logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 7 SENIOR KEJAM

"Kamu kayaknya dekat sama cowok itu, ya. Padahal baru kenal."
Janu mendadak mengungkit soal Raga saat dia dan Mika akan kembali ke Indonesia. Alis Mika langsung terangkat sedikit, "Tiba-tiba aja Mas bahas dia lagi. Bikin kaget aja." Mika tertawa kikuk.
Aneh memang. Padahal selama minum kopi bersama tempo hari, Janu tak banyak bersuara. Justru di saat hendak pulang begini tiba-tiba saja dia berkomentar.
"Ya, tiba-tiba aja keingat lagi. Ada enaknya kan kamu ikut acara tur itu? Jadi dapat teman baru. Orangnya juga keliatan asyik. Mungkin nanti bisa jumpa lagi pas kita udah balik."
"Aku nggak ada maksud lain, kok."
"Emangnya aku bilang apa? Jangan salah paham, Mika. Justru aku senang kok. Kamu kira aku cemburu, ya?" balas Janu setengah tertawa.
"Heh? Cemburu? Ya nggaklah, Mas! Nggak mungkin juga Mas Janu cemburu. Ha ha. Apaan sih!"
Keduanya terdiam lebih canggung. "Maaf, ya. Kayaknya aku salah ngomong, nggak tepat timing juga bahas dia."
Mika diam saja, tak merespons. Tapi sungguh, seperti kata Janu, entah bagaimana, dia pun tak keberatan sebetulnya apabila bertemu lagi dengan Raga. Pria itu unik. Nyaman dijadikan sebagai teman ngobrol.
***
Seakan langit mengamini keinginan Mika. Saat hari pertama kuliah, sekali lagi dia dikejutkan dengan perjumpaannya dengan Raga. Matanya bahkan sempat tak bisa berkedip.
"Kamu? Ngapain di sini?"
Jari telunjuk Mika tepat menunjuk Raga. Raga pun tak kalah terkejutnya mendapati sesosok yang dia kenali. "Lah, kamu yang ngapain di sini?" Raga menunjuk atribut ospek yang dikenakan oleh Mika. "Nggak mungkin ..., jangan bilang ..., kamu mahasiswa baru?" tanyanya bingung.
Mika menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dengan senyum kikuk dia mengangguk mengiyakan. "Ya. Gitulah. Ini hari pertama ospek. Lah, kamu sendiri?"
"Aku mahasiswa pasca sarjana di sini sekaligus dosen."
Pengakuan Raga itu sontak membuat Mika tersedak tak percaya. "Hah?!!" Matanya melotot.
Tidak mungkin, kan ... dunia terlalu sempit kalau benar Raga adalah salah satu dosen di tempat Mika kuliah. Bukankah terdengar konyol?
"Kayak sinetron aja, ya." Raga tertawa kecil. "Mungkin betul dunia ini cuma selebar daun kelor. Baru aja beberapa hari lalu kita ketemu di Singapura, ya." Raga masih tak percaya dengan apa yang terjadi sebenarnya.
Baru saja mulut Mika terbuka untuk menanggapi, sebuah suara keras memanggilnya dari lapangan. "Hoi!!!! Yang di situ! Mau sampai kapan kamu di situ, hah?!!!" Salah seorang senior membentak Mika.
Muka Mika langsung mutung. Sejak awal memang senior yang satu itu selalu menjadikannya sebagai target. Seakan tak henti-henti dia menjadikan Mika sebagai bulan-bulanan.
"Hati-hati sama River. Dia itu nggak punya belas kasih." Raga berbisik.
Baru ini Mika tahu nama senior menyebalkan itu adalah River. Nama yang terlalu bagus untuk seseorang dengan kepribadian buruk, pikirnya sinis.
"Kalau gitu aku balik dulu, ya. Semoga kita nanti jumpa lagi." Mika pamit.
"Kita pasti ketemu lagi, kok." Raga menyunggingkan senyum penuh makna yang sempat membuat sekujur tubuh Mika bergidik.
"Apaan sih?"
Raga cuma mengedikkan bahu dengan santai kemudian berlalu. Pria itu terlihat sudah punya seribu rencana dengan Mika. Apapun itu, Mika tak akan mau terlalu dekat dengannya. Nama baik keluarga harus tetap dijaga. Bagaimanapun, statusnya sudah bukan lajang lagi.
***
Baru semenit Mika duduk di atas rumput lapangan dengan niat istirahat setelah lelah melakukan setiap perintah para seniornya, suara keras River tiba-tiba mengejutkan dirinya lagi, "Heh! Kamu! Kamu! Sini! Tolong belikan kopi!" panggilnya seenaknya saja.
Mika mendengus dalam hati. Sepertinya River tak senang melihat dia bisa menarik napas walau sebentar. Pria tinggi berambut gondrong itu sepertinya tak sudi melihat Mika hidup dengan tenang.
"Harus aku ya, Kak?" Mika bertanya sinis.
River langsung cengo. "Wah ..., wah wah wah, masih berani nanya ya?" River menunjuk muka Mika dengan dongkol. "Sana, cepat beli kopi. Senior kamu yang ganteng ini udah kehausan."
Kalau saja Mika punya sedikit keberanian, dia pasti sudah meninju muka River. Dan sayangnya, seperti katanya, dia memang sialnya punya wajah yang memang tampan. Aku mati-matian masuk kuliah sampe terpaksa nikah sama mantan guru bukan buat ketemu sama senior kayak gini! cekam Mika dalam hati.
"Kenapa bengong? Terpesona sama visual aku?" River menyadarkan Mika dari lamuanan singkatnya. Dia rogoh kantung lalu menyerahkan selembar uang senilai lima puluh ribuan. "Nih, pergi ke kafe di depan kampus. Beli ice americano."
Mika melongo. "Hah? Ke kafe di depan? Bukan beli di kantin?" Mika terperangah.
"Kamu jangan uji kesabaran aku, ya! Masa orang kayak gini disuruh minum kopi murahan?!"
Mika mengegrutu dalam hati lagi. Memangnya siapa sih River ini? Belaganya seperti selebriti kelas atas saja! Tapi Mika tak punya pilihan selain menurut. Toh ospek hanya berlangsung selama tiga hari saja. Setelah mimpi buruk ini berlalu, Mika bisa fokus dengan studinya saja.
***
Tubuh lelah Mika ambruk di sofa begitu saja. Dia sampai tak asdar kalau ada tamu di rumahnya. "Tuan puteri udah pulang dari kuliah?"
Mika langsung beranjak. Betapa kaget dia mendapati sosok ibu mertuanya yang sedang menyiapkan minuman dingin di dapur.
"Eh!! Ya ampun! Mama! Mama! Aku nggak tau kalau Mama di sini!" Mika langsung memasang ekspresi bersalah.
"Santai aja, ini minum dulu. Kamu pasti capek seharian ospek, kan?" Mama memanggil Mika agar datang ke dapur.
Ketika Mika berjalan ke dapur untuk menemui ibu mertuanya, Janu pun keluar dari kamar. "Mama memang begini, Ka. Selalu datang tanpa bilang-bilang. Jadi kamu harus terbiasa, ya." Janu duduk di samping Mika.
"Ya emang kenapa?! Rumah kamu kan rumah Mama juga! Iya kan, Mika?!" Mama membela diri.
"He he. Iya, Ma. Betul." Mika mengangguk kikuk.
"Mama datang hari ini karena Mama tau kamu ospek hari ini. Jadi Mama bawain sedikit lauk pauk tuh buat makan malam kalian," kata Mama dengan lembut.
"Terima ksaih ya, Ma. Hari ini memang aku nggak sempat masak tadi." Mika menunduk malu.
Mama Janu duduk di hadapan Mika, dia lipat kedua tangan di atas meja seakan bersiap untuk menginterogasi. "Jadi gimana ospeknya?"
"A ..., seru kok, Ma. Bagus kampusnya. Senior juga baik-baik." Mika jelas berbohong.
"Jangan terlalu capek-capek, ya. Kalau kamu kerja terlalu capek, nanti susah buat hamil, loh."
Janu langsung tersedak begitu mendengar perkataan asal mamanya. "Ma ..., apa sih? Kan udah diabhas, Mika mau kuliah dulu."
"Iya. Kuliah nggak apa-apa. Tapi jangan lupa, tugas utama kamu sebagai istri itu apa."
Mika terdiam. Es teh di tangannya yang sedetik tadi masih manis kini terasa pahit bukan main. Kenapa tak ada satu hari saja yang damai di hidupnya? pikirnya. Hari ini sudah cukup buruk dengan kehadiran River, dan sekali lagi dia diingatkan soal hamil, sesuatu yang sepertinya mustahil terjadi.

Komentar Buku (45)

  • avatar
    ZNayman Azkayra Azkayra

    bagus

    06/02/2023

      0
  • avatar
    SanicoAngel

    💓💓

    14/01/2023

      0
  • avatar
    Pluviophile

    good

    12/10/2022

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru