logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Sad Wedding Bagian 5

Lamborghini merah menghampiri Vina saat dia sedang menunggu bis di halte biasa. Awalnya Vina tidak mengenali siapa pengendara mobil itu sampai akhirnya pengendara itu keluar dari mobilnya dan menghampiri Vina.
Ah Dimas ternyata. Pantesan Vina tidak mengenalinya karena yang Vina tau Dimas menggunakan mobil BMW saja.
"Vin." Panggil Dimas sembari menghampiri Vina.
"Ada apa Dimas?" Tanya Vina.
"Apa kamu bisa ikut aku sebentar? Raisya tidak berhenti menangis. Aku tidak tau bagaimana cara mendiamkannya." Ucapnya dengan begitu khawatir.
"Awalnya dia kenapa? Apa dia tidak pergi ke sekolah TK-nya?" tanya Vina.
"Aku tidak tau bagaimana awalnya mengapa dia bisa menangis. Begitu aku tiba di ruangan, dia sudah menangis. Padahal dari rumah, dia tidak ada menangis. Dia juga tidak mau pergi ke sekolah TK-nya. Itu sebabnya aku mencarimu, mungkin saja kamu bisa mengerti mengapa dia menangis. Setiap aku tanya, dia selalu menggelengkan kepalanya dan berteriak." Ucap Dimas.
Vina melihat jadwalnya hari ini yang dia simpan di memo ponselnya. Tidak terlalu sibuk. Dan sepertinya dia bisa membantu Dimas.
"Baiklah. Ayo. Jadi dia sekarang dimana?" Tanya Vina sembari memasuki mobil Dimas.
"Ada di ruanganku." Jawab Dimas sembari menjalankan mobilnya.
"Vin, foto yang kamu upload semalam itu beneran?" Tanya Dimas di tengah-tengah perjalanan mereka.
"Foto?" Tanya Vina heran sembari mengingat-ingat kembali sampai akhirnya dia ingat.
Semalam dia meng-upload foto pernikahannya di salah satu akun sosial media miliknya.
"Yah itu benar. Kenapa kamu tidak datang? Bukannya aku sudah memberi kamu undangannya?" Tanya Vina.
"Memberinya? Aku tidak menerimanya." Ucap Dimas dengan herannya.
"Apa sekretaris kamu tidak memberitahumu? Aku menitipkan undangan itu padanya karena saat itu kamu sedang mengadakan rapat." Ucap Vina.
"Pantesan saja. Jadi siapa gerangan lelaki yang sudah menikahimu?" Tanya Dimas sembari tersenyum.
"Raditya Putra Melvirona. Aku rasa kamu mengenalinya karena dia juga bergelut dalam dunia yang sama denganmu," ucap Vina.
Mendengar nama yang disebut itu membuat Dimas tanpa sadar memijak rem mobilnya secara tiba-tiba sehingga membuat badan Vina condong ke depan, dan suara klekson dari mobil lain pun terdengar.
"Kamu tidak apa-apa, Vin?" Tanya Dimas khawatir sembari memegang bahu Vina.
"Tidak. Kamu kenapa sih?" Tanya Vina heran sembari membenarkan posisi duduknya.
"Radit dari perusahaan Melvirona Group yah?" Tanya Dimas untuk meyakinkan apa yang dia pikirkan.
"Iya." Jawab Vina.
Raut wajah Dimas langsung berubah merah padam seperti sedang menahan amarah dalam tubuhnya. Ada apa dengannya?
"Dimas, kamu kenapa?" Tanya Vina yang melihat perubahan Dimas.
"Hah? Tidak apa-apa." Ucap Dimas dan kembali memfokuskan pandangannya ke jalanan.
Vina masih sedikit penasaran dengan perubahan raut wajah Dimas, namun karena Dimas mengatakan tidak kenapa-kenapa, ya sudahlah.
Tak lama mereka sampai di depan gedung perusahaan yang dipimpin oleh Dimas.
Dimas langsung menekan tombol di dekat pintu lift yang akan mengantarkan mereka ke lantai di mana letak ruangan Dimas.
"Non Raisya masih saja menangis, Pak." Ucap sekretarisnya ketika melihat Dimas dan Vina tiba.
Dimas langsung membuka pintu ruangannya dan mendapati Raisya yang masih menangis dengan memeluk boneka kesayangannya. Baju sekolahnya pun sudah berantakan. Rambutnya yang sudah di rapikan, kini berserakan.
Vina meletakkan tasnya di sofa dan mendekati Raisya. Vina menyingkirkan rambut-rambut yang menutupi wajah Raisya.
"Raisya, kamu kenapa?" Tanya Vina dengan lembut sembari mengusap-usap kepala Raisya. Terlihat sekali jiwa keibuan yang dia miliki.
Raisya melihati Vina untuk beberapa saat namun tak lama kemudian tangisnya semakin cepat. Dimas mendatangi Raisya dan mengusap lembut rambut anaknya.
"Kamu kenapa? Kasih tau, Papa. Dari tadi kamu menangis terus." Ucap Dimas.
Raisya langsung mencampakkan boneka besarnya dan memeluk Vina. Vina sedikit terkejut menerima respon Raisya yang menurutnya tiba-tiba itu.
"Apa yang membuat putri cantik ini menangis?" Tanya Vina sembari mengendong Raisya dan mendudukkannya di atas sofa, namun Raisya menolak untuk di dudukkan. Dia lebih memilih digendong oleh Vina. Dimas mengikuti Vina dan duduk di depan Vina.
"Kenapa, cantik?" Tanya Vina lagi.
"Raisya diejekin teman-teman karena tidak mempunyai Mama. Mereka mengatakan Raisya anak bandal dan anak jahat makanya Raisya tidak punya Mama seperti mereka. Mereka juga mengatakan kalau Raisya itu bukan anak yang diinginkan. Raisya tidak tau apa maksud mereka, pasti itu artinya buruk. Huaaa," tangis Raisya begitu mengingat dan membayangkan kejadian di sekolah TK-nya itu.
Dimas dan Vina sedikit terkejut mendengarnya. Anak Tk seumurannya sudah mengatakan seperti itu? Bahkan mereka terlalu kecil untuk mengatakan seperti itu.
"Siapa bilang kamu tidak mempunyai Mama? Kamu mempunyai Mama sayang." Ucap Dimas pada putri kesayangannya.
"Tapi mana Mama Raisya, Pa? Raisya tidak akan pergi TK jika Raisya tidak menunjukkan pada mereka kalau Raisya juga punya Mama. Raisya malu sama teman-teman. Mereka setiap hari ditungguin sama Mama mereka. Raisya juga kepingin seperti mereka." Ucap Raisya.
"Mama kamu berada di tempat yang indah. Saat ini Mama kamu pasti lagi melihat kamu dari sana. Dia pasti ingin memeluk putri cantiknya." Ucap Vina menangkan Raisya yang semakin kuat nangisnya.
"Bu Dokter sama Papa selalu mengatakan seperti itu. Dimana sih tempat indah Mama? Raisya juga ingin ke sana jika tempat itu indah. Kalau tidak, suruh Mama jumpai Raisya. Raisya juga ingin melihatnya. Ingin memeluknya dan memamerkannya pada teman-teman Raisya." Ucap Raisya.
Dimas bingung jika sudah begini. Bagaimana ini? Anaknya tidak akan pergi TK karena hal itu. Apa dia harus menyewa seseorang agar menjadi Mama pura-pura Raisya? Ah itu tidak mungkin.
"Tapi kamu punya Papa. Papa kan selalu mengantar dan menjemputmu, bahkan Papa juga pernah menunggu kamu di sana. Kamu justru lebih hebat daripada mereka, sebab mereka tidak pernah seperti itu oleh Papanya." Ucap Dimas dan mengambil alih gendongan Raisya.
"Beda, Pa." Ucap Raisya sembari mengusap-usap wajahnya sambil menangis dan memeluk leher Papanya.
"Hm, bagaimana kalau Tante yang akan menemani kamu ke TK? Tante akan menyamar sebagai Mama kamu." Ucap Vina. Dimas yang mendengar itu langsung melihat Vina dengan tatapan tak percaya.
"Beneran, Tante?" Tanya Raisya.
"Vin, kamu tidak perlu melakukan itu. Palingan sebentar lagi dia lupa akan itu. Lagiankan kamu juga harus kerja, Vin." Ucap Dimas.
"Sudahlah tidak apa-apa. Hanya sebentar saja." Ucap Vina sembari tersenyum.
Dimas menurunkan Raisya dari gendongannya. Raisya pun memeluk Vina.
"Sekarang Raisya mandi lagi ya. Tante yang antar kamu kesana nanti." Ucap Vina sembari mengusap wajah Raisya. Raisya berlari ke dalam kamar mandi yang ada di dalam ruangan ini setelah membuka semua pakaiannya.
"Nanti kamu bisa menjemputnya kan? Aku tidak bisa menunggunya sampai dia pulang nanti." Ucap Vina.
"Tidak apa-apa. Terima kasih, Vin." Ucap Dimas.



"Vina, ayo naik." Ucap seseorang dari dalam mobil ketika Vina sedang menunggu taksi sehabis mengantarkan Raisya pergi TK. Dia cukup lama menunggu Raisya karena Raisya tidak henti-hentinya memamerkan Vina sebagai Mamanya kepada teman-temannya. Kini teman-temannya pun sudah percaya jika Raisya memiliki Mama.
"Madi." Ucap Vina. Vina pun tersenyum dan naik ke dalam mobil.
"Kamu habis ngantar siapa nunggu di depan TK itu?" Tanya Madi mengisi kekosongan selama perjalanan ke rumah sakit.
"Habis mengantar Raisya di sana, karena awalnya dia tak mau pergi karena diejekin temannya tidak mempunyai Mama. Biasalah anak-anak, langsung merajuk dan tidak mau pergi TK." Ucap Vina.
"Hm. Kamu semakin dekat saja sama mereka. Dan aku rasa Dimas mempunyai perasaan dengan kamu, Vin." Ucap Madi.
"Hah? Ish kamu ada-ada aja. Kami kan hanya berteman."
"Bisa saja, Vin. Dari tatapannya juga nampak." Ucap Madi semakin pelan.
Vina memilih diam tak menjawabnya.
Tak lama, tibalah Vina dan Madi di rumah sakit. Saat mereka keluar dari mobil, banyak pasang mata yang memperhatikan mereka. Mereka sangat serasi jika sedang berdua begitu. Banyak yang salah sangka mengira bahwa mereka adalah sepasang kekasih.
Di sepanjang koridor, ada saja candaan yang dikatakan Madi sehingga membuat Vina tertawa karena candaannya.
"Madi aku duluan, ya." Ucap Vina lalu masuk ke dalam ruangannya, di sana sudah ada pasien yang menunggunya. Madi tersenyum saat Vina mengatakan itu lalu pergi melangkah menuju ruangannya yang terletak tak jauh dari ruangan Vina.
"Seandainya aku terlebih dahulu mengungkapkan perasaanku padamu, Vin. Mungkin sekarang kamu sudah jadi milikku. Tidak seperti ini, banyak sekali yang menyukaimu." Ucap Madi ketika dia sudah sampai kedalam ruangannya, kebetulan saja belum ada pasien yang datang untuk ditanganinya.
Madi seorang dokter spesialis kandungan. Di jam sekarang memang masih tidak ada pasien yang akan ditanganinya. Biasanya pada jam-jam selesai makan siang pasiennya akan datang.
Madi sudah lama menyimpan perasaan pada Vina, hanya saja Madi tidak berani mengungkapkan perasaannya pada Vina karena dia rasa Vina hanya menganggapnya sebatas sahabat dan itu tidak lebih. Sekarang lah saatnya Madi menyesal karena Vina sudah menjadi milik orang lain. Andai saja dia menyatakan perasaan terlebih daluhu, mungkin tidak begini jadinya. Yah setidaknya dia merasa lega karena telah mengungkapkan perasaannya meskipun bagaimana respon Vina padanya nantinya. Tapi semua sudah terlambat, dan kini Madi hanya bisa berusaha merelakan Vina, jika memang Vina bahagia dengan pernikahannya.



"Mendingan kalian damai aja deh. Lagian dia sudah berubah, kan. Terus itu dia makin cantik lagi. Kalah tu sama wanita pemuasmu itu." Ucap Rizal sembari memainkan mainan yang ada di layar IPhonenya. Setelah sebelumnya Radit cerita pada Rizal tentangnya dan Vina.
"Damai? Ya enggak la Zal. Kau mengatakan seperti ini karena kau belum merasakan bagaimana sakitnya aku dulu. Dia sudah keterlaluan. Tak pantas dia dimaafkan begitu saja. Berubah? Halah, itu hanya taktik busuknya saja di depan kedua orang tuaku. Lihat saja ketika kami akan pindah nanti, bakalan keluar deh tuh sifat aslinya." Ucap Radit dengan begitu kesalnya.
"Yang lalu sudahlah berlalu. Enggak ada gunanya jika kau membalasnya. Dia tidak akan kembali lagi. Dia udah tenang di alam sana. Lagian saat itu semuanya sudah jelas penyebabnya." Ucap Rizal sembari mengingat-ingat kejadian di masa lalu itu.
"Mau itu beratus-ratus tahun yang lalu pun aku tidak peduli. Aku akan tetap membalasnya dan aku akan membuatnya tersiksa dalam pernikahan ini." Ucap Radit yakin.
"Hati-hati. Benci dan cinta itu beda tipis. Bagaikan sehelai rambut yang dibelah-belah lagi. Sudah banyak kejadian seperti itu. Awalnya benci namun kemudian rasa cinta dan sayang tumbuh." Ucap Rizal.
"Itu enggak akan pernah terjadi. Aku sudah mempunyai Devy. Hanya orang-orang lemah yang mengalami seperti itu." Ucap Radit.
"Heh, wanita busuk itu? Apa bagusnya dia? Bahkan Vina yang saat ini sudah menjadi istrimu saja beribu-ribu kali lebih bagus daripada wanita busuk itu. Jika aku menjadi kau, tidak akan aku menyia-nyiakan wanita seperti Vina." Ucap Rizal.
Mendengar wanita yang dicintainya dihina begitu saja, membuatnya marah dan ingin sekali menghajar Rizal saat ini juga jika dia tidak ingat bahwa Rizal adalah sahabatnya.
"Jangan sembarangan kau mengatakan Devy sebagai wanita busuk. Aku tau kau membencinya tapi tidak seharusnya kau mengatakan itu padaku." Ucap Radit menahan amarahnya.
"Hoooo, kau menyukai Vina, yah? Wanita tak tau malu itu." Lanjut Radit dengan senyum menjijikkannya.
"Jangan salahkan aku jika itu terjadi. Aku yakin kau akan menyesal jika itu akan terjadi. Lagian, langkahku mudah untuk mendekatinya. Kaukan tidak menyukainya, jadi aku bisa bebas dekat dengannya." Ucap Rizal dengan seriusnya dan bangkit dari sofa.
Ketika membuka pintu, teryata di depannya ada orang yang tak lain adalah Devy. Waktu yang tepat baginya keluar dari ruangan ini.



Sebelum menuju ke rumah, Vina berhenti sebentar ke mall untuk membeli beberapa novel. Sudah lama rasaanya dia tidak membaca novel-novel terbaru lagi. Dan saat ini dia sangat merindukan novel-novel baru.
"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya pelayan toko buku tersebut ketika melihat Vina yang terlihat kebingungan mencari suatu buku yang tak ia jumpai saat ini.
Setelah memberi tahu kepada pelayan itu, pelayan itu langsung mencari keberadaan buku itu menggunakan mesin komputer yang berada tak jauh dari mereka.
"Maaf, novel yang anda maksud sudah habis terjual." Ucap pelayan itu setelah memeriksanya.
Vina sedikit kecewa dengan pemberitahuan itu. Dia kalah cepat membeli novel itu. Mungkin saat ini bukan rezekinya. Huft.
Vina pun memutuskan membeli novel lain yang tak kalah seru dengan novel yang dia inginkan tadi. Setelah mendapatkannya, dia pun keluar dari toko buku itu dan turun menggunakan lift.
Ketika sudah sampai di pintu keluar, Vina melebarkan matanya ketika melihat orang yang begitu sangat dia kenal.
Yah, orang itu adalah Radit. Radit bersama wanita yang datang ke pesta pernikahan mereka waktu itu. Mata Vina mulai memanas. Radit menggandeng pinggang wanita itu dengan mesranya.
Tidak. Vina tidak boleh menangis di sini. Dia harus bisa menahan air mata ini. Vina memutuskan mengikuti Radit dan Devy yang juga sepertinya habis selesai berbelanja. Terlihat dari beberapa kantung belanjaan yang mereka genggam di kedua tangan mereka.
Sebanyak itu kah wanita itu berbelanja? Jika terus-terusan begitu, Radit akan bangkrut dibuatnya. Belum lagi semua barang belanjaan itu ber-merk mahal.
"Au." Ucap Vina dan bungkusan yang ada di genggamannya pun terjatuh di atas tanah.
"Maaf." Ucap seseorang yang menabrak Vina.
Vina langsung mengutipi novel-novelnya yang terjatuh dan langsung berdiri melihat ke depan.
"Di mana mereka?" Tanya Vina ketika tidak mendapati tanda-tanda keberadaan Radit bersama Devy.
Akh! Ini pasti karena tabrakan tidak disengaja tadi.
Vina kembali mengedarkan pandangannya, sampai akhirnya dia melihat mobil Radit yang baru saja keluar dari tempat parkiran.
Dengan langkah cepat, Vina menghampiri mereka. Namun Vina kalah cepat, Radit sudah terlebih dahulu melanjukan mobilnya.
Vina langsung menyetop taksi yang lewat pas di depannya. Ingin mengikuti mobil Radit, namun mobil Radit sudah tak terlihat lagi dikeramaian jalan raya.
Pada akhirnya Vina pun memutuskan untuk kembali ke rumah.
Selama perjalanan, pikirannya tidak tenang. Pikirannya tertuju terus pada Radit.
Apa yang dilakukan Radit dengan wanita itu? Kemana mereka?
Setelah membayar uang taksi, Vina langsung masuk ke dalam rumah. Dia tak melihat mobil Radit terparkir di gerasi.
"Bi, Mom mana?" Tanya Vina setelah berganti pakaian dengan pakaian rumah dan ketika ke bawah dia tak menemui Mom yang biasanya duduk di depan Tv.
"Nyonya sedang pergi arisan bersama teman-temannya, Non." Ucap pelayan mereka.
Ketika menuangkan air ke dalam gelas bening itu, terdengar suara deru mobil. Vina langsung meletakkan gelas itu dan berjalan ke arah depan rumah.
"Kamu dari mana saja?" Tanya Vina ketika Radit sudah memasuki rumah.
Seperti biasa, Radit tidak menjawabnya dan memilih langsung naik ke atas. Vina mengikutinya sampai akhirnya mereka di dalam kamar.
"Kamu dari mana?" Tanya Vina lagi.
"Bukan urusanmu." Ucap Radit sembari membuka dasi dan kancing atas kemejanya.
Vina melirik ke atas meja, dia melihat handphone Radit yang bercahaya. Vina mendekat ke meja itu, dan ternyata ada telepon di sana. Mode hening, huh?
Vina langsung mengangkat telepon itu.
"Jangan ganggu suamiku!!1" Ucap Vina dangan cepat mematikan telepon itu.
Radit langsung melihat Vina dan merampas ponsel miliknya. Dia melihat panggilan masuk dari Devy di sana.
Radit berjalan mendekati Vina setelah dia melemparkan kemejanya begitu saja ke atas tempat tidur mereka.
Radit langsung mencengkram wajah Vina dan menariknya ke atas, membuat Vina menengadahkan wajahnya. Terasa sakit di bagian wajahnya. Cengkraman itu sangat kuat.
"Jalang! Aku tidak membiarkanmu menyentuh apapun milikku, termasuk handphoneku. Dan tadi, maksud mu apa, huh? Kau mau mengikatku dalam pernikahan bodoh ini?" Ucap Radit.
"Seharusnya kau sadar! Seharusnya kau tau malu! Tidak cukup di masa lalu itu bagimu?" Tanya Radit sembari menguatkan cengkraman itu.
"Aduh." Rintih Vina.
"Aku akan menembus kesalahanku di masa lalu itu." Ucap Vina dengan susah payah.
"Kau mau menembusnya, heh?" Tanya Radit remeh dan melepaskan cengkraman itu.
Plakk.. plakkk...
"Ini balasannya." Ucap Radit setelah menampar Vina dua kali.
Seolah belum puas, Radit menjambak rambut Vina kuat sehingga membuatnya merintih kesakitan menahannya.
"Bahkan setelah aku menamparmu saja belum cukup. Rasa sakit hatiku terlalu besar. Dan sekarang kau masuk dalam hidupku, lagi. Awalnya aku pikir ini bencana, namun aku rasa tidak. Bahkan ini kesempatan besar untuk membalasmu! Kau tenang saja, aku tidak akan langsung membunuhmu, akan akan membuatmu tersiksa terlebih dahulu sehingga kau sendiri yang akan mengakhiri hidupmu." Ucap Radit.
"Kau boleh terlihat kuat dan tegar di luar sana, karena memang itulah tugasmu. Aku yakin kau tidak akan mengadukan ini kepada orang-orang. Dan yah, aku beruntung juga. Kau seorang dokter, jika aku menyakitimu secara fisik, kau bisa mengobatinya sendiri. Haha." Lanjut Radit.
"Aku mengetahuimu, Vina. Kau sesungguhnya wanita lemah. Yah, lemah ketika berhadapan denganku dan sok tegar ketika di luar sana." Ucap Radit lagi dan melepas jambakannya dengan menolak Vina hingga terjatuh.
Radit langsung keluar dari kamar meninggalkan Vina dengan tangisnya yang pecah.
Apa seperti ini yang harus dia lalui untuk mendapatkan cinta dan sayang dari Radit?
Bodoh! Yah, Vina menganggap dirinya bodoh. Mencintai lelaki bejat seperti Radit. Bahkan sudah diperlakukan seperti ini pun dia masih mencintai Radit.
Apa hatinya terbuat dari baja atau besi, gitu? Hatinya dibekukan dengan cintanya terhadap Radit.
Hari ini seperti ini yang dia dapatkan, tidak tau besok, lusa bahkan hari-hari selanjutnya.
■■■■■■■■■

Komentar Buku (63)

  • avatar
    Intan_iu

    sangat best cerita nya pliss tolong lanjut 😭♥

    28/03/2022

      0
  • avatar
    AndiniAndini

    baik bagua

    13/08

      0
  • avatar
    Dump's Kristine

    I like

    08/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru