logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 7 Support Sang Sahabat

Setiap hari Malika hanya bisa menahan rasa yang terpendam itu, tak sanggup melihat kemesraan Silva dan Erga. Yang sebenarnya Erga pun telah mengkhianatinya. Ia pernah berkata kalau ia juga menyukai Malika.
Lebih dari itu Silva yang polos tidak tahu apa-apa yang telah sahabat dan kekasihnya lakukan kepadanya. Walau sejauh ini hanya mengutarakan isi hati tanpa berani melangkah lebih jauh lagi. Erga dan Malika mengetahui batasan-batasannya. Tidak ada yang tahu bagaimana ke depannya.
“Reen, gimana ya? Gue udah agak legaan si setelah mengungkapkan perasaan gue ke Erga. Tapi setiap bersama Silva perasaan bersalah dan pengkhianatan selalu menghantui gue. Menurut elo gimana, Reen?”
“Ya elo tenang dulu aja, nggak usah mikir yang aneh-aneh dulu.”
“Tapi kalau Silva tiba-tiba tahu sendiri gimana?”
“Dia nggak akan tahu kalau elo sendiri yang nggak ngomong atau Erga tetap bersikap wajar sama dia.”
“Apa gue harus jujur ke Silva tentang perasaan gue ke Erga?”
“Ya kalau menurut gue nanti dulu deh. Soalnya saat ini Silva terlihat bahagia banget. Tapi memang seharusnya elo berkata jujur sama dia. Biar elo merasa lega dan lepas dari beban ini. Walaupun Vera sebenarnya masih kaget dan belum bisa menerima perasaan elo ke Erga dan bisa-bisanya Erga juga menyukai elo. Dia juga jadi merasa bersalah dalam hal ini.”
“Vera masih nggak terima dengan semua ini ya? Terus kenapa dia yang merasa bersalah?”
Setelah pengakuan Malika, memang bisa dikatakan Vera merasa bersalah atas apa yang terjadi dalam hubungan Silva dan Erga. Dari awal Vera sudah memperkenalkan Silva dengan Erga. Maka dari itu, muncullah rasa tidak enak hati atau bersalah dari dalam diri Vera. Vera pulalah yang menyebabkan Erga dekat dengan Malika di hari ulang tahun Silva meski hanya sebatas mengerjai Silva saja.
“Karena dia yang merencanakan elo dekat dengan Erga di hari ulang tahunnya Silva. Memang niatnya ngerjain atau ng-prank Silva, tapi mana ada yang tahu bahkan elo pun nggak pernah tahu. Kenapa setelahnya perasaan itu datang begitu aja tanpa permisi? Vera nggak terima karena dia merasa bersalah. Cuma sedikit-sedikit udah gue kasih pengertian. Kalau gue akan menerima semua keputusan sahabat-sahabat gue. Selama itu baik baginya. Gue mengerti perasaan elo, nggak harus ada yang perlu disalahkan lagi.” Shereen mencoba memberi pengertian kepada sahabat kecilnya.
“Thank's ya Reen, elo benar-benar sahabat terbaik gue dan sahabat kecil gue. Elo bisa mengerti perasaan gue. Mungkin kalau sahabat yang lain akan ninggalin gue bahkan mencaci dan membully gue dengan sebutan TMT atau si pelakor. Gue nggak tahu lagi harus curhat ke siapa selain ke elo. Elo sahabat kecil gue, elo tahu segalanya tentang gue. Sekali lagi makasih ya, Reen,” tutur Malika sambil terisak menahan sendu di dada.
“Iya Ka, sama-sama. Nggak usah bilang makasih gitu, ahh 'kan kita sahabat dari dulu dari kecil. Bagian diri elo juga bagian diri gue begitu pun sebaliknya.” Shereen menyunggingkan senyum bersahabat. Yang segera dibalas oleh Malika dengan senyuman manisnya.
Lalu tiba-tiba saja, Malika semakin merasa sedih. Tanpa aba-aba buliran bening itu tumpah dari pelupuk matanya. Ia lalu memeluk sahabatnya itu. Shereen mencoba menenangkan Malika.
Beruntung sekali Malika mempunyai seorang sahabat yang bisa menerima keadaan ia apa adanya, pengertian dan baik sekali seperti Shereen ini. Itulah arti sahabat yang selalu menerima setiap kekurangan sahabatnya dan menemaninya di kala sahabatnya membutuhkannya.
Malika mungkin satu dari sepuluh pelakor yang mempunyai sahabat atau teman yang mendukungnya. Kalau pelakor lain mungkin sudah di-judge/dicaci maki habis-habisan, bahkan dengan teman ataupun sahabatnya sendiri. Karena merebut barang orang lain itu seperti pencuri atau perampok. Perbuatan tersebut tidak dapat dibenarkan bagaimanapun alasannya.
***
Lambat laun hari berganti, akan tetapi keadaan masih tetap sama. Namun, tidak untuk hati dan pikiran Malika. Ia tampak selalu tidak tenang, resah dan gelisah menunggumu di sini di sudut sekolah. Eh, Maaf author jadi nyanyi.
Antara ragu, bimbang, takut, perasaan bersalah, sedih, sakit hati, marah & penyesalan berbaur menjadi satu di dalam hati Malika. Entah sampai kapan ini berlanjut, tanpa ada yang tahu keadaan batinnya saat ini.
Terkadang hanya malam waktunya ia merenung lalu menitikkan air matanya. Rasa bersalah pengkhianatan yang melebur di antara cinta dan persahabatan.
“Maafkan gue, Sil. Gue emang bukan sahabat yang baik. Gue jahat, pengkhianat. Gue pantas elo benci. Gue nggak tahu gimana jadinya kalau elo tahu rahasia ini?” batin Malika terisak sendu.
***
Sebulan berlalu, terlalu lama bagi Malika. Baginya terasa seperti 100 tahun lamanya. Sebulan sejak ia mengungkapkan semuanya kepada Erga, sampai saat ini hanya Erga, Shereen dan Vera yang mengetahui rahasia ini.
Ia pun tak tahu harus sampai kapan merahasiakannya, terutama kepada Silva. Erga pun terlihat biasa-biasa saja sejak sebulan terakhir ini. Malika pun bingung dengan sifat Erga yang terlihat seperti tidak pernah terjadi apa-apa antara ia dan dirinya.
Sepertinya Malika sudah tidak tahan lagi, memendam rasa yang semakin hari semakin tumbuh mekar berbunga tanpa ada seorang pun yang memetiknya. Bahkan lebah pun malas bertengker di kelopaknya.
Dengan penuh pertimbangan matang, akhirnya Malika memutuskan untuk berkata jujur kepada Silva. Namun, sebelumnya ia harus menanyakan pendapat dan saran dari Shereen terlebih dahulu.
“Elo yakin mau ngomong semuanya ke Silva?” tanya Shereen meyakinkan Malika sekali lagi.
“Iya Reen, gue ... gue harus ngomong semuanya ke Silva. Gue nggak mau selamanya memendam ini, Reen. Gue nggak mau terus-terusan ngerasa bersalah. Gue juga nggak tahu kenapa perasaan ini nggak hilang malah semakin tumbuh. Tapi gue nggak mau mengkhianati Silva. Gue siap dibenci dan dijauhi Silva, asal gue nggak memendam beban ini sendirian," papar Malika yakin.
“Apa elo berniat jadi yang kedua?”
“Bukan gitu maksudnya, duhh ... gue juga bingung. Gue juga nggak kuat kalau melihat kebersamaan mereka. Gue nggak sanggup tapi rasa bersalah ini juga kuat. Gue nggak tahu lagi harus bagaimana? Gue bingung, Reen."
“Oke, kalau elo mau jujur ke Silva, gue janji akan bantu elo. Gue akan jadi penengah, siapa tahu kalian nanti berantem," ledek Shereen, yang berusaha mencairkan suasana.
Lalu, apakah Malika akan benar-benar mengatakan yang sejujurnya kepada Silva? Mungkin ini adalah keputusan yang sulit, tetapi Silva pantas untuk mengetahui rahasia ini. Meskipun itu menyakitkan.
***
Hi, Readers!
Ini Novel pertamaku di platform ini. Semoga kalian suka. Aku tunggu krisan/review terbaik kalian ya.
Bagaimana, apa semakin seru ceritanya?
Ayo, nantikan cerita selengkapnya!
Terima kasih & selamat membaca.
Ikuti aku di IG: @yenifri29 & @yukishiota29

Komentar Buku (13)

  • avatar
    RosdianaDian

    bagus

    05/08

      0
  • avatar
    riwprojects

    semangat kak Yuki bagussss kok

    24/06

      0
  • avatar
    Indra Suryanto

    Bagus

    16/06

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru