logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 2 dokter Hani

Kamar Mayat
Part 2
***
Aku lalu mengusap leher dan kedua tangan.
[Siapa perempuan itu ya? Apa dia dokter di RS ini. Tapi kenapa tiba-tiba aku jadi merinding waktu lihat wajahnya]
Karena merasa penasaran, aku kemudian menghentikan langkah dan menoleh ke belakang. Bermaksud akan melihat lagi perempuan yang memakai jas dokter tadi. Tapi ternyata, perempuan itu sudah tak ada lagi. Aku mengucek-ucek kedua mata, untuk memperjelas penglihatan. Namun perempuan tersebut tetap tak terlihat lagi.
Pandanganku lalu mengitari sekeliling koridor, mencari sosok perempuan itu. Namun hasilnya nihil. Dia tak terlihat lagi.
Ke mana perginya perempuan tadi ya? Kenapa cepat sekali jalannya. Padahal sepertinya belum ada lima menit aku berjalan, batinku, seraya masih mencoba mencari keberadaan perempuan berjas dokter itu.
"Sedang cari siapa, Mas?" tanya seseorang mengagetkanku. Aku menoleh ke arah datangnya sumber suara. Ternyata si Mas cleaning service yang kutemui waktu pertama kali datang ke RS ini tadi.
"Oh … eh … nggak ada, Mas," jawabku sambil tersenyum.
Aku lalu meneruskan langkah, menuju ke tempat dimana sepeda motorku diparkir. Suasana RS sudah tampak lebih ramai dari waktu awal aku datang. Terlihat bangku pengunjung yang ada di depan setiap ruangan poliklinik, semuanya hampir penuh terisi.
***
Keesokan harinya, tepat pukul tujuh pagi aku sudah berangkat dari rumah menuju ke RS Angkasa. Jalanan mulai ramai oleh kendaraan yang lalu lalang.
Begitu sampai di pelataran RS, aku segera memarkirkan sepeda motor dan bergegas masuk ke gedung RS Angkasa.
Aku lalu mencari letak kamar mayat. Dalam hati aku merutuki diri sendiri, kenapa kemarin aku tak menanyakan di mana kamar mayat itu berada. Pada Pak Nengah atau si Mas cleaning service itu, atau pada orang yang kutemui di RS ini. Jadi hari ini tak harus sibuk mencari lagi.
Segera aku menuju ke bangunan paling belakang dari RS Angkasa. Sebab seingatku, biasanya kan kamar mayat itu selalu berada di bagian paling belakang bangunan, begitu pikirku.
Akhirnya aku menemukan kamar mayat tersebut, setelah berulang kali bertanya kepada beberapa orang perawat yang kebetulan lewat di koridor RS.
Tok … tok … tok ….
Permisi … selamat pagi ….
Aku mengetuk pintu yang di atasnya tertera tulisan 'Kamar Mayat', sambil mengucapkan salam. Tak ada yang menyahut. Aku mengulangi sekali lagi, dengan suara lebih keras, barangkali saja suara ketukan dan salamku tak terdengar dari dalam. Namun tetap tak ada yang menjawab.
Perlahan aku membuka pintu kamar mayat itu, lalu masuk, setelah beberapa waktu tetap tak ada yang menyahut dari dalam. Udara dingin seketika menjalar di sekujur tubuh. Aku masuk ke ruangan bagian dalam. Tampak seorang perempuan memakai jas dokter sedang menulis di atas meja. Aku segera menghampirinya.
[Ternyata di dalam ada orang, tapi kenapa tadi dia nggak jawab salamku? Apa mungkin nggak kedengaran dari sini?]
"Selamat pagi, Dok. Saya Ahmad," sapaku ramah.
Perempuan itu menghentikan pekerjaannya. Dia lalu menengadahkan wajah menatapku. Aku melongo, ternyata dia adalah perempuan yang aku lihat kemarin siang di koridor, ketika aku baru dari ruang personalia. Namanya dokter Hani, terbaca dari papan nama yang ada di jas putihnya.
"Selamat pagi, Dok. Saya Ahmad. Saya pegawai baru yang ditempatkan di kamar mayat ini," kataku memperkenalkan diri sekali lagi, seraya tersenyum.
Dokter Hani tersenyum. Tiba-tiba aku merinding melihat senyumnya. Aku salah tingkah. Antara takut dan merasa heran.
[Duh … kenapa aku merinding gini ya, lihat senyum dokter Hani]
"Selamat pagi. Selamat datang, Ahmad. Semoga kamu kerasan bekerja di sini," kata dokter Hani.
"Maaf, Dok. Jadi tugas saya apa ya?" tanyaku.
Dokter Hani menghela napas dalam.
"Tugas kamu di sini diantaranya yaitu memberikan pelayanan jenazah, baik yang datang dari RS ini maupun yang dari luar RS. Membantu memandikan jenazah, membuat surat kematian, membantu dokter melakukan otopsi, juga membantu pemakaman jenazah yang nggak punya keluarga," jawab dokter Hani.
Aku menelan ludah yang terasa pahit. Tenggorokan tiba-tiba terasa kering. Belum apa-apa aku sudah membayangkan kejadian horor yang bakal aku alami di kemudian hari. Bagaimana mungkin aku harus memandikan jenazah dan membantu proses pemakamannya, sedangkan melihat mayat saja aku takut setengah mati.
"Apa masih ada yang kurang jelas, Ahmad? Dengan apa yang sudah saya sampaikan tadi," tanya dokter Hani.
"Eh … oh … nggak, Dok. Saya sudah cukup mengerti dengan apa yang baru saja Dokter jelaskan," jawabku gugup.
"Baiklah … kalau begitu saya mau keluar dulu ya. Kamu tunggu di sini. Nanti juga teman yang lain datang," kata dokter Hani. Dia lalu beranjak dari duduk dan pergi meninggalkan aku sendiri.
Pandanganku mengitari sekeliling ruangan yang berukuran sekitar 64 meter persegi ini. Tampak ada 3 mayat yang masih berada di atas brankar. Dengan kain putih menutupi seluruh tubuh mereka, dan sebuah kertas kartun kecil yang diikatkan di jempol kaki masing-masing mayat tersebut.
Dengan perasaan takut yang teramat sangat, aku menghampiri brankar yang paling dekat. Sambil membaca doa-doa, perlahan aku membuka kain penutup mayat itu. Mayat seorang laki-laki setengah baya, yang wajahnya penuh dengan luka jahitan. Aku mengamati wajah si mayat, dengan degupan jantung yang tak karuan.
Ketika akan menuju ke brankar berikutnya, tiba-tiba masuk dua orang berseragam putih seperti yang aku pakai. Usia mereka sepertinya tak berbeda jauh denganku. Aku lalu menghampiri mereka.
"Selamat pagi, Kak. Saya Ahmad. Saya ditugaskan di sini oleh Pak Nengah," kataku memperkenalkan diri, sambil mengulurkan tangan.
"Wah … tambah teman lagi kita. Selamat datang, Ahmad," kata Kak Hardiman sembari menyambut uluran tanganku.
"Semoga kamu betah dinas di sini bareng kami, Ahmad," kata Kak Yono seraya tersenyum.
Kami lalu saling memperkenalkan diri masing-masing. Ternyata Kak Hardiman dan Kak Yono sudah tiga tahun dinas di kamar mayat. Mereka dari alumni SPK yang sama. Dan selama 3 tahun itu, mereka belum pernah dipindahkan ke ruangan yang lain.
"Itu mayat siapa ya, Kak. Kok masih ada di sini," tanyaku.
"Itu mayat yang belum diketahui identitasnya. Korban kecelakaan lalu lintas. Baru datang tadi malam. Jadi belum diambil oleh pihak keluarga mereka," jawab Kak Yono.
"Terus kalau nggak ada juga pihak keluarga yang ngambil gimana?" tanyaku lagi.
"Kita tunggu sampai batas maksimal 2x24 jam. Kalau nggak ada juga yang ngambil, ya kita langsung makamkan," jawab Kak Hardiman.
"Yang bantu pemakaman itu siapa, Kak?" tanyaku.
"Ya kitalah. Siapa lagi. Tugas kita sebagai penjaga kamar mayat salah satunya kan memang membantu proses pemakaman jenazah yang nggak dikenal," jawab Kak Yono.
Aku tersenyum kecut mendengarnya. Apa aku akan mampu bertahan dinas di kamar mayat ini ya, aku membatin.
***
Bersambung

Komentar Buku (409)

  • avatar
    UtamiSella

    ceritanya bikin merinding 😟😟😟

    19/07/2022

      0
  • avatar
    NAN91CHANEL

    segala Bentuk Kejahatan Akan terungkap Jadi Tuk Saling mengingat Perbuatan Kejahatan Itu akan terpecahakan masalahnya

    03/02/2022

      1
  • avatar
    Ilomfi

    cerita nya bagus dalam hal membongkar suatu misteri dan aku suka karena ada juga pesan moral nya. terimakasih author telah membuat cerita ini.

    30/01/2022

      1
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru