logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Cedera

Angin malam ini begitu kencang. Mampu membuat jendela kamar Hito terbuka kasar. Di dalam kamar tersebut sudah ada Anisa yang ketiduran di lantai karena saking lelahnya malam ini. Sementara Hito sudah tertidur pulas di atas kasur. Nampaknya dari tadi dia begitu marah karena keputusan Nyonya Hana yang melarangnya untuk ke kantor.
Sebentar lagi akan terbit fajar. Namun pasangan tersebut masih terasa begitu pulas tidurnya. Serta di dalam rumah tersebut hanya ada dua orang yaitu Anisa dan Hito. Sedangkan yang lainnya masih belum balik ke rumah tersebut.
Kring..kring..kring!
Alarm hp Hito berbunyi. Membuat kegaduhan di dalam kamar tersebut. Hito lupa untuk mematikan alarm itu. Sebab tadinya dia mengira akan bangun untuk melanjutkan tugas kembali. Namun apalah daya Nyonya Hana melarangnya untuk pergi ke kantor.
"Siapa sih!" Teriak Hito lalu dia mengambil bantal dan menutupi wajahnya hingga telinganya.
Anisa yang tidur di lantai masih tetap tenang. Tidak merasa terusik sedikitpun karena saking ngantuk dan lelahnya.
Bunyi alarm itu semakin lama semakin keras hingga membuat tidur Hito terganggu. Padahal Hito baru saja memejamkan matanya dan tiba-tiba saat ini alarm yang menjadi pengganggu tidur Hito.
Bug!
Hito melempar kasar bantal kearah lantai dan jatuh di sebelah Anisa yany masih tetap tertidur.
"Siapa sih yang pasang alarm di kamar ini! Sudah tau aku masih mengantuk malah di ganggu dengan bunyi alarm brengsek ini!" Hito marah besar. Menoleh ke arah sebelahnya dan layar hp miliknya menyala menandakan pengingat alarm.
"Bajingan!" umpatnya.
Hito langsung mengambil hp miliknya dan langsung mematikan alarm tersebut dengan begitu kesal.
"Gak Mama gak semuanya sama aja! Sama sama buat aku kesal saja!" Gerutunya.
Kedua mata Hito menangkap Anisa yang tidur meringkuk di lantai dengan tangan yang digunakan sebagai bantal.
"Ini juga! Kenapa sih semaunya terasa menyebalkan? Kenapa harus hidup aku yang diuji dengan ujian berat! Kenapa harus menikah dengan wanita jelek seperti dia dan kenapa harus berada di keluarga ini, kenapa Tuhan?!" Tangan Hito terangkat dan jatuh pada kepalanya. Tidak lama setelah itu dia menjambak rambutnya dengan merasa begitu frustasi.
"Kalau aku gak ke kantor, yang ada aku seperti orang bodoh! Hanya diam di rumah menemani manusia buruk rupa seperti babu itu! Jika aku keluar untuk menemui Chelsea yang ada aku akan di laporkan oleh mata-mata Mama! Aargh sungguh tidak adil!!" Teriaknya.
Teriakan tersebut justru berhasil membuat tidur Anisa terusik. Hingga tidak lama kemudian Anisa duduk dan mengucek matanya. Melihat kearah sekelilingnya dan berhenti ketika melihat sosok Hito di atas ranjang.
"Aku ada di kamar mu," ucapnya pada Hito.
Tatapan sini Hito berhasil membuat Anisa menundukkan pandangannya.
"Cepat bangun! Bersihkan semua ruangan di rumah ini dan setelah itu langsung memasak!" Pinta Hito.
"Sekarang?" tanya Anisa sebab dia masih dalam keadaan setengah mabuk.
"Iyalah, kapan lagi kalau bukan sekarang! Cepat sana kamu siapkan semuanya dan jangan lupa harus bersih rumah ini! Satu hal lagi, para pembantu di rumah ini akan aku pulangkan ke kampung mereka masing-masing, jadi seterusnya kamu yang akan terus menjadi babu dirumah ini hingga kamu tua dan bahkan mati!" ujarnya.
Tiba-tiba bibir Anisa tersenyum mendengar itu. Entah kenapa dia bisa tersenyum seperti itu. Sedangkan yang ada di dalam pikirannya sekarang adalah apakah dia akan kuat untuk menjalankan semua tugasnya? Semua jalan berduri kedepannya.
"Masak terlebih dahulu! Aku sudah merasakan lapar, cepat sana!" Usir Hito. Lalu dia turun dari atas ranjang namun naas di malah tersandung selimut dan jatuh kasar kelantai hingga membuat tangannya cedera.
Bug!
"Aduh!" Seru Hito ketika merasakan sakit di tangan kanannya.
Dengan cepat kilat Anisa langsung mendekati Hito dan membantu Hito untuk duduk.
"Kamu tidak apa-apa kan? Biar aku bantu duduk, tahan ya," ujarnya. Membantu Hito duduk tetapi Hito sudah tidak bisa diam karena cedera di tangannya tersebut.
"Sakit!" Bentak Hito.
"Yasudah ayo ke rumah sakit saja, biar cepat di tanganin," pinta Anisa dengan panik sendiri.
"Kamu itu bodoh ya? Ini masih jam berapa bahkan jika mau ke rumah sakit pun siapa yang akan menyetir mobil? Kamu bodoh banget sih!" Gerutu Hito.
"Lalu bagaimana? Aku pun tidak tau, apa aku harus mengobatinya sendiri?"
Pertanyaan itu terdengar sangat menyebalkan di telinga Hito. Hingga kemudian Hito mendorong tubuh Anisa untuk pergi dari dekatnya. Tubuh mungil Anisa pun terpental jauh ke tembok.
Bug!
Anisa merasakan sakit yang luar biasa di punggungnya. Sakit itu terasa begitu nyeri. Kedua mata Anisa terpejam untuk berusaha menahan rasa sakit di punggungnya itu.
"Menjijikan! Gak usah sok perduli kalau kamu sendiri masih tolol bahkan tidak mengerti! Dasar manusia tolol!" Hito langsung bangun. Dia berjalan keluar kamarnya dengan sesekali berseru sakit di tangan kanannya.
BRAK!
Pintu kamar itu di banting kasar oleh Hito hingga menimbulkan bunyi keras. Anisa langsung menangis melihat itu. Hidupnya tidak lain hanya untuk di jadikan cemoohan saja bagi suaminya. Di kata sebagai manusia tolol bahkan terkesan tidak berguna. Air mata itu tumpah dan mengaliri pipi Anisa. Sakit sekali rasanya diperlukan kasar oleh suami sendiri.
"Aku salah apa? Kenapa harus aku yang disiksa? Kenapa harus aku?" Anisa terus menangis.
Hari hari menyakitkan sudah ia rasakan selama ini. Dari hal biasa hingga hal yang di luar dugaan. Jika dikata lelah sudah pasti. Anisa sudah rasa ingin menyerah. Namun mau bagaimana lagi, percuma dia melambaikan tangan sebagai pertanda tidak kuat. Nyatanya orang lain tidak perduli bahkan senang melihat itu.
"Bagaimana nantinya jika aku terus terusan di perlakukan seperti ini? Apa aku akan terus-menerus diam seperti orang pasrah? Dan bagaimana jika nanti aku hamil, apa Hito akan terus memperlakukan aku seperti ini, atau bahkan jauh lebih sadis lagi dari ini?" Tutur Anisa. Ia berbicara sendirian di dalam kamar tersebut dengan air mata yang terus mengalir.
Ibarat sebuah buku tebal yang di tetesi oleh air secara terus-menerus. Apakah buku itu tidak akan hancur? Aku rasa lama semakin lama buku itu akan juga hancur karena air. Begitupun dengan rasa sabar Anisa. Lama semakin lama jika terus di perlakukan kasar, kesabaran Anisa akan juga habis tidak bersisa.
Pernikahan mereka sudah berjalan hampir satu bulan. Buka jalan surga yang Anisa dapatkan. Melainkan jalanan berbatu yang di penuh lautan air mata. Siksaan hampir setiap hari. Tangisan air mata hampir saja seperti pulau kesedihan bagi Anisa. Pelakuan kasar terasa seperti angin yang selalu ada di setiap harinya.
"Aku kuat, aku yakin aku kuat! Tapi aku juga lelah Tuhan. Aku rasa aku tidak pantas lagi untuk hidup, aku selalu kalah dengan mereka! Apa aku harus menjadi jahat seperti mereka? Apa aku harus menjadi wanita bodoh terus terusan! Aku lelah Tuhan. Lelah!"
Air mata itu semakin lama semakin deras membasahi pipi. Rasa sakit semuanya terlihat jelas lewat tetes demi tetes air mata yang jatuh di sana.

Komentar Buku (39)

  • avatar
    Syaqilla Almeta

    ini novel setiap bab.nya selalu bikin penasaran. seru, bagus gak membosankan 🥰

    25/01/2022

      1
  • avatar
    SukertiWayan

    keren

    01/04

      0
  • avatar
    INDANG TRY LESTY

    🥰wahhh bagusss

    21/09/2023

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru