logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 6 Pesta Dimulai

Di dalam kamar mewah yang disinari cahaya temaram lilin merah, suara-suara ambigu menggema di setiap sudut ruangan. Terkadang, gerakan-gerakan yang dibuat oleh dua orang yang sedang bergumul diatas ranjang menimbulkan getaran halus. Di Bawah cahaya lilin merah, wajah cantik yang dimabukkan oleh nafsu menjadi dan semakin terlihat menggoda, memacu pria di atasnya menjadi lebih bersemangat.
Lama setelahnya, wanita yang kelelahan itu bersandar di dada sang pria. Sesekali dia menelusuri otot-otot yang tercetak di tubuh kokoh itu, mengagumi betapa kuat mereka.
"Elena, sudah waktunya bagimu untuk pergi." suara dingin Edgar menegur.
Elena mendongak, mematuk dagu Edgar sambil menggeliat dengan manja. Seluruh wajahnya jelas terpampang keengganan yang besar. Jari-jemari lembutnya meluncur nakal di bawah selimut, bergerak turun. Dia berpikir, jika berhasil menghidupkan kembali nafsu sang Marquis, mungkin malam yang indah akan menjadi lebih panjang.
"Pagi belum tiba dan malam masih panjang. Elena lebih dari bersedia terbang ke awan bersama Marquis tercinta lebih lama lagi." kata Elena. Suara seksi dipadukan dengan nada centil, benar-benar seperti nyanyian siren yang penuh godaan.
Namun yang di depannya adalah Edgar Baldwin, seseorang yang memiliki kendali diri begitu kuat. Ketika dia hanya menginginkan satu, maka dia hanya akan mengambil satu. Tangan besar Edgar menangkap jemari halus yang tidak taat. Dia mengangkat tangan itu dan melirik pemiliknya. Elena mendesah kecewa karena tatapan penuh peringatan yang diluncurkan Edgar. Namun, dia tidak dalam posisi bisa membantah. Dia hanyalah wanita panggilan, menemani sang Marquis sepanjang malam sudah merupakan kehormatan baginya. Jadi saat ini, dia tidak akan melangkahi garis dan meminta lebih.
Dengan bibir tersungging senyum, Elena menaati perintah. Dia bangun dari ranjang dan mengenakan pakaiannya. Kenikmatan malam semanis madu sudah berlalu, dia harus kembali. Selesai merapikan diri, Elena menghadap Edgar yang masih ditempat tidur.
"Elena akan pergi."
Edgar mengangguk samar padanya lalu membersihkan diri sebelum memakai kembali pakaiannya.
Elena keluar dari kamar mewah yang disiapkan khusus untuk Edgar bermalam disini. Dia membelai kenop berukir di tangannya dengan wajah penuh pemikiran.
"Ada apa, Elena?" tanya Madame Gloria. Dia adalah wanita paruh baya yang masih sangat cantik yang bertugas merawat semua wanita panggilan di gedung Xander El Nix.
Tiba-tiba berada di belakangnya, Elena agak terkejut. Namun keterkejutan segera menghilang secepat dia datang. Elena tersenyum. "Tidak ada apa-apa, Madame."
Madame Gloria menyapu pandangannya ke pintu. Sebagai pengurus, dia tahu persis siapa yang berada di dalam kamar ini. Satu-satunya kamar yang secara khusus dipersiapkan untuk sang Marquis bermalam. Dan Elena, adalah satu-satunya wanita yang dipilih secara langsung oleh sang Marquis untuk menemani malamnya. Sebab itulah, terkadang Elena bersikap arogan dan merasa istimewa karena dia adalah satu-satunya wanita yang diizinkan untuk menghangatkan ranjang sang Marquis terhormat.
Madame Gloria tahu Elena memiliki angan-angan lebih. Awalnya dia tidak ingin ikut campur. Dia percaya, jauh didalam hati Elena mengerti identitasnya sendiri. Terapi sepertinya akar keinginan sudah menjadi lebih kuat. Madame Gloria tersenyum, ia mengulurkan tangan lembutnya kelengan Elena.
"Ayo, kembali dan beristirahat. Kau pasti lelah."
Elena tersenyum malu. Dia tidak membantah dan mengikuti Madame Gloria ke kamar peristirahatan.
Setelah Elena menyegarkan diri, Madame Gloria memintanya duduk didepan cermin rias.
"Kemarilah, aku akan menyisir rambutmu." pintanya.
Elena menurut. Dia duduk persis di depan Madame Gloria. Tangan Madame Gloria sangat cekatan. Jari-jemarinya begitu lihai dan terlatih, mengambil sebagian rambut untuk ditata sementara sisanya dibiarkan terurai bebas membentuk tatanan rambut yang longgar namun nyaman.
"Sangat cantik, Madame." Elena tersenyum.
Madame Gloria di belakangnya juga tersenyum. Sambil mengaplikasikan sedikit krim wangi di rambut Elena, dia berbicara.
"Itu karena kau sangat cantik Elena. Tetapi, cantik saja tidak cukup untuk menjadi Phoenix. Orang seperti kita harus bersyukur dengan apa yang kita miliki saat ini."
Senyum Elena membeku. Dia sangat mengerti apa yang dimaksud oleh Madame Gloria. Tapi dia juga memiliki perasaan enggan untuk melepas angan-angannya.
Mungkin Madame Gloria melihat penolakan dalam diam Elena. Wanita itu memutuskan untuk memotong harapan secara kejam.
"Elena, Raja berniat mengambil Duke of Northland sebagai menantu. Jadi, kuperingatkan padamu, berhenti merindukan bulan." kata-kata Madame Gloria agak dingin di akhir. Wanita itu pergi tepat setelah dia mengatakan itu tanpa peduli reaksi Elena. Bagi Madame Gloria, jika Elena berani berpikir lebih jauh, dia tidak akan memihaknya sama sekali.
-
Pagi tiba dengan cepat. Beberapa orang akan bangun dengan perasaan segar, beberapa lagi menyambut pagi dengan perasaan muram. Cheryl termasuk yang terakhir. Dia tidak tidur semalaman benar-benar merasa muram dipagi ini. Sama sekali tidak memiliki satu ons pun tenaga.
"Aduh, rasanya menjadi sangat malas … apa tidak usah pergi ke pesta saja, ya?" Cheryl bergumam sambil membenamkan wajahnya ke bantal. Bantal nya keras, tidak lembut seperti miliknya di rumah aslinya, jadi agak tidak nyaman.
Di ujung ranjang, pakaian yang diperjuangkan Cheryl semalaman sudah jadi. Meskipun tidak bisa dibandingkan dengan gaun mewah, itu sudah jauh lebih baik daripada sebelumnya.
Mata Cheryl berat. Tetapi perutnya juga bergemuruh dengan keras. Dia mengantuk dan lapar.
"Aaah, betapa tersiksanya …." Cheryl sekali lagi ingin menangis.
Karena rasa laparnya tidak dapat ditahan, akhirnya rasa kantuknya menghilang dengan sukarela. Setelah mencuci wajahnya, Cheryl bergegas mencari makanan di dapur.
Dapur yang biasa Cheryl datangi adalah dapur khusus untuk memasakkan pelayan saja. Sementara dapur utama menyatu dengan istana. Mungkin karena pesta akan digelar, semua pelayan menjadi sangat sibuk. Mereka semua pergi ke istana, sibuk dengan dekorasi dan sebagainya. Dapur pelayan dibagian belakang menjadi sunyi tanpa ada seorangpun yang berjaga.
Cheryl masuk ke dapur dengan leluasa. Karena dia tidak bisa memasak, Cheryl memilih makanan yang sudah jadi. Membawa sebanyak yang dia bisa ke rumah kecilnya. Sebelum Cheryl keluar, tiba-tiba beberapa pelayan datang sambil berbincang satu sama lain.
"Mengapa kamu berjalan seperti itu?"
"Pinggangku sakit. Aku berdiri berjam-jam memasang dekorasi, sangat melelahkan."
"Kamu masih baik-baik saja dengan itu. Bagaimana denganku, yang bertanggung jawab atas pengiriman makanan? Harus berjalan bolak-balik dari aula dan ke dapur utama, bayangkan itu!"
"Kalian percuma mengeluh sekarang. Puncak pesta masih malam nanti."
"Benar juga, pesta utama adalah malam nanti. Berarti, kita akan dua kali lebih sibuk, benar kan?"
"Ngomong-ngomong, apa kalian tahu bahwa pesta ini khusus diadakan untuk pemilihan istri?"
"Hah? Istri siapa?"
"Duke of Northland!"
"Siapa? Duke of Northland? Apa aku tidak salah dengar?"
"Duke of Northland hanya satu, dan kamu tidak salah dengar."
"Ooh, jadi malam ini siapapun yang menarik perhatian Duke, akan menjadi istrinya, begitu?"
"Tidak juga. Khusus hanya para putri yang bisa dipilih."
"Dari para putri kita yang paling cocok dengan usia pernikahan adalah Putri Ketiga, kan? Ooh, aku tahu! Jadi, secara tidak langsung seharusnya pesta ini adalah acara perjodohan antara Duke of Northland dengan Putri Ketiga!"
"Kau benar."
Cheryl menyenggol toples bumbu hingga jatuh ke lantai tanpa sengaja dan menimbulkan suara nyaring. Beberapa pelayan yang bergosip itu segera berhenti.
"Siapa disana?"
Tentu Saja Cheryl tidak keluar. Dia bertahan mati-matian dipersembunyiannya dengan tangan penuh makanan. Jika sampai ketahuan, mereka pasti akan menyita makanan ini.
Rupanya para pelayan merasa curiga. Mereka perlahan mendekati tempat persembunyian Cheryl. Saat mereka hampir saja menemukan Cheryl, suara teguran datang dari belakang.
"Rupanya kalian bermalas-malasan di sini. Cepat kembali dan bantu dapur utama!"
Suara itu terdengar galak. Para pelayan sebelumnya tidak berani membantah, dengan patuh mereka mengikuti kembali ke istana depan.
Dipersembunyiannya, Cheryl bernafas lega.
***

Komentar Buku (181)

  • avatar
    Patri Ismi

    ceritanya bagus banget kk,, aku udah baca 2 kali ,, keren banget. semangat terus kk, stay healthy and stay happy❤

    15/04/2022

      1
  • avatar
    LutfiatunNaily

    Best banget ceritanya❤ ide yang sangat luar biasa👍👍👍

    06/03/2022

      1
  • avatar
    Nona Mel

    Dari dulu paling suka sama cerita fantasi dan bertema sejarah atau kerajaan2. dan akhirnya ketemu cerita ini. Cintaaaaa banget sm cerita ini.Semangat terus author.. Aku mendukungmu!!!😘😘😘

    19/01/2022

      3
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru