logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

7. Biar kubayar! / Gara-gara photocard

Hari ini Runi memutuskan untuk berangkat sekolah dengan menaikai bus, jadi pagi-pagi sekali dia sudah di halte. Alva sempat menawarkan tumpangan untuk adiknya itu, tapi Runi menolaknya, dia ingin mandiri -katanya-. Menunggu bus yang tak kunjung datang membuat Runi bosan, andai saja ada teman sekolahnya yang juga menaiki bus, pasti Runi takan kesepian. Tapi, apa mungkin ada? Karena kebanyakan dari anak-anak SMA Smart Star berangkat dengan menggunakan kendaraan pribadi.
"Runi?" Runi spontan menengok ketika namanya dipanggil, "Hana!" Senyum Runi mengembang, baru saja dia merasa kesepian, tapi tiba-tiba Hana datang. "Kau tinggal di sekitar sini?" Runi bertanya pada Hana ketika temannya itu sudah duduk disampingnya.
Hana menggeleng, "Aku dari rumah sakit." Rumah sakit memang dekat dari sini, tapi Runi tak tahu alasan Hana pergi ke rumah sakit, jadi Ia bertanya "Apa kau sakit?". Hana menggeleng lagi untuk yang kedua kalinya, "Ibuku yang sakit."
"Ibumu? Sakit apa? Bagaimana keadaannya?" Mendengar ibu Hana sakit membuat Runi khawatir.
"Ibuku memang sering sakit-sakitan. Keadaannya sudah lebih baik sekarang" Hana terlihat sedih saat membahas tentang Ibunya.
"Ibumu pasti akan segera sembuh." Runi harap kalimatnya bisa mengurangi kesedihan temannya. Hana mengangguk, "Aku juga yakin ibuku akan segera sembuh."
Tak lama setelah itu bus dengan nomor 120 datang, itulah bus yang akan membawa mereka berdua ke sekolah. Hana menaikinya duluan kemudian disusul Runi di belakangnya. Sayangnya Runi lupa membawa kartu transportasinya, jadi dia harus mencari uang receh di dalam tasnya.
"Akan kubayar." Sedang sibuk-sibuknya mencari uang receh, Seseorang muncul dari belakang Runi, dan membayarkan uang busnya. "Juna?" Orang itu adalah Juna. Runi menghentikan pencarian uang recehnya yang tak kunjung membuahkan hasil, lalu menghampiri Juna yang tengah duduk di depan Hana dan berterimakasih. "Terimakasih". Sementara Runi duduk di sebelah Hana.
"Kenapa Juna tidak duduk di sebelahmu?" Setelah mendengar pertanyaan itu, Hana menatap Runi heran "Kenapa dia harus duduk di sebelahku?". Dengan wajah polosnya Runi menjawab, "Bukankah dia pacarmu?". Hana tak bisa menahan tawanya, bagaimana bisa Runi mengira Juna adalah pacarnya? Runi kebingungan, Ia tak merasa ada yang lucu tapi kenapa Hana tiba-tiba tertawa? "Kenapa?"
Hana menghentikan tawanya, tak tega melihat temannya itu kebingungan, "Kita berteman". Runi mengangguk-ngangguk, dia benar-benar mengira Hana dan Juna berpacaran, kedekatan merekalah yang membuat Runi salah paham. Bahkan mereka menjadi teman sebangku, dimana ada Hana di situ ada Juna.
"Maaf, aku salah paham." Runi malu sendiri, karena kebodohannya itu. "Tidak papa." Hana memaklumi temannya itu, karena Runi bukan satu-satunya orang yang mengira dirinya dan Juna berkencan, tapi kebanyakan orang yang melihat mereka akan berpendapat sama.
"Selamat pagi Runi!!" Dengan heboh Lisa menyapa Runi yang baru saja melangkahkan kakinya di kelas. "Kau membawa yang aku minta kan?" Lisa langsung menagih barang yang Runi janjikan kemarin. Runi mulai menggeledah tasnya, mencari-cari barang yang dimaksud Lisa. "Ini kan?" Runi mengeluarkan sebuah photocard dari dalam tasnya. Lisa yang melihat itu, langsung mengembangkan senyumnya. Photocard limited edition dari member boy group favoritnya, sudah Ia dapatkan. Beruntung sekali dia bertemu Runi yang Juga merupakan fans dari boy group tersebut.
"Aaa, terimakasih Runi." Seolah-olah mendapatkan doorprize, Lisa berjingkrak kegirangan. "Akhirnya aku mendapatkannya." "Yeah" . Kehebohan Lisa menarik perhatian seisi kelas, sebagian besar dari mereka menatap dengan heran sambil bergumam "Sepertinya dia gila" tapi ada juga yang menatapnya marah karena kesal, suara brisik yang dihasilkan Lisa menganggu konsentrasi para siswa yang sedang sibuk belajar, terutama Yuna.
Gadis kutu buku itu menggebrak meja, membuat semua tatapan beralih padanya "Kau pikir sekolah ini milikmu? Suaramu benar-benar berisik." Yuna bangun dari kursinya, menutup buku dengan keras 'plakk', lalu menghampiri Lisa dengan marah. Lisa nampaknya baru sadar kalau suaranya terlampau berisik, sambil menundukkan kepalanya dia meminta maaf "Maafkan aku." Dari wajah gadis cempreng itu sudah dipastikan kalau dia benar-benar menyesal, ingin sekali dia menampar wajahnya sendiri karena terlalu bodoh, bisa-bisanya dia membuat Yuna marah.
Walaupun perminta maafan sudah terlontar dari mulut Lisa, tapi wajah merah Yuna masih belum padam. Dengan langkah berani Yuna mendekati Lisa, merebut photocard dari tangannya, menjatuhkannya ke lantai dan menginjaknya. Lisa hanya bisa melongo, dia memang salah, tapi dia sudah minta maaf. Bagi Lisa tindakan Yuna benar-benar keterlaluan.
"Kamu gila ya!!!" Lisa terpancing emosi, hampir saja dia menjambak rambut Yuna yang tergerai panjang, tapi Runi menahannya, menarik tangannya dengan paksa. Mendudukan gadis itu di kursi. Runi mengambil photocard yang sempat terabaikan tadi, kondisinya masih bagus, hanya sedikit kotor saja karena diinjak dengan sengaja oleh Yuna. "Untung saja kau membersihkan sepatumu dengan baik, jadi ini tak terlalu kotor." Runi tersenyum di akhir kalimatnya.
"Apa katamu?" Yuna tersinggung dengan kalimat Runi, senyum Runi diakhir kalimat menandakan dia sedang mengejeknya. "Itu sebuah pujian" dengan santainya Runi menjawab, "Aku sungguh-sungguh memujimu. Bukankah bertengkar dengan teman sekelas hanya akan menurunkan nilaimu. Jadi duduklah, lupakan masalah ini!!" Dengan sangat sopan, Runi mempersilakan Yuna duduk dikursinya. Karena bel masuk yang sudah berbunyi, mau tidak mau Yuna harus duduk, walau dia masih kesal dengan Runi.
☆○☆○☆
Di kantin jam istirahat sekolah.
"Lisa!! Perbaiki wajahmu, lagi pula photocardnya masih bagus." Wajah cemberut Lisa karena photocardnya terinjak, membuat Runi tidak nyaman, tidak hanya Runi tapi Hana yang duduk di depan mereka juga sepertinya tak nyaman. "Foto seperti itu bisa dibuat sendiri!" Hana yang tak paham dengan dunia per fans-an asal ngomong saja, membuat Lisa yang semula diam jadi angkat bicara "Ya Hana!! Bahkan dari berjuta-juta fans BFF di seluruh dunia, tidak lebih dari 20% yang beruntung mendapatkan photocard limited edition ini!! Kau tak tahu apapun."
"Benarkah begitu?" Hana mengonfirmasi kebenaran dari kalimat Lisa dengan cara bertanya Runi. Runi mengangguk segera,"Dia benar.". Hana melongo, matanya membulat segera, dia heran dan bertanya-tanya sehebat apa sebenarnya idol grup BFF itu, kenapa banyak sekali yang mengaguminya?
"Lalu kenapa kau mau memberikan photocard itu pada Lisa?" Jika photocard itu limited edition, seharusnya Runi tidak memberikannya pada Lisa secara cuma-cuma kan?
"Aku memberikannya karena aku punya yang lain." Padahal Hana yang bertanya tapi Lisa lah yang terkejut, tanpa aba-aba, satu pertanyaan keluar dari lisannya "Berapa banyak yang kau punya?" Karena wajah Lisa mendekat, spontan Runi memundurkan wajahnya, "Aku hanya punya satu lagi."
"Kau luar biasa bisa mendapatkan dua." Lisa merasa terpukau dengan kemampuan Runi mendapatkan dua barang mewah itu sekaligus. Bisa dikatakan mewah karena kelangkaannya, dan jika dijual di kalangan fans BFF pasti akan mendapat harga yang fantastis.
Tiba-tiba seseorang yang tak diundang datang, dia Yuna, manusia yang hampir saja adu jambak dengan Lisa tadi pagi. Apa dia mau menggebrak meja lagi sekarang?
"Hana, kau dipanggil Pak Anas di ruang guru." Yuna sempat melirik ke arah Runi dan Lisa dengan tatapan sinisnya sebelum akhirnya pergi. "Aku pergi dulu." Hana berjalan di belakang Yuna untuk memenuhi panggilan Pak Anas.
☆○☆○
Dengan wajah berbinar-binar Yuna keluar dari ruang guru, akhirnya dia menjadi perwakilan sekolah untuk mengikuti olimpiade matematika tingkat nasional. "Pasti Ayah akan bangga padaku." Batinnya. Berbeda dengan Yuna, saat kelur ruang guru wajah Hana justru terlihat muram. Ia harus melepas impiannya mengikuti olimpiade. Hasil dari seleksi tingkat sekolah menunjukan dua siswa itu mendapat nilai tertinggi, karena nilai mereka seri, maka harus dilakukan seleksi lagi. Tapi mengingat kondisi ibunya yang masih sakit, dia melepaskan kesempatan itu dan membiarkan Yuna mewakili sekolah di olimpiade. Hana harus merawat ibunya, dia juga harus mencari uang tambahan untuk biaya rumah sakit, dan juga dia tak akan mungkin fokus belajar mengingat ibunya terbaring di rumah sakit.
"Kenapa? Apa kau akan ikut olimpiade?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Juna sesaat setelah Hana duduk di kursinya, "Yuna yang akan ikut, dia mendapat nilai tertinggi." Hana terpaksa berbohong, Juna pasti akan banyak bicara jika gadis itu mengatakan kalau dia menyerah sebelum bertanding.
"Pasti banyak kesempatan lain lagi!!" Dengan lembut Juna menepuk pundak Hana, mencoba memberi semangat pada gadis itu.
"Apa kau membeli semua album BFF?" Tak ada henti-hentinya Lisa mewawancarai Runi, bahkan ketika mereka sudah berada di kelas, walaupun malas Runi tetap merespon teman sebangkunya yang cerewet itu, "Ya, aku membelinya."
"Merchandise BFF?" Masih saja Lisa bertanya, "Aku punya banyak." Runi menjawab dengan santai. Waw, Lisa terkagum-kagum, bagaimana bisa Runi mengoleksi semua itu? Pasti dia orang kaya. Pikir Lisa.
"Pasti kau anak orang kaya." Lisa langsung mengambil kesimpulan tanpa bertanya, "Orang tuaku sudah meninggal sepuluh tahun lalu." Lisa spontan menutup mulutnya dan meminta maaf, "Maaf, aku tidak tahu."
"Tidak apa-apa."
Hukum adalah mata pelajaran selanjutnya, seorang guru laki-laki masuk kelas. "Selamat pagi semua!" Dengan suara lantang Pak Heru memberi salam, dijawab serentak semua siswa, kecuali Runi. Dia sedikit terkejut, guru itulah yang berpapasan dengan Runi, yang sebelumnya dia kira sebagai orang yang pernah Ia temui sepuluh tahun lalu. Sampai sekarang pun Runi masih yakin keduanya adalah orang yang sama.
Semua siswa fokus mengerjakan tugas yang diberikan oleh Pak Heru, tak terkecuali Runi. Guru matematika itupun berkeliling untuk mengawasi para siswanya, langkahnya terhenti tepat di meja Runi. "Apa kau siswa baru?" Menyadari ada bangku kosong yang terisi, Pak Heru pun bertanya. Runi yang sebelumnya menunduk mengerjakan soal, kini mendongakkan kepalanya "Iya, nama saya Arunika."
Guru itu tersentak, "Kau?" , "Iya, saya yang berpapasan dengan bapak kemarin. Maafkan saya" Hana berdiri dan membungkukkan badannya. "I-ya-ya duduklah saja." Pak Heru meminta Runi duduk kembali dengan suara gagap. Hal itu membuat Runi curiga, jangan-jangan bapak itu memang orang yang Runi temui sepuluh tahun lalu. Jika iya, kenapa Ia berbohong dan mengatakan aku salah orang?

Komentar Buku (86)

  • avatar
    MikaKyra

    alur ceritanya benar-benar bagus. Penulis nya hebat dapat membuat cerita seperti ini. Semangat untuk penulis nya

    02/01/2022

      0
  • avatar
    junelsyDelphi

    bgus

    04/04

      0
  • avatar
    Lamongan IndahPraditha

    🥳🥳🥳

    01/03/2023

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru