logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Sad Wedding Bagian 4

Pagi kedua bagi Vina dan Radit yang saat ini sudah menjadi pasangan suami-istri. Di pagi ini juga, Vina memiliki tugas barunya sebagai seorang istri.
Vina bangun lebih awal daripada Radit. Vina turun dari kasur dengan pelan agar tidak membangunkan Radit yang terlihat masih nyenyak dalam tidurnya.
Tadi malam Radit dan Vina tidur dalam satu ranjang tetapi mereka tidak melakukan apa-apa selain tidur. Di tengah-tengah mereka ada bantal guling yang menjadi batas buat mereka berdua.
Setelah mengikat rambutnya ke atas dan mencuci wajahnya, Vina pun keluar dari kamar lalu menuju ruang makan.
Saat hendak menyiapkan sarapan pagi untuk suami dan keluarga barunya, salah satu pelayan di rumah ini mendatanginya.
"Non, biar saya saja yang melakukannya. Ini sudah tugas saya." Ucapnya pada Vina.
"Ah tidak apa-apa." Ucap Vina sembari mengaduk-aduk teh yang ada di depannya.
"Tidak boleh, Non. Saya dipekerjakan di sini untuk menyiapkan makanan dan mengurus hal-hal yang berhubungan dengan dapur." Ucapnya.
"Baiklah. Tapi aku sudah menyelesaikan teh ini, kamu bisa menyelesaikan yang lainnya." Ucap Vina sembari meletakkan teh yang sudah dibuatnya ke atas meja makan.
Vina kembali ke kamarnya, dan tetap saja dia melihat Radit yang masih tidur. Vina melihat jam dinding yang tergantung itu.
Jam setengah 7 pagi. Apa dia tidak bekerja? Pikir Vina. Karena yang dia tahu kalau, Radit tidak ada mengambil waktu cuti jam kerjanya.
"Radit, bangun. Sudah jam setengah 7, apa kamu tidak bekerja?" Tanya Vina dengan suara lembutnya. Melihat tidak ada reaksi sama sekali dari Radit, Vina memberi sedikit guncangan pada bahu Radit.
Radit yang merasa tidurnya terganggu pun akhirnya terbangun dan mendapati Vina yang sedang tersenyum ke arahnya. Seperti hari-hari sebelumnya, Radit tidak pernah menebarkan senyumnya kepada Vina. Walaupun begitu Vina tetap saja berusaha membuat Radit nyaman dengannya, dengan melakukan segala cara agar Radit bisa tersenyum karenanya.
"Minggir." Ucap Radit lalu Vina pun bangkit dari pinggiran ranjang dan menatap senyum ke arah Radit.
"Air hangat udah aku siapin." Ucapnya tapi Radit hanya cuek saja dan berjalan gitu saja.
Sembari menunggu Radit selesai, Vina menyiapkan pakaian yang akan digunakan Radit nanti. Setelah selesai, Vina bingung dia mau mengerjakan apa lagi.
Pada akhirnya Vina keluar dari kamar dan berjalan ke arah ruang makan. Di sana dia melihat pelayan tadi yang sedang menyiapkan sarapan untuk mereka.
"Biar aku bantu kamu. Jangan menolak." Ucap Vina sembari mengambil sepiring roti dan meletakkannya di atas meja.
"Terima kasih, Non." Ucapnya.
"Kamu kan masih muda, kenapa memilih bekerja seperti ini? Apa tidak mau melanjutkan sekolah?" Tanya Vina kepada pelayan itu.
Yah Vina ingin menanyakan ini kepada pelayan itu. Vina penasaran, kepada anak gadis sepertinya sudah bekerja. Seharus anak seumurannya bersekolah.
"Saya ingin meringankan beban kedua orang tua saya, Non." Ucapnya.
"Apa kamu tidak ingin melanjutkan pendidikan kamu."
"Ingin juga. Namun bagaimana, biaya untuk kuliah tidaklah murah, Non." Ucapnya sembari tersenyum.
Kasihan sekali, ternyata banyak orang yang sangat membutuhkan pendidikan itu namun karena kondisi ekonomi semuanya tidak bisa.
Vina teringat saat-saat sekolah dulu. Awalnya dia tidak pernah mau melanjutkan pendidikannya karena dia merasa bosan terus-terusan berhubungan dengan buku. Saat itu pikirannya hanya ingin bersenang-senang tanpa dibebani oleh tugas-tugas yang menyentuh buku.
Karena bujukan sang Neneklah makanya dia melanjutkan pendidikannya sampai akhirnya dia bisa seperti sekarang ini.
"Wah, mantu Mom rajin sekali," ucap Mom ketika mendapati Vina yang sedang di dapur menyiapkan sarapan untuk semuanya.
"Mom." Ucap Vina tersenyum mendengar perkataan Mama mertuanya.
Menurut Vina, seorang istri harus lah melayani suaminya. Apalagi saat ini dia sedang tinggal bersama mertua, tidak mungkin di pagi hari begini dia masih terlelap tidur. Apa kata mertuanya, nanti?
"Tidak salah Mom menjadikanmu menantu, Mom. Tidak seperti mantannya si Radit itu tuh yang namanya Devy. Ish, Mom muak deh melihatnya, kelakuannya itu murahan banget." Kesal Mom seperti terdengar curhatan.
Vina menanggapinya dengan senyuman.
"Mom tau kalau dia datang di acara pernikahan kalian. Mom sengaja tidak memunculkan diri karena Mom takut nantinya akan kebablasan dan menghajarnya. Dia tak tau sopan santun. Mom heran, mimpi apa Mamanya ketika mengandungnya?" Lanjut Mom.
Mendengar penuturan Mom membuat Vina tertawa.
"Hehe, Mom ada-ada saja. Dia seperti itu palingan karena faktor lingkungan. Jangan salahkan Ibu mengandung." Ucap Vina sembari tertawa. Mompun ikutan tertawa.
"Kamu ya. Hehe."
Topik pembicaraan mereka pun berlanjut lebih dalam. Mama Radit menceritakan semua kelakuan Devy. Sampai akhirnya mereka tersadar ketika suara langkah kaki terdengar di telinga mereka.
Vina dan Mom pun berbalik arah dan mendapati Radit yang tengah berdiri memperhatikan mereka. Ah tidak, lebih tepatnya melihat Vina dengan tatapan tajamnya. Dia tak melihat Radit mengenakan pakaian yang telah dia siapkan, Radit malah terlihat mengenakan pakaian santai saja.
Dia mendengar semua yang dibicarakan oleh Vina dan Mom. Panas? Yah tentunya Radit merasa panas ditelinganya saat mendengar wanita yang dia cintai dijelek-jelekkan.
"Sayang sarapan sudah siap. Kamu panggil Dad di ruang keluarga yah." Suruh Mom pada Radit.
Tak lama Radit kembali dengan Dadnya di sebelahnya.
Vina mengambil piring Radit lalu mengisinya dengan nasi dan beberapa lauk lainnya. Ketika memberikan piring yang sudah berisi nasi dan teman-temannya itu, Vina tersenyum ke arah Radit tapi Radit hanya menatapnya dengan datar.
"Vina, Mom sedikit lupa tentangmu. Apa kamu sudah bekerja? Atau masih mencari pekerjaan?" Tanya Mom.
"Vina sudah bekerja di Rumah Sakit, Mom." Ucap Vina.
"Oo. Dokter ya? Dokter apa?"
"Dokter spesialis anak, Mom." jawab Vina dengan tersenyum.
"Mom, di mana Tante Neta dan lainnya? Bukannya semalam mereka ada di sini?" Tanya Radit ketika tidak mendapati keluarga besar yang menyambutnya semalam tidak ada.
"Ah itu, tadi malam mereka semua pulang. Kalian sudah tertidur, mereka tidak tega membangunkannya." Jelas Mom.
"Hm." Jawab Radit.
"Mom, apa Dad tidak bekerja?" Tanya Vina sembari menuangkan air ke gelasnya setelah dia selesai membereskan meja makan tadi.
"Dad mengambil cuti, begitu juga dengan Radit. Besok mereka akan kembali bekerja." Jawab Mom.
Pantesan saja dia terlihat tenang bangun jam segitu. Ternyata ada ambil cuti kerja. Pikir Vina dalam hati karena kan yang dia kira jika Radit tidak ada mengambil cuti kerja.



"Jangan lupa ya, Vina." Ucap Mom sebelum mobil yang Vina tumpangi berjalan menjahui perkarangan rumah mewah ini.
Saat ini Vina pergi dengan Radit ke supermarket untuk membeli beberapa kebutuhan dapur. Sebenarnya Mom bisa saja menyuruh pelayannya, hanya saja dia ingin anak dan menantunya yang membeli.
"Aku tak suka saat kau membicarakan Devy." Ucap Radit tiba-tiba.
"Maaf. Tapi aku hanya--"
"Hanya apa? Hanya ingin memperburuk pandangan Mom terhadap Devy? Begitu?" Ucap Radit dengan nada yang kedengaran seperti menahan emosinya.
Mungkin jika ini tidak dalam perjalanan, bisa saja Radit memukul atau menamparnya saat ini.
"Bukan. Aku tidak bermaksud seperti itu." Bela Vina.
"Apa kau pikir kau sudah sempurna sehingga menjelek-jelekkan orang? Bahkan kalau kau melakukan operasi berjuta-juta kalipun, kau tetap buruk. Buruk di pandanganku!" Tekan Radit.
Vina langsung terdiam saat mendengar penuturan dari mulut Radit itu.
"Kau beruntung karena saat ini kita dalam perjalanan. Jika tidak, mungkin kau sudah---ah sudahlah. Sekali lagi aku mendengarmu menjelekannya, kau akan ku beri hukuman." Ancam Radit.
Radit menaikkan kecepatan laju mobilnya hingga akhirnya mereka sampai di tempat tujuan.
Vina langsung mengambil keranjang dan berjalan ke barisan sayuran. Sedangkan Radit memegang selembar kertas yang berisi daftar menu yang akan mereka belanjakan.
"Coba kamu cium." Ucap Vina sembari mengacungkan sayuran hijau ke Radit.
"Kenapa?" Tanya Radit setelah dia menciumnya.
"Aku ambil yang ini aja," ucap Vina dan meletakkan sayuran itu ke dalam keranjang.
Vina beralih ke barisan buah-buahan. Karena keasyikan mencari buah-buahan, dia sampai tidak melihat jalan di depannya.
"Ahh," ucap Vina saat tanpa sadar memijak kulit pisang yang terletak di lantai.
Vina merasakan tubuhnya tidak sampai ke lantai karena Radit menompah tubuhnya. Dengan itu kini wajah Vina dan Radit berdekatan.
Vina terpesona saat melihat wajah Radit dari dekat. Vina melebarkan senyumannya sampai akhirnya Radit meluruskan badannya.
"Ah maaf," ucap Vina sembari tersenyum. Bayang-bayang wajah Radit dari dekat membuat Vina tak melepaskan senyumannya.
"Lain kali mata dipakai juga untuk melihat jalanan." Ucap Radit dengan nada dinginnya.
Setelah selesai berbelanja segala kebutuhan, mereka pun keluar dari supermarket tersebut.
"Radit, bagaimana kalau kita berhenti sebentar ke toko baju itu. Aku ingin membeli baju tidur yang sama untuk kita." Ucap Vina sembari menunjuk toko baju tidur yang berada di sebrang jalan sana.
Bukannya menjawab, Radit malah masuk ke dalam mobil. Vina masih di luar dengan tatapan ke arah toko baju itu.
Dia ingin seperti pasangan-pasangan yang lainnya. Memiliki baju yang sama dan juga beberapa hal yang mereka miliki bersama.
"Naik atau aku tinggalkan." Perintah Radit.
Dengan berat hati, Vina masuk ke dalam mobil yang akan mengantarkan mereka kembali ke rumah.



Hari ini menjadi hari yang normal bagi Radit dan Dad, karena masa cuti bekerja mereka sudah habis. Pagi yang cerah buat mereka yang akan berangkat bekerja, mencari nafkah untuk istri mereka yang selalu menunggu kedatangan mereka.
"Ma, nanti siang Papa akan balik lagi. Mama tolong siapkan pakaian Papa yah." Ucap Dad sembari mengambil kunci mobil yang terletak di atas meja yang tak jauh darinya.
"Papa jadi pergi?" Tanya Mom dengan tatapannya yang tidak merelakan suaminya akan pergi.
"Mama jangan lebay deh. Papa tidak akan lama." Ucap Dad dan mencium bibir Mom tepat di depan anak dan menantu mereka.
"Ehem," tegur Radit untuk menyadarkan kedua orang tuanya itu.
"Ah iya Dad lupa ternyata ada kalian." Ucap Dad sembari tersenyum malu, bukan karena dihadapannya ada Radit, namun karena ada menantu barunya. Kalau dihadapan Radit, Mom dan Dad bahkan tidak merasa malu lagi karena sudah sering melakukannya, dan Raditpun sudah memaklumi kedua orangtuanya itu.
"Yauda deh, Papa pergi ya." Ucap Dad dan mencium kening Mom.
Ketika melihat Dad sudah berjalan ke arah mobil, Radit mengikutinya dari belakang.
"Radit." Panggil Mom.
Radit membalikkan badannya dan menatap heran pada Momnya. Dia merasa tidak ketinggalan apapun untuk bekerja.
"Kamu kok jalan terus sih. Pamit dong sama istri kamu. Contoh itu Dad kamu." Ucap Mom sembari menunjuk Dad yang sudah berada di dalam mobil dan sebentar lagi akan pergi.
Dengan hati yang berat, Radit berbalik arah dan melangkah menuju Vina lalu mencium kening Vina dengan begitu singkat di hadapan Momnya.
"Aku pergi," ucapnya lalu langsung berbalik menuju mobilnya dan masuk sebelum Momnya memanggilnya lagi dan menyuruhnya sesuatu hal yang tidak dia suka.
Mom yang melihatnya hanya menggeleng-gelengkan kepala saja melihat kelakuan anaknya. Mom tau kalau anaknya belum sepenuhnya menerima Vina. Namun dia percaya suatu saat nanti Radit akan jatuh cinta pada Vina dan menerima Vina sebagai istrinya.
Setelah mobil Radit dan Papanya pergi, Vina dan Mom pun masuk kembali ke dalam rumah.
Pukul 9 pagi Vina sudah bersiap-siap bekerja. Jasnya dan semua kebutuhan sudah ia masukkan ke dalam tasnya.
"Mom, Vina pamit bekerja dulu ya." pamit Vina dan menyalam Mama mertuanya.
Vina menaiki kendaran umum untuk ke rumah sakit karena mobil yang biasa dia gunakan sudah diambil alih oleh sepupu tersayangnya. Alasan yang sangat aneh yang dilakukan oleh sepupunya untuk mengambil alih mobil Vina. Sudah lama dia menginginkan mobil Vina, meskipun sepupunya itu sudah memiliki mobil sendiri.
Sebenarnya tidak sepenuhnya kesalahan sepupunya. Pernah suatu saat Vina mengatakan pada sepupunya jika dia bisa menikahi lelaki yang dia cintai, maka sepupunya bisa mengambil alih mobilnya. Dia mengatakan seperti itu, karena dia merasa tidak akan mungkin itu terjadi karena yang dimaksud lelaki yang dia cintai itu adalah Radit. Namun takdir berkata lain.
Sebenarnya bisa saja Vina membeli kembali mobil baru dengan uang hasil kerjanya selama ini hanya saja dia merasa ini bukan saatnya.
Tak berapa lama Vina menunggu di halte, akhirnya bis yang ia tunggu pun datang.
Di dalam bis tersebut banyak lelaki yang menatap Vina dengan tatapan memuja. Jelas saja itu membuat Vina takut jika dipandang seperti itu. Nasib baik menimpanya karena bis yang ditumpangi Vina melaju dengan kencang hingga Vina cepat sampai di tujuannya dan tidak perlu berlama-lama dipandangi oleh lelaki yang bukan suaminya.
"Pagi, Dokter." Sapa semua orang yang melihat Vina ketika sampai ke rumah sakit. Vina membalasnya dengan senyuman.
Vina termasuk Dokter yang sangat baik kepada pasien bahkan di waktu luang Vina sering menghabiskan waktu dengan berkumpul dengan anak-anak yang menjadi pasiennya dengan alasan menghibur mereka. Tak heran jika Vina merupakan salah satu dokter yang dikenal baik di rumah sakit ini.
"Bu Dokter." Vina merasa dirinya dipanggil lalu dia membalikkan badan ke belakang dan mendapati anak berusia 4 setengah tahun tengah berlari kearahnya.
"Raisya. Ngapain kamu berada di sini sendirian, sayang? Papa kamu mana?" Tanya Vina setelah anak itu berada di depannya sembari melihat ke arah belakang anak itu.
"Itu Papa." Unjuk Raisya ke arah belakang Vina. Sontak Vina menolehkan pandangannya ke belakang, dan benar saja dia mendapati seseorang di sana.
"Hai." Sapanya.
"Hm" jawab Vina.
"Apa ada masalah?" tanya Vina.
"Raisya tadi malam mengeluh sakit di bagian kepalanya. Bisa kamu tolong periksakan bagaimana keadaannya?" tanyanya.
"Oh bisa. Ayo keruangan saja." Ucap Vina dan berjalan menuju ruangannya.
"Dimas, kamu tidak kerja?" Tanya Vina sembari membua pintu ruangannya.
"Nanti setelah pulang dari sini." Jawab Dimas.
Dimas adalah Papa dari anak bernama Raisya itu. Vina dan Dimas sudah kenal dekat. Mereka bertemu saat pertama kali Raisya masuk rumah sakit dan diperiksa oleh Vina.
Saat itu Raisya sering demam di umurnya yang masih 3 tahun. Raisya dalah anak dengan system kekebalan tubuhnya yang lemah jadi sering terkena penyakit. Dimas tidak tau menahu tentang obat untuk anak bayi. Membicarakan soal Mamanya Raisya. Mamanya meninggal tak lama setelah melahirkannya. Jadi selama itu dia diurus oleh nenek dan Papanya. Namun kini sang nenekpun sudah meninggalkannya, dan kini dia hanya diurus oleh Papanya.
Karena itulah membuat Dimas bulak-balik ke rumah sakit dan pada akhirnya dia pun berkenalan dengan Vina, hingga akhirnya kini mereka sudah menjadi teman dekat.
"Pasti kamu capek banget nanti. Jarak dari sini ke rumah kamu kan sedikit jauh. Belum lagi kamu balik ke kantor. Apa Raisya juga ikut kamu ke kantor?" Ucap Vina sembari memeriksa Raisya.
"Hehe, iya. Tapi mau gimana lagi. Raisya adalah putri dalam hidupku. Bagaimana pun dialah yang paling utama bagiku. Jarang aku membawanya, karena ketika di kantor, waktuku untuk menjaganya sangat sempit, bahkan aku sering meninggalkannya di ruangan karena harus menghadiri rapat. Dia lebih sering tinggal di rumah dengan para bibinya yang akan menjaganya." Ucap Dimas.
"Papa juga adalah pangeran dalam hidup Raisya. Raisya malas kalau ikut Papa ke kantor, pasti Papa selalu meninggalkanku dan membiarkanku bermain sendiri." Balas Raisya yang membuat Vina tersenyum melihatnya.
"Makanya cari pendamping lagi dong." Ucap Vina.
"Hah? Hm." Balas Dimas.
"Raisya maunya Papa nikah sama Ibu Dokter." Ucap Raisya sembari memeluk Vina yang sudah selesai memeriksanya. Vina sedikit terkejut dengan penuturan Raisya.
"Bagaimana, Vin?" Tanya Dimas. Vina langsung menolehkan padangannya ke arah Dimas dan bertanya dengan heran.
"Apanya?"
"Keadaan Raisya. Dia tidak kenapa-kenapa, kan?" Tanya Dimas. Vina merasa sedikit lega karena yang ditanya ternyata bukan seperti yang dia bayangkan.
"Oo itu, keadaannya tidak apa-apa. Hanya perlu perbanyak istirahat saja. Jangan kebanyaan main handphone aja Raisya. Radiasinya bahaya untuk kesehatannya." Ucap Vina.
"Hm, baiklah. Kalau begitu kami mau pergi dulu. Sayang, pamit sama Bu Dokternya." Ucap Dimas.
Setelah pamit dengan Vina, Raisya dan Papanya pun pergi.
Vina melanjutkan dengan mendatangi satu per satu kamar pasiennya dengan di temani oleh asistennya di samping.



"Sayang." Ucap manja wanita yang kini tengah duduk di atas pangkuan sang CEO. Siapa lagi kalau bukan Devy dan sang CEO adalah Radit.
"Hm." Jawab Radit sembari menciumi leher wanita yang dia cintai itu.
"Kamu enggak ingkari janji kamu kan?"
"Yang mana?"
"Mau temenin aku belanja. Teman-teman aku udah pada dibeliin tas-tas yang mahal sama pacar mereka. Aku juga kepingin seperti mereka. Tapi aku maunya barang yang lebih mahal dari punya mereka." Ucap Devy sembari menyandarkan badannya.
"Oh yang itu. Baiklah, tapi nanti setelah aku--"
"Ahh," desah Devy saat Radit menyelipkan kedua tangannya di balik gaun itu dan meremas kedua gundukan itu secara bersamaan.
"Aku menginginkanmu sekarang, sayang." Desus Radit tepat di telinga Devy.
Devy memutar balikkan posisi duduknya hingga kini dia berhadapan dengan Radit. Pinggulnya sengaja ia goyangkan untuk membangunkan sesuatu di dalam celana Radit.
Karena tak kuasa menahan gairahnya, Radit menciumi bibir Devy dengan kasarnya.
Mereka terhanyut dalam kenikmatan yang mereka rasakan saat ini sampai-sampai mereka tak mendengar adanya seseorang yang mengetuk pintu itu.
Karena tidak mendapatkan respon dari dalam, yang mengetuk pintu itupun membuka pintu itu.
"Radit, kau--" Rizal langsung memberhentikan ucapannya saat melihat pemandangan di depannya.
"Pantesan. Ehem," tegur Rizal dengan tujuan menyadarkan dua manusia itu.
Bukannya tersadar, mereka malah melanjutkan aksi dengan Radit membuka resleting belakang gaun Devy.
"Apa kau tidak sadar ini sudah jam berapa, Pak CEO terhormat?" Ucap Rizal dengan penuh penekanan. Dan syukurnya dua manusia itu tersadar dari dunia mereka.
Radit kembali menutup resleting gaun Devy dan menyuruh Devy berpindah duduk di sofa. Radit merapikan kemeja dan jasnya yang sedikit berantakan karena aktivitas sebentar mereka tadi.
"Lain kali diketuk dulu pintunya sebelum masuk." Kesal Radit dengan malasnya.
"Sudah ribuan kali aku mengetuk pintu itu tapi tidak ada sahutan dari dalam. Kirain ada apa, eh ada wanita pencari kenikmatan di sini." Ucap Rizal menyindir Devy.
Yah, Rizal sangat-sangat tidak menyukai Devy. Dia sudah tau bagaimana sifat asli dari sosok seperti Devy. Malahan sudah berulang kali dia memberitahukan pada Radit kalau Devy itu bukan wanita baik-baik, tapi semua sia-sia. Radit telah dibutakan oleh cinta.
"Ada apa kau kemari?" Tanya Radit berusaha bersikap tenang walaupun saat ini dia sedang menahan mati-matian hasrat birahinya.
"Ada apa? Apa kau lupa? Lihat jam itu. Para client sudah pada menunggu di ruang rapat, dan kau masih bersenang-senang di sini?" Tanya Rizal sembari mengelengkan kepalanya.
"Hm. Sayang, aku menyelesaikan rapat dulu yah. Setelah ini baru kita pergi." Ucap Radit sembari mengecup sekilas bibir Devy dan berjalan keluar dari ruangannya.



Hari sudah semakin sore, sudah waktunya Vina pulang dari rumah sakit. Setelah memasukkan barang-barangnya ke dalam tas yang dia bawa setiap harinya, Vina keluar dari ruangannya.
"Vin." Panggil seseorang ketika Vina baru saja keluar dari ruangannya.
Vina melihat ke arah sumber suara itu dan mendapati Madi, sahabat terbaiknya yang juga ternyata baru keluar dari ruangannya.
"Ada waktu sebentar tidak? Aku ingin mengajakmu makan malam." Tanya Madi.
"Ada." Jawab Vina setelah melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Baiklah. Ayo, naik." Ucap Madi saat mereka sudah sampai di depan mobil Bugatti hitam milik Madi.
Madi menjalankan mobil itu ke salah satu restaurant kesukaannya bersama Vina. Tak lama, mereka sampai ke alamat tujuan mereka.
Sembari menunggu pesanan tiba, Madi membuka pembicaraan.
"Aku dengar kabar kalau kamu menikah, yah? Apa itu benar?" Tanya Madi. Dalam hati dia berdo'a semoga kabar ini tidak benar.
"Iya, Di. Aku sudah menikah. Maaf jika aku tidak mengundangmu." Ucap Vina merasa bersalah.
"Lagian kamu undang pun aku tidak akan datang karena saat itu aku masih di rumah Oma. Tapi, kenapa kamu tidak memberitahuku soal pernikahan kamu?" Tanya Madi.
"Bukannya belakangan ini kamu sibuk?" Tanya Vina.
"Hm. Apa kamu benar nikah sama Radit?" Tanya Madi. Dan kali ini Vina menganggukkan kepalanya.
Terasa seperti ribuan jarum menghujam hati Madi saat dia mengetahui kabar yang seharusnya dia rasa tidak benar.
"Serius?" Tanya Madi lagi. Vina menganggukkan kepalanya yakin.
"Bukannya dia enggak suka sama kamu, Vin? Buat apa kamu menikah dengannya? Aku takut dia mempunyai rencana busuk di balik pernikahan kalian." Ucap Madi.
"Aku ingin membalas semua perbuatan yang aku lakukan saat dulu padanya." Ucap Vina sembari menundukkan wajahnya.
"Yakin kamu bisa? Takutnya dia yang akan membalasmu, Vin."
Madi sangat menyayangi Vina. Bahkan tanpa Vina tau kalau Madi sebenarnya menyimpan rasa padanya.
Madi tidak mempermasalahkan jika dia tidak menikah dengan Vina, asalkan jangan dengan Radit. Madi takut jika Radit akan balas dendam dan menyiksa Vina.
Vina wanita yang baik. Dia tidak bersalah atas tuduhan yang dijatuhkan padanya. Lagian, saat itu sudah jelas kejadian itu bukanlah kesalahan Vina, mungkin karena kebencian di dalam hati Radit yang membuatnya tidak terima dengan penjelasan itu dan tetap menuduh Vinalah penyebabnya.
"Aku akan berusaha. Dan satu lagi, aku bertekad akan membuatnya jatuh cinta padaku." Ucap Vina.
"Yakin? Bukannya aku tidak setuju dengan pernikahan kamu, hanya saja aku takut jika dia akan menyakitimu. Aku harap kau bisa jaga-jaga jika berada di dekatnya. Akh, entahlah Vin, perasaan ku semakin tidak enak saja. Aku tidak menyukainya." Ucap Madi.
Vina heran melihat sifat Madi yang terdengar seperti overprotectiv.
"Maaf jika aku terdengar berlebihan, aku hanya tidak mau kamu kenapa-kenapa. Jika dia menyakitimu, beri tahu aku segera." Ucap Madi sembari tersenyum pada Vina.
Vina memeluk Madi dari samping karena posisi mereka saat ini duduk bersebelahan.
"Makasih Madi kamu sudah perhatian sama aku. Aku sayang kamu. Love you my bestfriend." Ucap Vina.
Madi tersenyum dan membalas pelukan Vina.
"Madi, bagaimana dengan wanita yang kamu sukai? Apa kamu sudah mengungkapkan perasaan kamu?" Tanya Vina setelah pelukan mereka terlepas.
"Ah wanita yang aku sukai? Belum. Aku belum mengungkapkannya. Aku sudah terlambat." Ucap Madi.
"Terlambat? Jangan bilang wanita itu sudah bersama yang lain." Kata Vina.
"Yah kamu benar Vin."
"Tapi kenapa?" Tanya Vina.
"Hm, sudahlah jangan bahas itu. Ada saatnya nanti akan aku beritahu kamu." Ucap Madi.
Vina mengerucutkan bibirnya karena tiap kali mereka mambahas itu, Madi selalu mengatakan seperti itu.'
"Jangan seperti itu. Nanti di kira orang aku sedang makan bersama bebek." Ucap Madi sembari tersenyum.
"Kamu sih."
"Hehe. Ah itu pesanan kita sudah datang." Ucap Madi.



"Sudah jam 10 malam. Kenapa Radit belum pulang juga, ya? Hm, sudahlah Vina kamu tunggu di kamar saja. Palingan sebentar lagi mungkin pulang." Ucap Mom.
"Baiklah, Mom. Selamat malam, Mom." Ucap Vina sembari mencium kedua pipi Mama mertuanya dan menaiki tangga menuju kamarnya.
Sembari menunggu Radit pulang, Vina memainkan permainan kesukaannya di dalam Ipad. Dan benar saja apa kata Mom. Suara deru mobil mulai terdengar memasuki gerasi rumah.
Vina langsung mematikan permainannya dan turun ke bawah. Ternyata Radit sudah masuk rumah dan saat ini sedang mengambil minuman di dapur. Vina mendatanginya ke dapur.
"Kamu mau makan? Biar aku siapin." Ucap Vina.
"Uda kenyang." Ucapnya.
"Kamu makan di luar?" Tanya Vina.
"Tidak. Makan hati liat mukamu." Ucapnya sembari menunjuk wajah Vina,"minggir!" Perintahnya.
Vina menghembuskan nafasnya sedikit kuat. Menahan sakit di hatinya. Vina mengambil tas dan juga kemeja yang dicampakkan Radit begitu saja di atas sofa. Sedangkan Radit sudah masuk ke kamar.
"Aku baru saja sampai, sayang." Terdengar percakapan Radit dari dalam.
Vina langsung membuka pintu dan melihat Radit yang baru saja mematikan sambungan teleponnya.
Vina naik ke atas kasur dan membaringkan tubuhnya. Tak lama, Radit juga naik dengan pakaian yang sudah berganti dengan pakaian tidur.
Radit tidur dengan membelakangi Vina, tak lupa dia meletakkan bantal guling di tengah-tengah mereka.
■■■■■■■■■

Komentar Buku (63)

  • avatar
    Intan_iu

    sangat best cerita nya pliss tolong lanjut 😭♥

    28/03/2022

      0
  • avatar
    AndiniAndini

    baik bagua

    13/08

      0
  • avatar
    Dump's Kristine

    I like

    08/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru