logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Terjebak Miliarder Posesif

Terjebak Miliarder Posesif

Fit Tree Fitri


Michael Hardianto

Pria tampan keturunan Tionghoa dengan wajah khas, kulit putih dan tinggi setara dengan model internasional menjadi godaan tersendiri bagi wanita yang melihatnya. Kesempurnaan terlihat jelas dari Michael Hardianto yang sedang duduk elegan di balik meja kerja. Pria dingin dan sedikit bicara tetapi sangat suka memerintah tanpa ada yang boleh membantah.
Michael Hardianto, putra pertama dari Hardianto Prasetyo adalah orang terkaya nomor satu di Indonesia dan menjadi urutan ke-150 terkaya di dunia meskipun usianya baru 35 tahun. Memiliki total kekayaan bersih mencapai 11,6 miliar dollar AS atau setara Rp 172,8 triliun
Michael sering disebut jimat keberuntungan oleh keluarga besarnya, karena begitu Michael lahir usaha keluarga Hardianto maju pesat dengan keuntungan yang luar biasa besar. Hanya ada satu masalah dalam hidup Michael, yaitu kisah cintanya. Di usia yang sudah matang dan mapan pun, Michael belum pernah jatuh cinta. Hidupnya disibukkan dengan bisnis dan uang.
“Selamat pagi, Tuan Michael.” Seorang wanita dengan pakaian sangat seksi berdiri di depan Michael yang tidak melihat sama sekali pada sekretarisnya.
“Tuan, semua kolega telah menunggu di ruang rapat,” ucap Fanny lembut dan pria itu segera beranjak dari kursi tanpa sepatah katapun, ia merapikan jas dan berjalan keluar ruangan menuju meeting room. Semua berdiri dan menundukkan kepala menyambut kedatangan bos besar.
Michael Hardianto memenangkan hak untuk membangun kembali Hotel Bintang Indonesia yang terletak di kompleks Jakarta Pusat. Ia mengubah properti menjadi pusat perbelanjaan, perkantoran, hotel mewah dan kompleks apartemen bernama Sun Flower Indonesia. Pria itu akan membeli sebuah pulau kecil dan melakukan bisnis perhotelan yaitu pulau Bangka.
Melakukan perjalanan bisnis dan liburan di pulau kelahiran orang tuanya yaitu pulau Bangka. Sebuah pulau kecil terkenal dengan pantai yang sangat indah. Suasana yang aman dan damai, jauh dari hirup pikuk kota dan bahkan tidak akan terjebak macet. Michael sengaja mengumpulkan semua orang di ruang rapat untuk menyampaikan rencananya kedepan, selama ia pergi pimpinan sementara di pegang oleh Jordan Hardianto−adik Michael.
“Aku akan berlibur dan bekerja,” tegas Michael.
“Fanny dan Fendy akan ikut diriku,” lanjut pria itu. Yang mendapatkan senyuman lebar dari sekretarisnya.
“Jordan, ikut keruanganku!” Michael menutup rapat tanpa ada pertanyaan dan protes dari semua orang. Ia berjalan kembali ke ruangannya diikuti Jordan.
“Kenapa mendadak?” Jordan menutup dan mengunci pintu.
“Sebenarnya tidak mendadak hanya di percepat.” Michael duduk di sofa.
“Kenapa dipercepat? Kamu tidak pernah merubah apa yang telah direncanakan.” Jordan menatap Michael.
“Tanyakan pada Papa dan Mama.” Michael terlihat kesal.
“Baiklah, mereka mau kamu beristirahat dan memikirkan untuk segera menikah.” Jordan tersenyum.
“Aku tidak mau mengunjungi semua keluarga yang ada di Bangka.” Michael meneguk minuman yang ada di atas meja.
“Aku tahu, kamu tidak mau mendengarkan ocehan mereka.” Jordan ikut meneguk air yang ada di atas meja.
“Aku sangat khawatir.” Michael membuka jasnya.
“Apa yang dikhawatirkan seorang Michael?” Jordan menyenderkan tubuhnya di dinding sofa.
“Mama mau aku mengambil guci pernikahan di rumah Oma.” Michael semakin kesal.
“Lalu?” Jordan semakin penasaran.
“Aku pikir, Papa dan Mama berlebihan dan terlalu percaya mitos.” Pria tampan itu membuka dasi dan kancing kemejanya.
“Bagi Papa dan Mama, kamu adalah pembawa keberuntungan. Apakah itu juga mitos?” tanya Jordan.
“Apa kamu tahu? Jika guci itu pecah maka keberuntunganku akan menjadi kesialan kecuali aku menikah dengan wanita yang berada paling dekat dengan guci yang pecah.” Michael menekankan suaranya. Ia sangat ingin berteriak.
“Kamu kirimkan saja guci menggunakan jasa kurir dari Bangka ke Jakarta.” Jordan menatap Michael yang terlihat kesal.
“Itu Guci leluhur kita yang harus dijaga, apa kamu mengerti maksud perkataan itu?” Michael meneguk habis minumannya dan menghancurkan botol kosong itu.
“Baiklah, Guci itu tidak boleh dikirim dan harus terus berada di sisi Kamu,” ucap Jordan.
“Bayangkan, jika guci itu pecah? Aarrg.” Michael mengacak rambutnya.
“Berdoa saja pada sang Dewa, ketika guci itu pecah ada bidadari cantik di sisi kamu.” Jordan tersenyum.
“Pergilah berdoa untuk diriku!” Michael menatap tajam pada Jordan.
“Hey, kamu yang harus berdoa pada sang Dewi Fortuna.” Jordan tersenyum lebar.
“Bagaimana jika kita pergi ke tukang ramal?” Jordan terlihat serius.
“Aku tidak percaya dengan semua itu.” Michael merapikan kemejanya dan bersiap untuk pergi.
“Kamu mau kemana?” Jordan ikut berdiri.
“Pulang ke rumah.” Michael berjalan keluar ruangan, ia membuka pintu dan melihat Fanny berdiri tepat di depan dirinya.
“Maaf, Tuan. Saya telah mempersiapkan keberangkatan ke Bangka besok siang.” Fanny tersenyum.
“Pilih hotel terbaik di pulau Bangka dengan pemandangan pantai dan dekat dari rumah keluargaku!” Michael memasuki lift khusus diikuti Jordan.
“Tidak usah di perjelas, Bangka memiliki hotel mewah di pinggir pantai yang indah.” Jordan menepuk pundak kakaknya.
“Apa kamu sering pulang ke Bangka?” tanya Michael dan menepis tangan adiknya.
“Tentu saja, hanya butuh lima puluh menit di pesawat.” Jordan tersenyum.
“Gadis Bangka sangat cantik dan manis, mereka juga sangat ramah,” bisik Jordan di telinga Michael.
“Mata kamu sangat jeli ketika melihat wanita.” Pria itu memicingkan matanya.
“Tentu saja, apalagi gadis melayu pribumi dengan kulit sawo matang, sangat mempesona.” Senyuman lebar terlihat di bibir Jordan membuat Michael memikirkan sesuatu yang tidak ia sukai.
“Hey, aku tidak melakukan seks bebas.” Jordan bisa memahami tatapan saudaranya.
“Entahlah.” Michael keluar dari lift karena telah terbuka, ia menuju mobil mewah berwarna hitam miliknya. Dan Jordan menuju mobil berwarna merah. Dua mobil mahal itu meninggalkan kawasan perkantoran menuju rumah mewah bernuansa Chines.
Seorang wanita paruh baya dengan wajah oriental keturunan Tionghoa tersenyum menyambut dua putra kesayangannya di depan pintu untuk makan siang bersama.
“Berikan pelukan pada Mama.” Wanita itu membentangkan tangannya.
“Halo, Ma.” Jordan berlari memeluk wanita cantik dengan kulit putih bersih.
“Halo, Sayang. Kenapa dengan wajah tampan kakak kamu?” tanya Nyonya Jia Li−Mama Jordan dan Michael.
“Dia sedang memikirkan Guci pernikahan.” Jordan tersenyum dan mencium dahi mamanya.
“Ma, aku saja yang mengambil Guci itu.” Suara Jordan terdengar manja.
“Usia kakak kamu sudah tiga puluh lima tahun dan belum juga menikah, Mama sangat khawatir,” bisik Mama di telinga Jordan yang harus menunduk karena wanita itu hanya sebats bahunya.
“Aku juga sudah tua, Ma.” Jordan memancungkan mulutnya.
“Kamu punya banyak kekasih.” Nyonya Li menjewer telinga Jordan.
“Aww, sakit, Ma.” Jordan berlari masuk ke dalam rumah.
“Menyebalkan.” Michael melewati Mamanya.
“Berhenti!” perintah Nonya Li dan itu dapat menghentikan langkah kaki Michael.
“Halo, Ma.” Michael memeluk mamanya.
“Jangan mengecewakan dan membuat sedih Mama,” bisik Nyonya Li di telinga Michael.
Michael dan Jordan masuk ke kamar mereka masing-masing untuk membersihkan diri dan membuka jas serta dasi, keduanya keluar bersama dengan kemeja dan celana berbahan menuju ruang makan.
“Putraku semakin tampan dan gagah.” Tuan Hardianto tersenyum dan bersiap untuk makan siang.
“El, kapan kamu akan pergi ke Bangka?” tanya Papa.
“Besok,” jawab Michael pelan.
“Pa, apa aku boleh ikut?” tanya Jordan bersemangat.
“Jo, kamu harus menggantikan El selama di Bangka,” ucap Mama dengan senyuman.
“Sebaiknya kita segera makan.” Michael mengambil makanan dengan sumpitnya.
“Apa kamu akan kembali ke Perusahaan setelah makan siang?” tanya Jo dengan mulut penuh makanan.
“Tidak, aku akan jalan-jalan saja sebentar. Aku sudah kenyang.” Michael beranjak dari kursi.
“Jo, ada apa dengan El?” tanya Mama.
“Mama lebih tahu.” Jordan tersenyum.
“Sebenarnya, Guci pernikahan itu mitos atau fakta?” Jordan melihat Papa dan Mama bergantian.
“Itu fakta untuk mempertemukan El dengan jodohnya.” Mama tersenyum puas.
“Itu ide dari Mama kamu.” Papa menyelesaikan makan siang.
“Aku kembali ke kantor, Sayang.” Tuan Hardianto mencium kepala istrinya.
“Hanya Jakarta-Bangka dan El akan menggunakan pesawat bisnis. Fanny dan Fandy yang di dekatnya.” Jordan menatap Mamanya.
“Belum tentu, Sayang.” Mama menyentuh pipi Jordan dengan lembut dan merapikan meja makan dibantu beberapa pelayan.
Nyonya Lia Ji hanya ibu rumah tangga biasa, ia setiap hari berada di rumah mengurus keluarganya. Tuan Hardianto adalah pria yang setia, ia puas dan bahagia bersama istrinya dari hidup susah hingga menjadi kaya raya.

Komentar Buku (125)

  • avatar
    Aniie Purwanty

    kapan lanjutannya ya ka? udh nungguin lama ini 🥺🥺

    02/04/2022

      0
  • avatar
    AmzarAdam

    good

    13d

      0
  • avatar
    Oeng Skymo

    Seru bangat

    14d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru