logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 4 Kezaliman Galih

Keesokan harinya
"Raline, kamu kemarin kan janji mau bantu biaya renovasi rumah. Ingat nggak? Nah, sekarang Ibu harus bayar. Cuma 5 juta aja kok, ada kan?" tutur sang ibu mertua, membuat Raline kembali pusing.
"Maaf, Bu, sekarang uangnya belum ada. Kalau minggu depan gimana?" ujar Raline memelas.
"Kamu ini gimana sih?! Mana bisa tukang-tukang itu nunggu! Kalian itu kan udah lama berumah tangga, masa nggak ada sih tabungan sedikitpun?" ujar Ibu Galih yang langsung memarahi dan mencaci sang menantu.
Raline hanya terdiam
"Ya Allah, aku nggak mungkin membuka aib Mas Galih, kalau lagi ada masalah dikantornya. Aku pasrah aja deh dimarahi sama Ibu," batin Raline yang tertekan.
"Kalian tuh pasti boros ya? Masak gaji segitu nggak cukup. Pokoknya Ibu nggak mau tahu ya, siapin uangnya untuk bayar tukang-tukang itu. Dengar ya!" ujar Ibu Galih dengan nada tinggi dan wajah ketus.
****
"Raline, Raline!" teriak Ibu Galih yang panik saat mengecek Austin panas tinggi.
"Iya, Bu," jawab Raline yang baru masuk ke kamar Austin.
"Austin panas lagi. Kita harus cepat-cepat bawa Austin ke dokter," ujar nenek Austin panik.
"Astagfirullah." Raline pun bergegas mengangkat Austin dan membawanya ke rumah sakit.
Rumah sakit Husada
Raline dan ibu mertuanya menunggu dengan cemas di ruang tunggu, saat dokter memeriksa. Tidak lama, sang dokter pun keluar memberikan kabar yang tak enak.
"Dokter, gimana keadaan anak saya?" tanya Raline yang langsung bangkit dari tempat duduknya saat dokter Feli datang menghampiri.
"Anak Ibu terkena demam berdarah," terang dokter Feli.
Raline dan ibu mertuanya syok.
"Astagfirullah," ucap Raline beristigfar.
"Dan harus diopname di sini. Sekarang Ibu tolong urus administrasinya ya. Saya tinggal dulu," kata sang dokter yang berpamitan mengecek pasien lain.
"Terimakasih, dokter," jawab Raline.
"Ibu tunggu sebentar di sini ya," ujar Raline.
"Kamu cepat ya urus administrasinya," jawab Ibu Galih Itu. Raline pun pergi mengurus administrasi.
Raline berhenti sejenak. Ia bingung, ke mana lagi harus mencari uang untuk biaya rawat Austin. Uang simpanannya sudah habis untuk biaya renovasi rumah ibu mertuanya.
"Ya Allah, ke mana lagi aku harus mencari uang? Aku sudah nggak punya simpanan lagi. Mudah-mudahan aja Mas Galih masih pegang uang." Raline pun mengambil ponsel pintarnya yang ada di dalam tas. Ia mencoba menghubungi Galih.
Kantor Galih
Galih pun kembali ke ruang kerjanya. Ia membawa goodie bag berisi sebuah tas branded.
"Ah, Santi pasti suka sama hadiah yang kukasih ini. Limited edition lagi," gumam Galih.
"Nggak apa-apa aku keluar modal agak banyak sedikit. Tetapi, aku menang taruhan dan dapat mobil Dion," ujar Galih tertawa. Ia pun memasukkan kembali tas branded itu ke dalam kotaknya.
Ponsel Galih berdering
[Hallo, Raline, ada apa lagi sih? Aku lagi masuk ruang meeting nih]
Galih beralasan, padahal ia ingin segera pergi ke sebuah cafe bertemu dengan Santi, teman kencannya kali ini.
[Mas, Austin, Austin sakit,Mas, kena demam berdarah]
[Austin kena demam berdarah? Terus kata dokter gimana?]
Galih mulai panik, ia mengkhawatirkan keadaan bayi mungilnya itu.
[Dokter bilang, Austin harus dirawat inap. Aku udah nggak pegang uang. Kamu bisa nggak bayarin administrasinya]
Raline terisak diujung telepon, memohon bantuan Galih agar segera mengurus administrasi rumah sakit Austin.
[Ya kamu jangan tanya aku dong. Aku juga bingung. Kamu kan tahu, aku juga nggak ada uang. Ya kamu pikirin dong. Jangan bikin aku tambah stres]
Galih langsung mematikan telepon begitu saja.
"Kok, malah ditutup sih? Ya Allah, aku harus cari uang ke mana?" lirih Raline.
Raline hanya bisa menangis, bingung harus berbuat apalagi.
"Ohya, aku masih ada perhiasan di rumah."
Raline pun kembali membuka ponsel miliknya dan menghubungi seseorang.
[Hallo, Alia. Alia, aku boleh minta tolong nggak? Aku mau gadaiin perhiasan aku. Iya, nanti kita ketemu. Tempatnya aku kabarin ya]
[Nanti kabarin aja ya, Lin]
[Iya, terimakasih]
****
Cafe Hijau
Raline dan Alia sudah bertemu. Raline terpaksa menggadaikan perhiasan miliknya. Kesehatan Austin, jauh lebih penting.
"Gini, Al, aku lagi benar-benar butuh uang. Ini kamu hitung aja. Nanti, kalau aku udah ada uangnya, aku tebus lagi ke kamu," ujar Raline. Ia pun menyerahkan kotak perhiasan itu pada Alia.
"Aku lihat dulu ya," kata Alia. Ia pun mulai mengecek satu per satu perhiasan yang ada dalam kotak itu.
"Raline, maaf, kayaknya perhiasan kamu imitasi deh. Kamu nggak bisa gadaikan ini," terang Alia.
Raline pun syok tak percaya.
"Mas sih, ini imitasi? Tapi nggak mungkin, Al.Ini aku yang beli sendiri kok sama Mas Galih. Dan aku sendiri yang simpan," ungkap Raline yang masih tak percaya.
"Ya ampun, Raline, masa aku bohong sih? Perhiasan kamu tuh benar-benar imitasi," kata Alia.
"Hm, jangan-jangan, ada yang nukar lagi perhiasan kamu," kata Alia yang curiga pada suami sahabatnya itu.
"Ya ampun, Al, aku udah nggak punya harta apa-apa lagi. Aku cuma punya cincin kawin ini." Raline pun memberikan cincin kawin miliknya itu pada Alia.
"Kamu yakin, ingin menggadaikan cincin kawin ini?" tanya Alia tegas.
Raline menggangguk, air matanya pun jatuh, "Kesembuhan anak aku jauh lebih penting."
"Oke, sebentar ya." Alia pun membuka tasnya dan mengambil sebuah amplop coklat berisi uang.
"Aku ada uang cash 3 juta aja. Kamu pakai aja dulu," tutur Alia. Ia pun memberikan amplop itu pada Raline.
Raline tersenyum, "Makasih ya, Al."
"Semoga anak kamu lekas sembuh ya," ujar Alia mendoakan kesembuhan Austin.
Rumah sakit Husada
Di dalam kamar perawatan, Galih mengajak ngobrol Austin, yang masih terbaring lemah. Wajahnya sendu, seolah paham apa yang dikatakan sang ayah.
"Austin, cepat sembuh ya. Nanti Ayah ajak jalan-jalan ya," ucap Galih sambil mengelus kepala sang putra.
Raline dan Ibu Galih hanya menatap nanar dari sofa.
"Yang tahu emas aku ada di mana, cuma aku dan Mas Galih. Apa mungkin, Mas Galih yang menukar emasku dengan perhiasan imitasi? Haa ... kalau iya, kenapa Mas Galih setega itu membohongi aku?" batin Raline.
Ibu Galih pun bangkit, ia menghampiri sang putra yang nampak lelah karena sepulang dari kantor, harus ke rumah sakit lagi.
"Galih, Raline, sebaiknya kalian pulang saja. Biar malam ini, Ibu yang menjaga Austin di sini. Tapi, besok gantian ya," saran Ibu Galih yang kasihan melihat anak dan menantunya itu kelelahan.
"Jangan, Bu. Kasihan Ibu jaga Austin sendirian. Nanti biar ditemani Raline aja ya. Raline, kamu temanin Ibu nggak apa-apa kan?" tanya Galih. Ia ingin, berchatting ria dengan bebas jika Raline tak di rumah.
"Iya, Mas. Tapi, aku mau pulang dulu. Mau siap-siapin baju ya," jawab Raline.
"Ya udah." Galih pun memberikan botol susu Austin pada sang Ibu. Ia pun pamit dan mencium tangannya penuh takjim.
"Sayang, bobo ya." Galih pun mencium
"Kalian hati-hati ya," pesan Ibu Galih.
Galih dan Raline pun meninggalkan ruangan Austin dan kembali ke rumah.
****
Rumah Raline dan Galih
"Kenapa aku makin curiga ya sama Mas Galih? Perasaanku bilang ada yang nggak beres. Tapi, aku juga nggak boleh asal nuduh. Ntar malah kayak dulu. Udah ribut, nggak tahunya udah terbukti. Susahnya, aku kan bukan type istri yang suka ngecek ponsel suami. Jadi gimana aku bisa tahu Mas Galih di luar jalan sama siapa aja? Ya Allah, aku harus gimana dong?" batin Raline.
Saat berjalan ke ruang tamu, Raline melihat ponsel pintar milik Galih itu tergeletak di meja makan. Raline pun memperhatikan sekitar, setelah dipastikan Galih tidak ada, Raline pun mengambil ponsel milik suaminya itu.
"Yah, pakai pasword lagi," ucap Raline, setelah gagal membuka karena tidak tahu paswordnya.
Galih pun keluar kamar. Ia melihat Raline yang sedang mengotak-atik ponselnya jadi berubah panik dan tersulut emosi.
"Raline .... " teriak Galih.
"Kamu ngapain sih, pegang-pegang ponselku?" pekik Galih dengan wajah panik dan amarah.
"Kepo banget sih!" bentak Galih.
"Maaf, Mas, aku .... " Raline bingung, ia harus beralasan apa.
"Nggak, nggak apa? Mau bilang nggak sengaja?Bilang aja kalau kamu cemburu buta sama suami kamu sendiri. Iya kan?" bentak Galih dengan nada tinggi.
"Kamu mau lihat ponsel aku? Nggak usah curi-curi gitu dong. Keterlaluan kamu. Aku capek-capek cari uang buat keluarga, kamu malah cemburu buta kayak gini." Galih menatap tajam Raline sinis.
"Ya Allah, lagi-lagi aku salah dimata suamiku. Harusnya malah aku yang nanya. Kenapa Mas Galih memakai simpanan mas kita?Tapi nanti, bisa-bisa aku lagi yang disalahin," batin Raline.
"Udah, pergi kamu sana. Balik ke rumah sakit. Ibu sendirian di sana," kata Galih dengan nada tinggi.
"Iya, Mas, aku siap-siap dulu," ujar Raline. Ia pun masuk ke dalam kamar dengan wajah sedih.
****
Rumah sakit Husada
"Ya Allah, aku nggak boleh su'udzon sama suamiku sendiri. Tapi mau nggak mau, aku akui, sikap Mas Galih belakangan ini mencurigakan. Dia bahkan tega menukar simpanan emas kami.Dia juga marah besar saat aku pegang ponselnya. Tanda-tanda apalagi, kalau bukan menyeleweng namanya?! Tapi aku nggak mungkin asal nuduh. Aku harus punya bukti, meski itu akan sangat menyakitkan."
Raline jalan perlahan menuju ruang perawatan Austin. Hatinya gamang. Kecurigaan pada Galih semakin kuat. Raline pun akhirnya masuk ke dalam kamar Austin. Raline akhirnya duduk di sofa. Ibu Galih yang melihat kedatangan menantunya dengan mata sembab, mulai mencari tahu.
Ibu Galih melirik ke arah Raline, "Kamu kenapa?Bertengkar lagi sama Galih?"
"Nggak kok, Bu. Mungkin Raline cuma kecapean aja." jawab Raline beralasan.
Tiba-tiba, ibu mertua Raline pun bangkit dan mendekati sang menantu dengan wajah penuh amarah. Ia berdiri dihadapan Raline.
"Dengar ya, Raline! Kamu itu jadi istri yang benar. Kamu tuh jadi istri jangan buat kecewa suami. Dia itu sudah bekerja keras untuk menafkahi keluarga! Lihat tuh si Austin, dia itu sakit. Dan kamu di rumah tapi kamu tuh nggak ada gunanya sama sekali. Ibu minta, setelah 6 bulan, kamu kembali lagi bekerja. Kamu bantu tuh suami kamu kerja. Kasihan dia kerja sendiri,ya," pekik Ibu mertuanya. Raline hanya bisa diam dan menahan air matanya agar tidak jatuh.
"Iya, Bu. Raline paham. Nanti Raline akan kerja lagi," jawab Raline lembut.
"Baguslah kalau gitu. Cobalah kamu jadi istri yang sempurna untuk si Galih," ucap Ibu Galih ketus.
"Andai Ibu tahu kecurigaanku selama ini sama Mas Galih."
bersambung ....

Komentar Buku (56)

  • avatar
    syauqimuhammad arsyad

    ya allah dapat

    10d

      0
  • avatar
    Malla Pratama

    bagus cerita ny

    11d

      0
  • avatar
    RendraNa

    AKU DMSANGAT SENANG DALAM MEMBACS

    10/07

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru