enggak perlu! Tante sudah ada calonnya.”
Bara tercengang. “Haaa, serius, Tan? Siapa?”
“Nanti kau juga akan tahu.” Ranti tersenyum penuh arti.
***
Sore harinya, Ranti memanggil Fardhan ke kamarnya. Sepanjang weekend ini, Fardhan hanya menghabiskan waktunya di rumah, dia benar-benar menjadi sosok introvert.
“Dhan, ada yang ingin ibu katakan. Ini tentang janji yang dibuat oleh Ayahmu dan sahabatnya, Rudi.” Hati-hati Ranti mulai membuka suara.
“Apa, Bu?”
Ranti mengeluarkan sebuah kotak berbahan beludru berwarna merah dan mengangsurkan nya ke Fardhan. “Ini titipan dari Ayahmu. Maaf, Ibu baru bisa kasih ke kamu sekarang.”
“Apa ini, Bu?” Fardhan mengernyit heran.
“Bukalah!”
Fardhan membuka kotak itu dan terkesiap melihat sepasang cincin yang begitu indah. “Cincin siapa ini, Bu?”
“Dulu Ayahmu dan sahabatnya sepakat akan menjodohkan anak-anak mereka di masa depan. Mereka bahkan sudah menyiapkan cincin ini. Selama ini Ibu menyimpannya karena kau sudah memiliki kekasih, Ibu serta Ayahmu tak mau memaksa dan mengatur kehidupan pribadimu, walaupun sebenarnya Ayahmu sangat berharap bisa menepati janji mereka. Tapi sekarang Ibu rasa, ini saat yang tepat.”
“Jadi maksud Ibu, aku dijodohkan dengan anaknya sahabat Ayah itu?” Tanya Fardhan memastikan.
Ranti mengangguk pelan. “Iya. Kau mau kan mengabulkan keinginan Ayahmu?”
Fardhan menutup kembali kotak itu dan mengembalikannya kepada Ranti. “Maaf, Bu. Aku enggak bisa!”
“Dhan, Keyla akan menikah, dia akan memiliki kehidupan baru. Sekarang giliranmu! Kau juga harus menata hidupmu dan berbahagia. Bukalah hatimu untuk wanita lain.”
“Tapi bukan dijodohkan seperti ini, Bu! Apa yang akan mereka pikirkan tentangku? Seorang pengacara miskin seperti aku ini, meminta mereka memenuhi janji untuk menikahkan putri mereka kepadaku. Aku enggak ingin dihina lagi!” Fardhan menolak keras permintaan sang ibu.
“Ibu hanya ingin kau bahagia dan memenuhi keinginan Ayahmu untuk bisa ber-besan dengan sahabatnya.”
“Bu, biarpun Ayah kami bersahabat, tapi apa kata -sahabat- itu akan berarti saat kita enggak punya apa-apa? Lagi pula perjodohan ini dilakukan saat kami kecil, mungkin saja sekarang sahabat Ayah itu sudah lupa atau mungkin enggak menganggap Ayah sahabatnya lagi.” Sungut Fardhan.
“Rudi enggak begitu! Waktu Ayahmu meninggal, dia datang dan menangis.” Bantah Ranti. Jelas saja Fardhan tak memperhatikan siapa saja pelayat yang datang, dia benar-benar hancur saat itu dan tidak peduli dengan orang-orang di sekitarnya.
“Tapi aku yakin dia pasti sudah melupakan perjanjiannya dengan Ayah. Mana mungkin dia mengizinkan putrinya menikah dengan lelaki miskin sepertiku.” Tuduh Fardhan pesimis.
“Kalau dia enggak mengizinkan, maka Ibu enggak bisa berbuat apa-apa. Tapi jika dia mengizinkan, kau harus menikah, mengerti?”
“Ibu, sudahlah! Berhenti membahas perjanjian konyol itu!” Tutur Fardhan malas.
“Fardhan! Ini keinginan Ayahmu. Anggap saja kau menuruti keinginan terakhirnya. Lagi pula Ibu sudah tua, entah sampai kapan Ibu akan bertahan. Sebelum mati, Ibu ingin melihat kau menikah dan hidup bahagia. Ibu yakin Karina bisa membahagiakanmu.” Ranti menggenggam tangan Fardhan dan menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca.
Fardhan benar-benar tersentuh melihat wajah tua sang Ibu yang hampir menangis. Akhirnya dia mengalah dan mengangguk setuju, meski hatinya masih menolak.
“Terima kasih, Nak. Ibu akan segera mengatakan hal ini kepada Rudi.” Ranti memeluk Fardhan dengan perasaan bahagia.
***

Komentar Buku (375)

  • avatar
    jibanridwan

    ceritanya bagus tapi ceritanya tidak tuntas

    31/07

      0
  • avatar
    MartaKristina

    bikin penasaran

    27/07

      0
  • avatar
    HoiriaSiti

    5000

    25/06

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru