logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 2 Ranjang Hotel

"Apa yang baru saja kamu ucapkan, Gar? Eder melakukan kesalahan apa sehingga kamu bisa menyalahkan keberadaan dia di dunia ini?"
Seorang wanita memancarkan kecemasan melihat perkelahian yang baru saja terjadi. Wanita itu sungguh tak paham dengan apa yang diucapkan oleh Garra.
Masih dengan sisa-sisa keberanian yang ia kumpulkan, langkah kakinya memberanikan diri mendekati Quen.
"Quen! Kamu tidak apa-apa?"
Hannele Abraham (20). Gaya potongan rambut pendek, menjadi pilihan Hannele kali ini. Dia adalah sahabat Quen, tak kalah cantik dengan wanita bergelar perfect, hanya saja Hannele asli orang Indonesia, tetapi lama menetap di Turki.
"Sudah, Gar! Ayo kita pulang! Jangan menambah masalah di sini."
Seorang pria tinggi, berperawakan agak besar di bagian dada, berusaha membujuk Garra untuk meninggalkan tempat itu.
Nicole Mallory Wyman (22). Tak setampan Garra, tapi ia juga memiliki penggemar tersendiri dikalangan adik tingkat, tingkah yang lucu dan "Freak", menjadi daya tarik tersendiri. Tubuh yang sedikit berisi, menambah kesan imut dalam penilaian para penggemar Nicole.
"Lepas!" seru Garra pada Nicole. Masih menatap lekat wajah gadis yang tak begitu jauh dari posisi ia berdiri.
Quen, merasa mendapat tatapan dari Garra, langsung memalingkan wajah. Semakin membuat Garra merasa tertarik dengan tingkah Quen.
"Sedikit saja aku terlambat masuk. Kamu pasti akan merasa menyesal seumur hidup, jangan dia orangnya. Tapi, tunggu aku yang akan menikahimu," bisik Garra, pada salah satu telinga Quen.
Quen kembali menatap kedua sorot mata elang tersebut, ia tersenyum smirk sambil berlalu pergi menemui Eder yang telah babak belur dihajar Garra.
"Jangan bermimpi bisa menikah denganku," batinnya.
Quen sempat melirik, ketika Garra dan Nicole telah berbalik badan meninggalkan party tersebut. Ia merasa sedikit terganggu dengan apa yang diutarakan Garra barusan kepadanya.
Hannele kembali mendekati Quen, sembari ikut menolong Eder untuk berdiri. Beberapa teman pria juga ikut membantu membawa Eder ke rumah sakit.
"Quen," panggil Hannele perlahan. "Sebenarnya apa yang telah terjadi, sehingga Garra bisa berkelahi dengan Eder?"
"Percayalah. Semua baik-baik saja, kamu tidak perlu khawatir." Quen menggenggam tangan Hannele.
Sesaat, kemudian sahabat Hannele itu ikut pergi mengantar Eder ke rumah sakit, dan meninggalkan Hannele dalam rasa penasaran yang cukup besar.
Bintang bersembunyi ternyata memiliki alasan, mereka takut dengan kehadiran hujan yang langsung menyerang membabi buta, sama dengan serangan Garra pada Eder. Tatapannya nanar jauh ke depan, di dalam mobil yang mengantar Eder, kembali Quen mengingat kejadian waktu di kamar hotel bersama sang kekasih.
"Spesial untuk kita malam ini, Quen. I love you."
Quen terpana, melihat pemandangan yang ada di depan.
"Candle light dinner?"
Eder mengangguk semangat mengiyakan.
"Spesial perayaan empat tahun hubungan kita."
Quen memandang Eder dengan lekat, begitupun Eder, seolah terbawa suasana malam, ditambah ruangan kamar hotel yang dingin, mereka berdua terbuai saling berpelukan dan bercumbu mesra satu sama lain. Hingga, kedua pasangan muda itu menghamburkan tubuh ke atas ranjang yang mulai terasa sejuk. Di bawah selimut berpadu dengan gelora asmara yang membara.
Kecupan demi kecupan dirasakan oleh wanita yang mulai menggeliat, begitu hangat, diikuti belaian tangan Eder yang mulai berani menjamah hingga ke bagian lekuk tubuh mulus itu. Saat Eder ingin membuka pakaian kekasih, tiba-tiba saja ada yang menggedor pintu kamar hotel dengan sangat keras. Berkali-kali terdengar seperti memaksa untuk masuk.
"Buka bajingan! Bangsat!"
Mereka berdua langsung bangkit dari tempat tidur, Quen langsung memperbaiki baju yang sudah tersingkap.
"Siapa itu?" tanya Eder menatap kekasihnya.
Quen hanya diam, ia juga sama dengan Eder, tidak tahu siapa pelaku yang sudah berani bertindak demikian. Mengganggu kenyamanan tamu hotel saja.
Eder segera berjalan ke arah pintu, dan berusaha mengecek keadaan. Namun, pada saat pria itu menyentuh knop, pintu mendadak terbuka lebar.
"Sudah aku duga! Rencana kotormu itu akan kamu lakukan pada malam ini!"
Garra memaksa masuk kamar, dan terjadilah aksi saling pukul di antara mereka berdua.
Buk!
Pukulan pertama mengenai sudut bibir Eder. Sajian makan malam mereka, jatuh berhamburan mengenai tubuh yang ambruk seketika.
"Ada urusan apa, Gar?!" Quen langsung menjauh, saat tubuh Eder jatuh di depan kedua matanya.
"Dia dengan sengaja ingin mengambil mahkotamu, Quen! Apa kau sebagai wanita tak bisa menjaga!" hardik Garra dengan mata memerah, penuh amarah.
"Apa maksudmu?" tanya Quen kembali.
"Aku mendengar semua percakapan Eder dengan seseorang di telepon. Semua acara sampah ini, sudah direncanakan hanya untuk mendapatkan tubuhmu! Kau tahu itu!" jelas Garra meninggikan suara.
Pria beringas itu beralih menatap Eder yang masih tersungkur di lantai.
"Ikut aku, Ed! Ayo kita perlihatkan aslimu kepada semua orang!" lanjutnya lagi.
Tanpa belas kasih menyeret tubuh Eder keluar kamar hingga ke tempat acara.
"Lepas, Gar!" Eder berusaha melepas paksa tangan Garra yang menarik baju Eder dengan kuat.
Quen tak dapat melakukan apa-apa. Ucapan dari Garra barusan langsung tertancap sempurna di dalam benak Quen sekarang.
"Ya Tuhan ... apa yang telah aku lakukan?"
Lamunan wanita itu buyar, setelah suara Eder memanggilnya dengan lembut.
"Quen, kamu tidak apa-apa? Aku merasa bersalah," ungkapnya tulus.
Quen menggenggam erat kedua tangan Eder. Saat ini hanya itu yang mampu ia lakukan.
Tak lama, mobil yang mengantar Eder ke rumah sakit tiba di depan ruang IGD, Quen dan teman yang lain segera membantu Eder untuk turun, tapi sebelum itu pria yang penuh dengan luka lebam menanyakan sesuatu hal yang membuat Quen bingung harus menjawab apa.
"Garra berbisik apa padamu tadi?"
Sebelum Quen menjawab, beberapa suster segera membantu yang lain untuk membawa masuk Eder ke dalam. Quen sedikit melega, setidaknya ia bisa terlebih dahulu memikirkan jawaban yang tepat bila nanti Eder akan bertanya kembali.
Pria itu langsung diperiksa dan diobati oleh dokter, untung saja tidak ada luka dalam, hanya memar di bagian luar tepatnya pada wajah dan mata.
"Aku akan membalas perlakuan Garra padaku ini!" seru Eder kembali emosi.
"Terima kasih, Dok." Quen tak langsung menanggapi, ia terlebih dahulu melihat sang dokter sudah selesai mengobati luka kekasihnya itu.
"Quen, sekali lagi aku minta maaf. Aku tak ada niat seperti yang dikatakan Garra tadi, aku hanya tidak ingin kehilanganmu, Quen." Eder menarik kedua tangan wanita di depan, dan menggenggamnya.
"Duar!
Suara petir menyambar bersamaan dengan dilepasnya genggaman itu dari tangan Eder.
"Petir saja tahu kalau kamu sedang berbohong, dan bodohnya lagi aku terbuai dalam bius cintamu. Setan menguasai kita. Apa aku bisa kembali percaya?"
***

Komentar Buku (7)

  • avatar
    BiasaManusia

    😇😇😇😇😇

    06/02/2023

      0
  • avatar
    Taufik Renaldi

    lanjutannya mana lagi kak? udh lama ditunggu lanjutannya

    28/10/2022

      0
  • avatar
    FadhlanMuhamad

    bagus ko

    13/05/2022

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru