logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 44 Niat terselubung

Ibu Witri memandangi surat-surat perjanjian bagi hasil bisnis antara mendiang anaknya Adam dengan rekan bisnisnya. Profit yang dihasilkan dari investasi putranya itu sudah menyentuh angka yang cukup besar dan menggiurkan. Jadi selama ini dia tidak mengetahui jika putranya telah berinvestasi pada perkebunan milik salah seorang temannya dan usaha mereka sukses besar. Namun, yang menjadi masalah di surat itu tertulis jika hasilnya hanya akan diberikan kepada istri dan anak Adam saja bukan ibu atau saudarinya.

Perempuan paruh baya itu sedang pusing tujuh kelling, Eve putri semata wayangnya kini tengah menghadapi kemelut rumah tangganya. Suami Eve selingkuh dengan alasan Eve mandul tidak bisa memberinya keturunan. Baru menikah setengah tahun tetapi ujian sudah mendera pernikahan putrinya itu. Lalu kini rejeki nomplok sudah di depan mata tetapi bu Witri tidak bisa menikmatinya karena dia harus menemukan dulu cucunya itu dan menjadi walinya agar bisa menikmati hasil dari investasi milik putranya yang mencapai puluhan juta per tiga bulannya.

“Ibuuuu…!” seru Eve sambil membuka pintu ruang tamu dengan kasar, tangannya menarik koper pakaiannya lalu menghempaskannya begitu saja. Ibu Witri sampai tersentak kaget karena kelakuan putrinya.
“Kamu itu kenapa sih?! Pulang-pulang bukannya beri salam, kayak preman pasar aja main gebrak-gebrak!” hardik Ibu Witri kesal.
“Aku sebel sama Yuda! Udah jelas-jelas dia kedapatan jalan sama pelakor itu, gak mau ngaku juga. Mending aku pulang, mamanya juga diam-diam aja lihat tingkah anaknya, huuuuh … sama aja bikin sakit hati!” gerutu Eve sambil membuang dirinya berbaring di sofa.
“Kamu juga sih… sabar dikit doong … Yuda kan juga belum tentu selingkuh beneran, coba kamu ingat-ingat kenapa Yuda sampai gak betah sama kamu. Ibu juga udah bilang dulu gak usah kejar-kejar dia, ngapain kamu pura-pura hamil terus dinikahin kalau cuma jadi kayak gini pernikahan kamu?!” repet bu Witri emosi.
“Aaaahhh Ibuuuu… lagian Ibu juga dukung kok waktu tahu Yuda itu anak orang kaya, kenapa sekarang salahin Eve juga? Tinggal Eve anak ibu satu-satunya, seharusnya Ibu dukung Eve mati-matian!” sergah Eve tak kalah kesalnya.

Ibu Witri hanya terdiam, tiba-tiba dia mengingat Liany mantan menantunya itu, sosok menantu yang baik dan penyabar, tidak pernah bertingkah macam-macam dan sangat menghormatinya.
“Eve, dulu kamu pernah ketemu sama Lia ‘kan di mall?” tanya ibu Witri sambil menatap putrinya itu. Eve menoleh dan bangun dari posisi tidurnya.
“Iya waktu itu dia udah hamil besar, waktu itu aku lagi jalan sama Yuda di luar kota. Tumben ibu tanyain dia,” selidik Eve. Matanya pun tertuju pada tumpukan kertas di atas map yang terbuka tangannya bergerak cepat untuk meraihnya. Mata Eve membulat melihat angka-angka pada laporan bagi hasil investasi mendiang kakaknya.
“Waaaah Buuuu… ini banyak banget, bisa kaya lagi kita! Kita bisa jalan-jalan lagi keluar negeri, Bu!” seru Eve dengan mata berbinar.
“Iya kalau Liany mau menyerahkannya kepada kita, minimal kita harus punya perwalian anaknya Adam. Eeh anaknya Adam pasti udah gede kan yaa, kalo Ibu hitung-hitung mungkin anak itu udah mau setahun. Eve, buat diri kamu sedikit berguna yaa, cari di mana Liany sekarang tinggal. Ibu mau ketemu dia, lagian anak Adam itu ‘kan cucu Ibu, jadi Ibu berhak juga untuk mengasuhnya.”
“Duuuh … mau dicari di mana. Bu? Kebayang di mana dia tinggal aja gak pernah terlintas, lha ini suruh cari, gimana sih?” elak Eve dengan malasnya.
“Heeeh! Kamu gak lihat angka-angka yang bakal kita terima per tiga bulan itu hah? Ini aja profit awalnya hampir seratus juta Eve! Pake sedikit otak kamu untuk cari di mana janda kakakmu itu dan kita ambil anaknya Adam. Bisa apa sih Liany itu di luar sana, paling sekarang dia jadi babu kalo gak jual diri, gak sudi Ibu kalo anaknya Adam dikasih makan uang haram!” seru ibu Witri sambil melengos.
“Pokoknya Ibu gak mau tahu, urusan kamu sama Yuda itu belakangan, kalo kita udah punya duit urusan pelakor itu jadi kecil, entar Ibu bayar ibu-ibu sini untuk melabrak pelakor itu, kita viralin di fesbuk supaya malu tujuh turunan!” Ibu Witri berdiri meninggalkan sofa empuknya. Uang santunan kematian putranya itu dipakai untuk renovasi rumah serta mengganti semua perabot rumahnya. Sisanya dipakai untuk modal usaha emas oleh ibu Witri dan jalan-jalan keluar negeri.

Kepala Eve bertambah pusing, tetapi demi uang sebanyak itu dia harus mencari keberadaan Liany dan anaknya. Mengambil anak itu pasti urusan gampang, ibunya masih punya simpanan untuk menyewa pengacara dan membuat Liany tak berani melawan, pikir Eve.


Satria membuka pintu mobil dan mengulurkan tangannya, dari dalam mobil Liany menyambut tangan Satria dan keduanya bergandengan masuk ke kantor Karisma Developer. Semua karyawan memandang takjub pasangan serasi itu, tampan dan cantik, berwibawa dan anggun. Mba Karinda telah menunggu keduanya untuk rapat pengalihan nama perusahaan dari Satria ke istrinya Liany. Beberapa orang pengacara, para direksi dan manajernya menyaksikan peralihan itu tetapi hanya sebagian karyawan saja yang tahu mengenali Satria dan Liany sebagai pemilik Karisma.

Liany tanpa canggung dan ragu menandatangani semua dokumen yang diperlukan. Dia pun dengan percaya diri memperkenalkan dirinya termasuk menyebut jika dia masih keponakan dari mendiang Tante Katrin sehingga akan menjaga dengan baik apa yang telah bibinya itu kerjakan selama bertahun-tahun. Para direksi cukup puas melihat sosok komisaris mereka yang baru dan tidak bisa meragukannya karena di sisinya ada Satria Abimana, owner Sparkling yang sudah terkenal di bidang advertising di negeri itu.
“Selamat Bu atas amanah jabatan barunya, saya akan membantu Ibu sekuat tenaga saya seperti saya membantu mendiang Ibu Katrin dulu,” ujar Mba Karinda sambil menyalami Liany.
“Terima kasih, mohon bantuannya yaa, Mba, saya tidak akan bisa belajar dengan baik tanpa Mba,” ucap Liany merendah. Satria merangkul bahu istrinya sambil tersenyum dan mengelusnya lembut dengan mesra.
“Oh ya, kapan Bapak akan menunjuk CEO yang baru?” tanya salah seorang pengacara perusahaan.
“Secepatnya, tidak akan lama dan saya sangat yakin jika orang pilihan saya berkompeten dan bisa diandalkan untuk memegang kemudi Karisma Developer,” jawab Satria dengan penuh keyakinan.
“Waah … kenapa bukan Bapak saja yang memegang kemudi, Sparkling sudah menjadi bukti kepiawaian Bapak yang bertangan dingin,” sahut seseorang lagi salah satu direksi perusahaan.
“Saya hanya ingin fokus dengan apa yang sudah saya bangun, Sparkling masih butuh waktu untuk bisa disejajarkan dengan Karisma milik mendiang ibu saya,” ujar Satria dengan senyum khasnya.
Para direksi tersenyum sambil mengangguk, jika Tante Katrin selama ini tidak diragukan dalam kepemimpinannya maka mereka juga menaruh percaya kepada putranya itu dan bahkan lebih optimis lagi.


“Sat, apa kamu yakin Demian mau menerima tawaran jadi CEO Karisma?” tanya Liany di sela santap makan siang mereka di restoran tak jauh dari kantor Karisma. Liany kini tak perlu repot-repot lagi menitipkan Rangga di penitipan anak karena Lilis bekerja dengan sangat baik menjaga Rangga. Dia hanya butuh satu asisten rumah tangga lagi agar Lilis tidak terlalu repot mengurus semuanya.
“Aku belum ngomong sih, tetapi aku yakin Demian akan terima jabatan itu, aku tahu kemampuannya. Fotografi itu hanya hobinya saja, dia itu punya potensi yang lebih besar karena memang latar belakang dia asalnya dari usaha properti jadi tidak sulit bagi dia untuk membantu kamu di Karisma.”
“Misterius banget siih Demian ini, dia cuma menunjukkan sisi kalo dia suka sama Myla saja,” ujar Liany yang disambung dengan kekehan kecilnya. Satria ikut tertawa, jelas sekali di mata mereka jika Demian menaruh hati pada Myla dan menunjukkan perhatiannya.
“Oh iya, jadi kamu panggil bi Inah untuk kerja sementara di rumah kita?” tanya Satria setelah menandaskan makanannya. Setengah gelas jus jeruknya sudah kosong.
“Iya, tadi pagi bi Inah sudah datang di antar sama Santo, sopirnya Om Rudy. Bi Inah senang sekali bisa membantu kita selama Myla dan Om Rudy ada di Los Angeles. Cuma bi Inah minta dua hari sekali ke rumah Myla untuk nengokin rumah dan bersih-bersih, tentu saja aku tidak keberatan.”
“Hmmm, baguslah. Lalu rencana kuliahmu bagaimana?” Satria memandang Liany dengan serius, istrinya itu belum memberi jawaban keputusan tentang rencana kuliah bisnis yang Satria ajukan.
“Baiklah, aku setuju, aku bingung mau pilih yang mana, biar aku tanyakan saja ke mba Karinda. Aku mau yang cukup fleksibel karena aku gak mau tinggalkan Rangga sering-sering.”
“Atau nanti aku minta Dora carikan info buat kamu ya,” usul Satria dengan senyum mengembang. Liany hanya tersenyum, suapan terakhir makanannya begitu dinikmatinya. Dalam hati kecilnya berharap agar semua afirmasi positif di sekelilingnya ini tak berubah dan menunjangnya agar menjadi sosok yang lebih baik lagi.


“Apaaa? CEO Karisma? Gak salah, sat?!” Demian terkejut sehingga bahunya mundur ketika Satria memintanya datang ke ruangannya dan mengatakan akan memberi jabatan itu padanya.
“Gak laah, aku sudah memikirkan ini berkali-kali. Sudah waktunya untuk kamu keluar sarang, Dem, kemampuan kamu lebih dari sekedar menenteng kamera. Ayolah, terima ini agar kamu bisa membantu istriku di sana dan juga adikku, aku mohon.” Satria menatap Demian dengan begitu rupa agar Demian luluh.
“Ini perusahaan besar, orang-orang di usaha properti akan mengenaliku, Sat.”
“Dem, come on, sudah saatnya kamu untuk keluar dan berhenti bersembunyi. Tunjukkan pada mereka kalau kamu punya kemampuan, aku percayakan Karisma kepadamu dan juga Myla, adikku.”
Demian menatap Satria tak berkedip, lalu tertunduk agak malu, rupanya sejelas itu terbaca jika dia menyukai Myla.
“Kamu tahu yaa kalo aku suka Myla?” tanya Demina seperti orang bodoh. Satria tertawa mendengarnya.
“Heeh … Dem, semua orang tahu kali kalo kamu suka sama Myla. Tenang saja aku kasih restu kamu soal Myla. Cuma yaa memang mungkin aku sedikit memaksa tentang jabatan CEO ini karena aku rasa, ini saat yang tepat untuk membayar hutang masa lalu kamu pada mereka yang sudah membuatmu jatuh.” Satria menekankan kalimat terakhirnya, raut wajahnya serius dengan –lagi-lagi—aura yang menakutkan terpancar itu.
“Maksud kamu… kamu memberikan tumpangan Karisma kepadaku untuk membalas dendam kepada mereka?” tanya Demian perlahan. Jantungnya berdebar, dia tidak menyangka Satria akan berpikir sejauh itu. Di matanya kini Satria bukan hanya sebagai ‘pak bos’-nya tetapi sebagai Batman yang menjadikannya Robin.
“Ambil kesempatan ini, gunakan kuasa dan kemampuan penuhmu, balas perbuatan mereka pada keluargamu, tetapi ingat, aku tidak ingin Karisma jatuh, kau harus buat Karisma semakin berkharisma dan aku percaya padamu.” Satria berdiri dan mendekati Demian, menepuk-nepuk bahunya penuh keyakinan.
“Baiklah, aku terima tantangan ini dan entah bagaimana caranya aku akan berterima kasih kepadamu, Sat.” Demian mendongak melihat lurus ke arah Satria.
“Jangan kecewakan Myla adikku dan jangan buat perusahaan mendiang ibuku bangkrut,” ujar Satria dengan senyum lebar dan diikuti tawa mereka berdua.

Komentar Buku (253)

  • avatar
    KusumaMutmainnah Ningtyas

    ceritanya sungguh bagus smpe buat nangis, dan ketawa krn kisahnya😁

    24/01/2022

      0
  • avatar
    FonatabaSiphora Nelly marline

    bagus banget ceritanya kak.. please ada lanjutannya dong semoga Tante Katrin gak meninggal amin

    16/01/2022

      1
  • avatar
    Devi Damayanti

    novel yang sangat baik dan berkualitas penuh arti dalam kehidupannya rumah tangga yang baik juga banyak rintangan dan halangan dari mertua dan adik ipar yang sama-sama ingin menguasai harta yang bukan miliknya, dan kita bisa ambil hikmahnya dari novel tentang pengorbanan seorang istri untuk suami.

    12/01/2022

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru