logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 5 Alfa

Parkiran kampus
Pukul. 08.30 WIB
Tiga bulan sebelum pernikahan
••••••••
"Laki-laki aneh yang sudah membuat detak jantungku berdetak lebih dari seratus kali per menit. GARRA!"
Wanita itu sudah menunggu Garra selama lebih kurang lima belas menit di dalam mobil. Masih jelas terngiang di dalam benak Quen, bagaimana ia dan Tuan Daud berdebat soal rencana pernikahannya.
"Quen tidak ingin menikah dengan Garra, Pa! Quen punya pilihan sendiri."
"Siapa? Eder? Antara ijab kabul dan pemberkatan, kamu yakin kalian bisa menikah?"
"Bisa!"
"Bagaimana caranya, Quen? Apa Eder mau mengalah? Apa keluarganya tahu soal dirimu dan agamamu? Dinding iman yang membatasi kalian berdua itu terlalu megah, dan pada akhirnya hati kalian harus mengalah."
"Kalau memang Tuhan tidak merestui, mengapa kami berdua dipertemukan, Pa?"
"Tuhan sedang menguji hambanya. Apa kamu tahu, Quen, menjalani hubungan beda agama itu cuma ada dua kemungkinan, ganti pasangan atau ganti Tuhan."
"Tapi, apa Papa bisa menjamin kalau Garra adalah pria yang tepat untuk menjadi pendamping hidup Quen selamanya?"
"Apa kamu juga bisa menjamin, antara sujudmu dengan genggaman tangannya akan bertemu dalam amin yang sama?"
***
Pertemuan tidak sengaja Quen dan Garra di parkiran mobil kampus, menjadi keajaiban bagi seorang Quen. Mengapa? Ia tidak perlu bersusah payah lagi memikirkan bagaimana cara agar bisa bertemu dengan pemuda dari kutub utara itu.
Masalah pernikahan yang mendadak dibicarakan antara Quen dan Tuan Daud cukup membuat hati Quen memanas hingga sekarang. Tak pernah terpikir sebelumnya, untuk menumpahkan kekesalan yang ada pada Garra. Quen mempunyai cara tersendiri untuk membalas hal tersebut.
"Hei, Ikan Garame!" teriak Quen, sembari memancarkan sorot mata kebencian pada Garra.
Garra membuka kacamata, melihat sosok yang telah berani memplesetkan namanya. Hingga Garra mengetahui bahwa sosok itu adalah Quen, musuh abadi seorang Garra.
"Ralat! Ikan gurame mungkin, Quen. Bukan, garame," celetuk Nicole.
Sahabat Garra, Nicole baru saja keluar dari dalam mobil Garra, mendadak berpikir dengan ikan garame yang dimaksud oleh Quen.
"Berat otak cuma setengah ons, kebanyakan kurang," timpal Garra sedikit pedas.
Quen semakin menggenggam erat kantong plastik yang berisikan telur busuk di balik punggungnya. Hampir saja pecah dibuat oleh Quen. Cukup menguji kesabaran Quen pagi itu dengan perkataan yang baru saja dilontarkan oleh Garra.
Tak ingin membalas, Quen cukup melemparkan senyum licik kepada pemuda bermulut pedas tersebut. Ada sesuatu yang sebentar lagi akan dilakukan oleh gadis itu.
"Kita lihat sekarang, Anda atau saya yang banyak kurangnya."
"Apa?"
"Tarik kembali semua niatmu itu, dan saya tidak akan melakukan hal ini nantinya."
"Tidak!"
Tanpa pikir panjang, Quen segera mengambil satu butir telur yang ada di dalam plastik.
"Anda yang meminta."
Puk!
"Sempurna!"
Senyum puas Quen, saat mengetahui satu butir telur busuk mendarat tepat di wajah Garra.
Puk!
Puk!
Puk!
Garra masih tenang, tak bergeming. Seolah pasrah menjadi sasaran tembak Quen. Bukan pasrah sebenarnya, Garra hanya selalu ingin terlihat keren di mata semua orang. Wajah dan baju sudah penuh dengan lemparan telur busuk. Sedangkan, manusia lain yang melihat sudah banyak menggelar lapak untuk menyaksikan bersama.
"Tepat sasaran," lanjut Quen tersenyum riang. "Anda tahu, siapa sekarang yang banyak kurang? Kurang fokus!"
Untuk telur yang terakhir, Garra dengan cepat maju beberapa langkah ke depan, mendekati Quen. Ia mencengkram tangan Quen agar tidak dapat melempar lagi. Habis sudah kesabaran Garra melihat tingkah calon istrinya itu.
Aroma menyengat yang dikeluarkan dari telur busuk tercium oleh Quen, membuat gadis itu mundur selangkah dari posisi Garra berdiri.
"Puas?!" Hanya satu kata yang keluar dari mulut Garra. Tetapi, tatapannya begitu mengintimidasi Quen.
Seolah tak takut, Quen semakin berani mendekatkan diri pada Garra, hingga wajah mereka berjarak hanya beberapa senti saja.
Quen mulai berbisik,"Itu hadiah untuk seorang pemuda yang telah berani berniat menikah dengan saya. Cara Anda sangatlah busuk! Cocok dengan penampilan Anda saat ini, seperti bau bangkai!"
"Bau bangkai?" Garra terkekeh pelan. "Apa Anda mau mencoba merasakannya, Quenarra?" Seketika Garra terlihat serius menatap lekat kedua manik hitam Quen.
Deru napas kedua musuh bebuyutan itu saling beradu, debaran jantung Quen kembali berdetak tak normal, sama seperti saat Tuan Daud meminta Quen untuk menikah dengan anak teman akrabnya, yaitu Garra.
Dalam hitungan beberapa detik saja, insiden itu tak dapat lagi terelakan. Membuat sepasang mata yang ada di sekitar parkiran terbelalak sempurna menatap mereka berdua.
Duar!
Bak petir di siang bolong, hari itu adalah hari tersial bagi Quen, juga bagi Garra.
Cukup singkat. Namun, butuh waktu lama bagi Quen untuk melupakan. Wanita itu masih mematung, saat Garra melepas pelan kedua bibir yang telah beradu beberapa detik lalu.
"Mulai sekarang, belajarlah menghormati calon suamimu sendiri. Dalam beberapa bulan lagi Anda harus mengambil keputusan untuk Eder. Sebenarnya kalian berdua hanya memperlambat suatu perpisahan," bisik Garra pelan.
Quen hanya menatap tajam Garra sebagai jawaban.
Sedangkan di sekitar mereka, sudah ramai suara kicau dari makhluk mana pun yang melihat. Menyaksikan dua hal yang tidak mungkin bisa menyatu seperti sein kiri belok kanan.
"Saya sudah pernah memberi peringatan, kalau saya tidak suka disentuh! Apalagi dengan ...." Garra menahan amarah, ia melirik bagian atas baju yang penuh dengan cairan busuk dari telur. "Anda adalah bagian dari BANGKAI ITU SEKARANG!" Suaranya meninggi diakhir kalimat.
Mereka berdua tak sadar, dari kejadian kissing tadi ada sepasang mata ikut menyaksikan mereka. Perlahan sosok itu mendekati Quen dan Garra, sehingga tontonan warga kampus yang melihat semakin menarik saja, bak syuting drama korea.
"Quen." Suara lembut Eder mengalihkan pandangan Garra dari Quen.
Garra tersenyum tipis, mundur beberapa langkah dari Quen yang masih terdiam mematung tak merespon sapaan Eder.
"Butuh saputangan, tisu, atau benda lainnya yang bisa dijadikan ...." Garra sengaja menggantung kalimatnya. Ia mengusap ringan bibir bekas ciuman sambil menatap lekat kekasih Quen.
Eder melewati Garra begitu saja, fokus lurus pada Quen. Tetapi, bentuk tangan yang terkepal kuat, menjadi bukti bahwa ia sedang menahan emosi terhadap Garra.
Kejadian super yang membuat para manusia haus akan hiburan kembali terperangah. Tak menyangka Quen menerima perlakuan yang sama dari Eder.
Mayoritas suara yang memenuhi telinga terbagi menjadi dua kubu.
"Aaaa ... Eder gentle! Selamatkan kekasihmu, Ed!"
"Eder! Kamu tega, sudah menghapus ciuman dari Garra!"
Garra melirik pada kaca spion sebuah mobil, saat mendengar suara riuh kembali mencuat ke dalam indera pendengaran.
"GARRA!" teriak Eder dengan suara lantang. "Tak butuh tisu, atau pun saputangan, karena Quen bukanlah bangkai! Aku tahu apa yang harus aku lakukan terhadapnya. Kau ... yang sebenarnya manusia busuk!"
Benar, tak butuh tisu, atau pun saputangan. Eder menghapus ciuman Garra dengan bibirnya.
Garra mendengar semua, ia hanya memicingkan kedua mata melihat Eder dan Quen dari kaca spion mobil. Kemudian, ia berlalu pergi dalam keadaan masih berbau busuk penuh dengan pecahan kulit telur di wajah maupun di baju.
"Dasar mesum," desisnya pelan.
Quen mengedarkan pandangan melihat kepergian Garra.
"GARAME JAHANAM ...!" teriak Quen penuh emosi. "Ciuman pertamaku hilang sudah."
***

Komentar Buku (7)

  • avatar
    BiasaManusia

    😇😇😇😇😇

    06/02/2023

      0
  • avatar
    Taufik Renaldi

    lanjutannya mana lagi kak? udh lama ditunggu lanjutannya

    28/10/2022

      0
  • avatar
    FadhlanMuhamad

    bagus ko

    13/05/2022

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru