logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 9 RAHASIA APA?

Wajah Mika agak terperangah sewaktu mendapati sesosok gadis berseragam tengah berdiri di depan gerbang rumahnya. Gadis itu memegang tas sekolah di depan roknya, senyum manis campur gugup tersungging di bibirnya yang ranum.
"Kamu siapa? Ngapain di sini?" tanya Mika agak kebingungan.
"Kak Mika! Halo, Kak!" Gadis manis berambut bob itu menyapa Mika balik dengan hangatnya.
Mika mengernyit. "Kamu kenal aku dari mana?"
"O, maaf, Kak ... nama aku Rossa. Aku adik kelas Kakak. Pasti Kakak nggak kenal aku, tapi aku kenal sama Kakak. Ya ... siapa juga yang nggak bakal kenal sama Kak Mika? Kak Mika kan istrinya Pak Janu. He he."
Senyum Rossa entah mengapa cukup membuat Mika agak bergidik. Apa maunya cewek ini? pikirnya. "O gitu ya, jadi ada urusan apa? Cari Pak Janu?"
"Iya, Kak. Sebetulnya aku ada janji buat les privat sama Pak Janu. Tapi entah kenapa, Pak Janu nggak bisa dihubungi." Rossa memasang air muka murung.
"Kalau gitu masuk dulu ayo. Mungkin lagi ada urusan dianya. Kamu tunggu di dalam aja."
Tawaran itu disambut baik oleh Rossa. Tanpa sungkan-sungkan, dia langsung meletakkan pantat di sofa setelah ikut masuk ke dalam rumah. Mika ke dapur untuk menyiapkan minuman. Mata Rossa menyisir dinding rumah mereka, ada yang dia cari.
"Kok aneh ya? Nggak ada foto pernikahan dipajang di sini?"
Mika menaruh segelas es teh manis di atas meja, lalu mengekor gerak mata Rossa yang belum juga berhenti menyisir ruang tamu.
"O ... foto pernikahan ya? Kami simpan semuanya. Silakan diminum dulu, Ros."
Rossa meraih gagang gelas lalu mendekatkannya ke bibirnya. "Kak Mika benar-benar beruntung, ya. Siapa yang sangka kalau Kakak bisa berjodoh sama Pak Janu? Kalau boleh tau ... Kakak pacaran berapa lama sama Pak Janu?" selidiknya sebelum menenggak es teh di tangan. "Soalnya aneh aja, kayaknya aku belum pernah liat kalian berduaan deh di sekolah," tambahnya.
"Diminum aja tehnya, jangan dipikirin soal kayak gitu."
Rossa tak bertanya apa-apa lagi. Selang lima belas menit,Janu kembali. Mika sudah siap untuk mengomel, bagaimana bisa seorang guru lupa dengan janji les private dengan muridnya sendiri? Sebelum dia sadar ada yang aneh. Janu tak kalah terperangah melihat Rossa.
"Kamu yang biarin dia masuk?" Janu melirik Mika agak tajam.
"Ya ..." sahut Mika pelan, "Kenapa, Mas? Bukannya kalian ada janji buat les privat?"
Air muka Janu tampak tak senang. Berbanding terbalik dengan Rossa yang justru mengumbar senyum puas. "Kenapa, Pak? Wajar kan murid ada di rumah gurunya? Jadi ... kapan kita bisa mulai belajar?" Senyum tipis yang disunggingkan Rossa terlihat seperti ujung mata belati di mata Janu.
"Oke, ikut saya."
Mika ditinggalkan sendirian di ruang tamu dengan muka kebingungan, sedang Janu dan Rossa masuk ke dalam ruang kerja Janu. Sedari awal dia bisa mencium ada yang tak beres, tapi dia tak mau terlalu mencampuri urusan Janu. Bagaimanpaun, sesuai kesepakatan mereka, mereka tak boleh melewati batas-batas tertentu. Apapun urusan Janu dengan Rossa, sama sekali bukan urusan Mika.
***
"Udah selesai belajarnya?" Mika yang tadinya berada di dekat mesin cuci menghampiri Rossa yang baru keluar dari ruang kerja Janu.
"Sudah. Terima kasih ya, Kak. Semoga kita ketemu lagi di lain waktu."
Mika mengantar Rossa sampai ke pintu gerbang. Saat dia berbalik, nyaris saja jantungnya copot karena Janu entah sejak kapan sudah berada di belakang punggungnya.
"Lain kali jangan asal terima orang masuk rumah. Kalau itu ternyata penipu gimana?" Muka Janu merengut.
"Ma-maaf, Mas. Penipu gimana maksudnya?"
"Ya kali ini kamu beruntung karena dia emang murid aku. Tapi misal ada seseorang berniat jahat ngaku-ngaku muridku terus malah maling gimana?"
"Maaf, Mas." Mika menunduk.
"Lagian, cewek itu ... sebaiknya dia emang jangan ke sini lagi. Aku udah berusaha ngindar, entah dari mana juga dia tau alamat rumah ini."
"Emangnya kenapa, Mas? Apa salahnya jadi guru les privat buat murid sendiri?"
"Aku nggak punya kewajiban buat ngasih tau kamu, kan? Pokoknya kalau aku larang ya nurut aja. Kalaupun aku harus ngajar dia secara privat, bisa dilakuin di kafe atau di mana. Paham kan maksud aku?"
Mika mengangguk. Kenapa sih dia sikapnya jadi gini? Sejak nikah ... apa emang ini karakter aslinya? Apa jangan-jangan dia nganggap aku beban? Kan dari awal bukan aku yang minta dibiayai kuliah! Mika merutuk dalam hati. Dia pandangi punggung Janu yang menjauh memasuki rumah kembali dengan mata nanar. Apa yang salah dengan pria ini?
***
"Dor!!!"
Nyaris saja buku-buku di tangan Mika berhamburan tatkala sosok Raga mendadak muncul di depan mukanya setelah dia selangkah keluar dari perpustakaan.
"Apaan sih?! Kamu sengaja, ya?! Mau bunuh aku?!" Mika memukul lengan Raga dengan buku di tangannya.
Raga tersenyum puas, berhasil membuat Mika sebal. "Habisnya ... aku perhatiin dari luar, muka kamu dari tadi kayak yang bingung gitu. Mikirin apa sih, Cantik?"
Alis Mika meninggi. "Please yah, aku nggak suka digombal receh. 'Cantik'? Nggak ada gombalan norak yang lain apa?" protesnya.
Raga menggaruk pipinya sebentar, mukanya berubah tenang. "Eum ... kamu nggak ada urusan kan hari ini? Nggak ada River yang lagi ngikutin kamu kan hari ini?"
"River? Nggak ada. Kayaknya hari ini dia lagi bosan jadiin aku targetnya. Kenapa emangnya?" Mika balas bertanya.
Raga menggigit bibir bawahnya. "Temani aku yuk, lagi ada buku yang mau aku cari, terus ada film yang lagi pingin aku tonton hari ini."
"Terus ...? Nggak ada orang lain yang bisa kamu ajak? Nggak mungkin banget, kan? Pasti ada puluhan mahasiswi kamu yang ngantre buat diajakin nonton sama kamu."
Raga tersenyum miring. "Kenapa? Apa kamu cemburu karena aku populer di kalangan mahasiswi? Ada banyak cewek yang diam-diam memperhatikan aku."
"Nggak usah ge-er, ya! Geli dengernya. Ya udah ... aku ikut, tapi pastikan dulu sampe jam berapa."
"Kenapa? Karena suami kamu bikin jam rumah?" Nada Raga terdengar agak posesif.
"Nggaklah, dia orangnya nggak begitu, kok. Tapi kan aku juga ada tugas yang harus aku kerjain."
"Sampe jam sembilan, bisa? Kita berangkat sekarang. Kamu nggak ada kelas lagi, kan?"
"Nggak ada. Tapi kamu yang bayar, kan?" Mika mulai lanjut melangkah. Raga berjalan di sampingnya.
"Tenang aja, Nona Manis. Minyak, jasa penyupiran, tiket, makan, minum, semua aku tanggung. Kamu cukup bawa badan dan nyawa aja."
"Sembarangan!" Mika menepuk lengan Raga lagi. "Tapi tumbenan ... kamu manis banget hari ini."
"Aku sih selalu manis, kamu aja yang telat nyadar."
Sepasang pria dan wanita muda itu melenggang bersama menuju area parkir lalu berangkat menggunakan mobil si pria.

Komentar Buku (45)

  • avatar
    ZNayman Azkayra Azkayra

    bagus

    06/02/2023

      0
  • avatar
    SanicoAngel

    💓💓

    14/01/2023

      0
  • avatar
    Pluviophile

    good

    12/10/2022

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru