logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 3 Just Prank

Suara tamparan cukup keras mendarat di pipi chuby milik Silva. Memang seperti itulah ayahnya ketika sedang marah besar, apabila salah satu keluarganya tidak mematuhi peraturannya.
Silva hanya bisa memegangi pipinya seraya menahan isaknya.
Tidak ada perlawanan darinya.
Menurutnya lebih baik berdiam diri daripada melakukan pembelaan. Ia tidak ingin ayahnya semakin murka bila dirinya melakukan perlawanan. Sejak kecil ia sudah terdidik demikian. Menurut dan patuh kepada sang ayah.
Tanpa banyak bicara ayahnya pun berkata, "Mulai besok, selama seminggu kamu tidak boleh keluar rumah lagi, kecuali pergi ke kampus." Itulah sebuah peringatan keras dari ayahnya. Silva hanya dapat menerimanya dengan lapang dada tanpa protes. Meskipun batinnya mungkin meronta-ronta.
Mulai malam itu, selama seminggu ia harus berada di dalam rumahnya. Meski begitu ia sangat bersyukur sebab ayahnya tidak menyita ponsel kesayangannya. Apa jadinya ia jika selama 1 minggu tidak berkutat dengan gadget-nya?
***
Erga pun bingung, kalau Silva tidak ikut berarti rencana mengerjakan Silva di hari ulang tahunnya gatot alias gagal total.
“Aduh, gimana ya? Silva besok nggak bisa ikut lagi. Rencana gagal dong. Gue harus bilang ke Vera biar dia bicarakan juga ke Malika dan Shereen,” pikir Erga dalam hati.
Kemudian Erga memberitahu Vera agar Vera memberitahukan kepada Malika dan Shereen juga. Erga dan Vera, malam itu juga datang ke rumah Shereen. Secara kebetulan di sana sudah ada Malika. Setelah Malika dan Shereen diberitahu, mereka juga bingung.
Mereka memutuskan untuk tidak ada yang memberi ucapan selamat pada Silva. Hanya saja mereka jadi malas karena rencana yang sudah direncanakan dari tadi siang terancam gagal. Tapi Malika dan Shereen tidak kehabisan akal. Mereka berdua berusaha meyakinkan Silva agar besok ia bisa keluar rumah. Besok hari Minggu, memang agak susah sebab ayahnya kalau weekend terkadang ada di rumah.
***
Keesokan harinya, pukul 13:00 WIB, Vera dan Erga sudah berada di rumah Shereen. Tak lama kemudian tibalah Malika. Mereka semua berencana membuat Silva bisa keluar dari rumah. Mau tidak mau, Malika terpaksa rela menjemput Silva hanya sebagai alasan saja dan menjadikan dirinya sebagai tameng.
Kali ini mereka sedang beruntung, sebab ayahnya Silva tidak berada di rumah. Dengan terpaksa ibunya pun mengizinkan Silva untuk keluar rumah, dengan syarat sebelum maghrib sudah berada di rumah kembali.
"Iya, Tan tenang aja. Aku cuma minta anter Silva ke toko buku kok. Nggak akan lama juga, paling kita cuma baca-baca buku sebentar sekalian aku nyari buku yang mau kubeli." Malika terpaksa membuat alasan demikian.
Sudah dipastikan jantungnya berdegup keras saat ini.
Untung saja yang berada di hadapannya bukan ayah dari Silva. Karena bisa saja ayahnya tidak akan mungkin mengizinkan begitu saja. Bagi ayahnya, hukuman tetaplah hukuman.
Tidak lama, Silva pun sudah siap. Sebelumnya Malika sudah memberitahu Silva melalui pesan chat terlebih dahulu, sebelum ia berada di rumah Silva. Mereka berdua pun berpamitan dengan ibunya Silva.
***
Sekarang, Malika dan Silva sudah tiba di rumah Shereen. Sesuai rencana, tidak ada satu orang pun dari mereka yang memberikan ucapan selamat ulang tahun kepada Silva. Rencananya, mereka semua akan membuat Silva bete dan kesal karena tak ada satu orang pun bahkan kekasihnya yang mengingat hari kelahirannya.
Semua berniat mengacuhkan Silva dan tidak memedulikan keberadaannya. Tentu saja rencana ini sudah dibicarakan sebelum Silva datang. Silva masih belum curiga, sebab Erga tidak tega untuk menjauh atau mengabaikan Silva seorang diri.
“Ga, elo gimana sih? Katanya mau cuekin Silva, kenapa elo dekat-dekat sama dia?” tegur Shereen berbisik ke arah Erga.
“Ihh, gue nggak tega sama dia. Dia, 'kan pacar gue, Reen,” balas Erga.
“Kita semua nggak mau tahu, pokoknya rencana harus berhasil.”
“Ya tenang aja deh.”
***
Duduk termenung seorang diri, itulah keadaan Silva saat ini. Tiga puluh menit setelah sampai di lokasi permainan billar, tiada satu orang pun yang mengajaknya bicara apalagi sekedar obrolan basa-basi. Mengajak bermain pun tidak. Di sini Silva terlihat bete. Dalam hati ia berkata, "Kenapa aku berulang tahun, nggak ada satu orang pun yang ingat. Bahkan kekasih dan sahabat aku sendiri pun benar-benar lupa. Jangankan memberikan kado hadiah, memberikan ucapan selamat pun nggak ada.”
Tanpa terasa bola mata Silva berkaca-kaca, sedang di hadapannya kekasih dan para sahabatnya sedang asyik bersenda gurau dan bermain biliar. Tatapan mata Silva terjatuh ke arah Erga dan Malika. Ia mungkin sedikit cemburu melihat kekasih dan sahabatnya yang begitu akrab saat ini. Bahkan kekasihnya pun sejak sampai di tempat billiar ini tidak menegurnya sama sekali.
“Ka, gue nggak tega lihat Silva kayak gitu. Dia kayak sedih dan bete banget,” ujar Erga melirik ke arah Silva.
“Ya sih, tapi mau gimana lagi? Ini semua juga bagian dari rencana kita semua. Shereen dekatin Vera dan Deva. Sedang gue disuruh Shereen dekatin elo, 'kan? Biar Silva merasa terasingkan di sini. Dan rencana kita berhasil kalau sampai membuatnya menangis,” tutur Malika yang juga melirik ke arah Silva.
Secara tiba-tiba saja, Silva menghampiri mereka dan berkata untuk izin pulang. Ia sudah tidak tahan berada di tempat itu. Terasingkan tak dianggap bagaikan puntung rokok yang sengaja dibuang dan tak dipedulikan. Silva benar-benar sudah tidak tahan lagi, ia menangis lalu berlari ke luar area biliar.
Kekasih dan sahabat-sahabatnya tertegun tidak percaya melihat Silva benar-benar menangis dan kesal. Sejurus kemudian Erga mengejar Silva disusul oleh Vera, Malika, Shereen dan juga Deva. Mereka berlima berpapasan dengan Rifki yang muncul dari balik pintu masuk. Rifki tahu rencana ini, ia tadi sengaja tidak menahan Silva saat melihat Silva menangis melewati dirinya.
“Wah, rencana kalian berhasil nih? Cepat kejar si Silva. Kasian tuh anak nangis sesengukan begitu, kalian pada tega ya,” tegur Rifki.
Erga pun bergegas keluar dan mengejar Silva. Setelah langkahnya menyamai Silva, ia langsung menarik lengan Silva dan berkata, “Prank sayangku, happy birthday my sweety lovely,” tutur Erga.
Silva sudah terlanjur marah dan kesal. Ia menghempaskan tangan Erga begitu saja dari lengannya. Ia tak mau Erga menyentuh lengannya. Padahal Malika, Shereen, dan Vera juga sudah berkata, "It's prank and happy birthday my best friend." Silva malah berkata, “Kalian nggak usah sok baik dan mengucapkan selamat buat gue. Gue mau pulang sendiri, jangan halangin gue!"
Entah mengapa, Silva benar-benar marah dan kecewa sekali. Sampai beberapa orang melihat ke arah mereka. Erga akhirnya memeluk Silva untuk menenangkannya.
“Maafkan aku sayang, udah ngerjain atau ng-prank kamu seperti ini. Itu semua ide dari Shereen dan juga Malika. Aku hanya ikutan mendukung aja. Tapi aku nggak tahu lho, kalau kamu semarah dan sekesal ini. Sekali lagi aku dan yang lainnya mohon maaf banget. Maaf ya Sil, Please," mohon Erga penuh penyesalan.
“Ya Silva, maafkan kami semua yang udah merencanakan hal ini. Please maafkan kami semua," ucap yang lainnya berbarengan.
Dengan terpaksa, akhirnya Silva memaafkan perbuatan kekasih dan para sahabatnya itu. Lalu mereka semua meninggalkan tempat tersebut dan pulang ke rumah masing-masing.
Hari mulai gelap, adzan maghrib pun telah usai berkumandang. Malika terbaring di atas kasur empuknya. Ia terlihat lelah dan memikirkan sesuatu. Pandangannya jauh menembus langit-langit di kamarnya. Entah apa yang terlintas di dalam benaknya?
“Ya ampun, gue mikir apa sih? Nggak mungkin, iihh," gumam Malika lirih dalam hati.
Lantas, apa yang bersarang di benak Malika malam ini?
***
Hi, Readers!
Ini novelku yang pertama di platform ini.
Semoga kalian suka dengan ceritaku ini, ya.
Terima kasih & selamat membaca.
Ikuti jejakku di IG: @yenifri29 & @yukishiota29

Komentar Buku (13)

  • avatar
    RosdianaDian

    bagus

    05/08

      0
  • avatar
    riwprojects

    semangat kak Yuki bagussss kok

    24/06

      0
  • avatar
    Indra Suryanto

    Bagus

    16/06

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru