logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 7 DIAM BUKAN KARENA MENGALAH

~ Aku diam bukan karena mengalah, aku hanya tidak ingin kita bertengkar lagi ~
Abhimana Pratama
**
“Kamu ....”
“Hai ...” sapa Davin antusias saat sudah berhadapan dengan Ayla.
Abhi yang melihat Ayla dan Davin dari dalam mobil hanya bisa menahan amarahnya karena tak ingin terjadi perdebatan lagi dengan sang istri.
“Ada apa kemari pagi-pagi begini?”
“Aku hanya khawatir dengan kamu, karena semalam yang angkat telepon kan suamimu. Kamu nggak papa, kan?” tanya Davin memastikan seraya mengulurkan tangan untuk menyentuh wajah Ayla.
Ayla mengangguk pelan, melirik sekilas ke arah Abhi yang terlihat menahan amarah lalu dengan perlahan mengalihkan tangan Davin dari wajahnya. “Aku nggak papa, kamu tenang saja ya,” balasnya sambil tersenyum.
Davin pun ikut tersenyum lega mendengarnya. “Ya sudah, nanti jangan lupa temui aku ya. Aku pergi dulu,” pamitnya dengan mengusap kepala Ayla sambil melirik sekilas ke arah Abhi yang mengalihkan pandangan dari mereka.
Setelah kepergian Davin, Ayla segera masuk ke dalam mobil dan duduk di samping suaminya. Tak ada pembicaraan, Abhi pun melajukan mobilnya keluar dari garasi menuju rumah orang tua Ayla.
“Aku diam bukan karena mengalah, aku hanya tidak ingin kita bertengkar lagi karena lelaki itu,” batin Abhi.
**
Ayla dan Abhi telah sampai di halaman rumah orang tua Ayla. Mereka pun turun bersamaan, Abhi merangkul mesra sang istri layaknya tak terjadi apa pun sebelum keberangkatan mereka. Ayla pun hanya menuruti rencana Abhi untuk bersikap layaknya suami istri di hadapan orang tuanya.
“Assalamualaikum ...” ucap Ayla dan Abhi bersamaan.
Orang tua Ayla pun segera keluar rumah dan menyambut mereka. “Waalaikumsalam ... ya ampun Nak, akhirnya kalian datang juga,” sambut keduanya antusias.
Ayla dan Abhi pun mencium tangan orang tua Ayla bergantian, lalu mereka masuk bersamaan ke dalam rumah.
“Ayah senang sekali, akhirnya kalian berkunjung kemari,” ungkap pak Mirza membuka pembicaraan di antara mereka.
“Iyah Ayah, kami juga minta maaf karena jarang kemari. Sekarang Abhi sudah tidak ke luar negeri lagi, jadi akan kami usahakan untuk sering berkunjung kemari ya,” ujar Abhi dengan tersenyum lembut.
Orang tua Ayla mengangguk bersamaan lalu balas tersenyum. “Tidak papa Nak Abhi, kami paham kesibukan kamu. Itu semua juga untuk masa depan kalian, Ayla tidak merepotkan kamu, kan?” tanya bu Dewi kemudian.
Ayla datang dari arah dapur dengan membawa nampan yang berisi minuman serta makanan ringan. “Bunda kenapa tanya seperti itu sih,” ucapnya sambil menata gelas di hadapan Abhi dan orang tuanya.
“Bunda kan hanya ingin tahu, Sayang. Bagaimana Nak Abhi?” tanya bu Dewi mengulangi.
Ayla hanya menggeleng heran lalu duduk di samping sang suami setelah menata makanan ringan di atas meja.
Abhi melirik sekilas pada Ayla di sampingnya lalu tersenyum dengan lembut. “Tidak Bun, Ayla istri yang sangat baik dan juga penurut. Dia juga rajin memasak dan mengurus rumah kami dengan sangat baik,” terangnya membuat kedua orang tua Ayla tersenyum bersamaan.
“Syukurlah Nak, kami sangat lega mendengarnya ya Bun,” ucap pak Mirza meminta persetujuan sang istri.
Bu Dewi pun mengangguk setuju dengan ucapan suaminya. “Iya, kalau begitu sekarang kalian bisa lebih sering menghabiskan waktu berdua ya. Dengan begitu harapan kami para orang tua untuk segera memiliki cucu akan segera terwujud ya, Yah.”
“Iya Nak, kami sudah tidak sabar ingin segera menimang cucu,” ungkap pak Mirza menambahi ucapan istrinya.
Ayla dan Abhi hanya saling pandang beberapa saat, sebelum Abhi tertawa pelan kemudian. “Kami juga sangat ingin segera memiliki keturunan, tapi kembali lagi kami serahkan semua kepada Allah ya, Sayang,” sahut Abhi seraya memegang jemari Ayla yang membuat wanita itu hanya bisa mengangguk dan tersenyum kikuk.
Pak Mirza dan bu Dewi ikut mengangguk setuju dengan ucapan menantunya itu. Tak ada pembicaraan lebih lanjut, mereka lebih memilih untuk menikmati minuman segar dan makanan ringan yang telah dihidangkan oleh Ayla.
**
Sepulang dari rumah orang tua Ayla, Abhi segera ke kantor untuk bekerja sedangkan Ayla pergi ke kafe untuk menemui Davin sesuai janji mereka tadi pagi.
“Sayang, lama sekali datangnya. Aku sudah menunggu sejak tadi,” ujar Davin seraya merangkul pundak Ayla, membimbing wanita itu untuk masuk bersamanya ke dalam kafe.
“Iya maaf, aku harus ke rumah ayah dan bunda dulu tadi,” sahut Ayla sambil duduk di salah satu meja bersama dengan Davin.
“Apa ada masalah?” tanya Davin menyelidik.
Ayla menggeleng pelan diiringi senyuman tipis dari wajah cantiknya, perempuan itu menyibak helai rambut panjangnya ke belakang telinga.
“Apa mereka membahas tentang anak lagi?” tebak Davin yang sangat tepat sasaran, Ayla hanya bisa mengangguk lalu memeluk kekasihnya itu.
“Aku cinta kamu, Davin ... aku nggak mau anak dari lelaki lain, aku hanya ingin dari kamu,” balas Ayla membuat senyuman manis menghiasi wajah tampan Davin.
Davin semakin mengeratkan pelukan mereka sambil mencium puncak kepala kekasihnya itu. “Aku akan berjuang untuk hubungan kita, Sayang. Jaga hatimu hanya untukku ya,” pintanya kemudian.
Ayla mengurai pelukan dengan Davin, keduanya saling bertatapan dan melempar senyum. Davin meraih tangan Ayla lalu mencium jemari kekasihnya itu. “Aku sangat mencintaimu, Ayla ....”
Pipi Ayla bersemu merah mendengar ungkapan cinta dari kekasihnya itu, perempuan itu hanya tersenyum namun entah mengapa ia merasa sedikit hampa. Apakah hatinya mulai terbagi dengan pria lain, yang tak lain adalah suaminya sendiri?
Ayla menggeleng pelan untuk mengusir pikiran itu, ia berusaha meyakinkan hatinya bahwa hanya Davin yang dicintainya. Tidak boleh ada pria lain, termasuk suaminya.
Tak lama kemudian, kedua sahabat mereka yaitu Lena dan Rian datang untuk ikut bergabung bersama keduanya. Akhirnya, sore itu mereka habiskan untuk saling berbincang bersama seperti yang sering mereka lakukan setiap harinya.
Lena dan Rian, meski telah mengetahui sejak lama perselingkuhan Ayla dan Davin namun tetap memilih bungkam. Awal mulanya mereka sangat menolak keras perselingkuhan itu, namun seiring berjalannya waktu mereka sadar bahwa Ayla dan Davin memang saling mencintai dan tak ada hak untuk terlalu mencampuri urusan keduanya. Karena bagi mereka, kebahagiaan kedua sahabatnya itu jauh lebih penting.
**
Abhi tengah termenung sendiri di ruang tamu, menanti Ayla yang tak kunjung pulang. Berkali-kali ia mencoba menghubungi istrinya itu, namun tidak ada jawaban. Merasa lelah dengan semuanya, pria itu pun berbaring di atas sofa sambil berusaha memejamkan mata. Namun pikirannya terlalu kacau untuk diajak beristirahat, hingga akhirnya ia kembali bangun dan merenung sambil memandangi foto pernikahannya dengan Ayla yang tergantung dengan indahnya di ruang tamu rumah mereka.
“Ayla ... mengapa begitu sulit membuatmu mencintaiku?” gumam Abhi dengan mata yang berkaca-kaca sambil mengingat kembali awal mula pertemuannya dengan Ayla.
**

Komentar Buku (172)

  • avatar
    Advantur Advan

    sangat seru ceritanya

    07/08

      0
  • avatar
    Viina Siagian

    bagus

    31/07

      0
  • avatar
    MadzimElty

    Very good

    26/07

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru