logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 6 KAMU LAGI

"Habis dari sini kamu mau ke mana?"
Mika agak terkejut mendapati pertanyaan bernada agak posesif dari Raga saat kegiatan turing mereka sudah berakhir. Air muka Mika tampak agak kebingungan harus merespons bagaimana. Sejak tadi mereka secara alami menjadi lebih mengenal satu sama lain.
Mereka makan bersama di meja yang sama, berfoto bersama. Sejujurnya Mika nyaman sebab rasanya jadi tak sepi, ada seseorang yang menjadi teman bicara di tur ini. Namun, untuk terus menjalin pertemanan lebih lanjut, rasanya Mika tak bisa. Selain karena ada Janu yang sudah menunggunya, dia juga takut kalau Raga punya niat lain. Bagaimana kalau laki-laki ini hanya mencari pelampiasan belaka?
"Eh ..., aku harus balik ke hotel sekarang." Mika menjawab kikuk.
"Kita nggak bakal ketemu lagi?" tanya Raga yang terlihat agak menyayangkan perpisahan mereka.
"Soal itu ..., ah ..." Mika tergagap.
Raga tiba-tiba menjulurkan tangannya. "Minta nomor hape kamu, nanti aku hubungi kalau kita udah balik ke Indonesia. Masih mau ketemu, kan?"
Mika kehabisan kata-kata, kenapa Raga terlihat begitu obsesif dengan pertemuan singkat mereka? "Harus, ya?" balas Mika canggung.
Raga terkejut mendapati balasan sedingin itu. Dia memasang senyum palsu untuk menutupi perasaan malu. "Kamu nggak mau kita berteman lagi? Ya ..., oke kalau gitu. Nggak apa-apa, toh di hotel juga ada suami kamu yang nunggu, kan? Maaf aku kedengaran kayak bicara omong kosong." Raga tertawa canggung. "Hari ini seru. Kukira turingnya bakal garing, tapi karena ketemu kamu jadi seru juga. Oke deh, aku juga harus balik ke hotel. Bye."
Menutupi rasa malu yang bersarang di hatinya, Raga buru-buru berbalik badan. Mika menggigit bibir bawahnya, bimbang. Sebetulnya perjalanan singkat hari ini memang menyenangkan karena adanya Raga. Namun pertemanan mereka tak akan bisa berlanjut. Toh mereka hanya akan bertemu di sini saja.
Akan tetapi, sebelum Raga betul-betul menjauh, Mika mengubah pikirannya dengan cepat. Akan sangat sayang kalau hubungan mereka berhenti di sini saja. Setidaknya bertemu lagi sesekali saat kembali ke Indonesia bukanlah masalah.
"Tunggu." Mika memanggil lagi.
Raga berbalik, alisnya terangkat penuh harap. "Oke, kita bisa tukaran nomor. Mungkin nanti kita bisa minum kopi bareng. Tapi kamu yang traktir, ya." Mika mencoba berkelakar.
Senyum cerah langsung merekah di wajah tampan Raga. "Nah gitu, dong. Tenang aja, aku nggak akan menggigit kamu, kok. He he. Jangan salah paham, maksudnya aku nggak punya niat buruk. Cuma mau nambah teman aja. Apalagi kamu juga kan punya suami, aku nggak akan berani macam-macam."
Mika tersenyum kikuk. "Ya ..., aku juga nggak nuduh kamu, kok."
Usai bertukar nomor ponsel, mereka sungguh-sungguh berpisah. Raga harus kembali ke hotelnya, masih ada perjalanan turing yang akan dia ikuti besok pagi. Sedang Mika juga mesti kembali ke hotel untuk bertemu dengan Janu. Entah bagaimana pria itu menjalani kegiatannya hari ini. Hari esok juga masih misteri bagi Mika, entah dia akan dibiarkan pergi sendirian lagi besok.
***
Lain dari dugaaan Mika, rupanya Janu sama sekali tidak keluar dari hotel hari ini. Dia sedang menonton TV saat Mika pulang.
"Gimana tur-nya? Seru? Singapura bagus, kan?" tanya Janu cuek.
"Mas Janu nggak keluar dari tadi? Di hotel doang?" Mika tak menjawab pertanyaan Janu.
Janu bangkit dari tempat tidur lantas membuka pintu balkon, membiarkan angin sore menerpa wajahnya yang agak pucat. Dia duduk santai sambil membuka sebungkus rokok, pertanyaan Mika tak segera dia jawab.
Segera setelah sebatang rokok dia nyalakan, barulah dia menjawab setengah hati. "Aku tidur aja seharian. Sudah lama nggak punya waktu buat tidur tanpa gangguan kayak gini. Tapi besok karena hari terakhir kita di sini, kita bakal ke Merlion. Cuma buat foto sebagai bukti nantinya buat Mama."
Bukan jawaban dingin nan datar begini yang diharapkan oleh Mika. Setidaknya, cowok ini bisa sedikit lebih manis, seharusnya. "Jadi kita nggak ada rencana lain hari ini?" Mika berharap.
"Nggak ada. Emangnya kamu mau ngapain?"
"Lampu kota Singapura kayaknya bagus."
"Dari sini juga bisa kalau cuma mau liat lampu-lampu kota. Lagian, kamu ada hal yang lebih penting yang harus dilakuin, kan?" Janu menatap Mika.
"Apa?" Mika mengernyit bingung.
"Sebentar lagi kamu mulai kuliah. Lebih baik pelajari lagi materi-materi yang udah lewat. Mana tau nanti ada tes mendadak."
Mika mendengus dalam hati. Tak salah lagi, Janu memang seorang guru sejati. Sepertinya yang dia pikirkan setiap saat hanya tentang belajar dan belajar.
***
Langkah Mika mulai goyah, Janu berjalan dua meter di depannya. Sejak tadi dia sama sekali tak menaruh perhatian kepada Mika yang kesulitan mengimbangi kecepatan langkahnya.
Setelah berfoto di Merlion, kini mereka pergi ke sebuah pasar untuk membeli ole-ole sekalian menyantap makanan lokal. Pasar itu ramai dipadati pelancong dari berbagai negara. Dengan luas jalan yang tak seberapa, mau tak mau, Mika selalu tertinggal di belakang.
Tiba-tiba Janu berhenti di depan sebuah kedai kopi tiam. "Mika! Mika!" panggilnya.
Susah payah Mika menerobos himpitan manusia untuk sampai ke tujuan di mana Janu memanggilnya. "Kenapa, Mas?" tanyanya sambil mengipas leher yang mulai berkeringat. Cuaca memang sedang lumayan terik.
"Mau minum di sini?"
"Kopi? Oh ..., aku nggak minum kopi." Mika menolak.
Janu mendadak mengeluarkan ponsel pintarnya. "Kalau gitu kita ambil foto aja, nanti kita bilang sama Mama kalau kita udah ke sini, oke?"
Alis Mika terangkat sedikit. Semua kepalsuan ini mulai membuatnya muak. Tapi dia tak punya pilihan selain mengikuti arus dan menuruti permintaan Janu.
Baru sedetik tangan kanan Janu terangkat untuk mengambil potret, tiba-tiba terdengar suara yang menyapa mereka. "Mika?"
Keduanya langsung menoleh ke arah sumber suara. Mata Mika terbuka lebar saat mendapati rupanya Raga yang memanggil dirinya. Sekilas Janu melirik Mika, seolah bertanya siapa pria asing ini.
"Kamu lagi di sini juga. Nyari ole-ole?" tanya Raga sambil mendekat.
Mika mengangguk kikuk. Tanpa dia duga, tiba-tiba Janu merangkul pundaknya. Niat Janu memang agar Raga menyadari kehadirannya di sini.
Untungnya Raga memang langsung sadar kalau ada Janu di samping Mika. "Eh ..., ini suami kamu?" tanya Raga canggung.
Mika mengangguk pelan. "Mas Janu, ini Raga. Kami ketemu kemarin di acara turing. Nggak nyangka juga malah ketemu di sini lagi."
"Janu."
"Raga."
Mereka bersalaman dengan kaku. "Mau ngopi? Aku traktir." Raga memberi tawaran.
Janu otomatis setuju tanpa berpikir dua kali. Mika terpaksa juga ikut walau hatinya berat. Kenapa mereka mesti bertemu di sini? Semuanya sangat tak tepat, pikirnya.

Komentar Buku (45)

  • avatar
    ZNayman Azkayra Azkayra

    bagus

    06/02/2023

      0
  • avatar
    SanicoAngel

    💓💓

    14/01/2023

      0
  • avatar
    Pluviophile

    good

    12/10/2022

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru