logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Adi jatuh cinta?

Bibi Rah, apa kakak udah pulang?" tanya Nabila
"Belum Non."
"Kenapa lama sekali kakak pergi."
Tiin.
Tiin.
"Ahhh itu Kakak Bibi Rah."
Nabila langsung meloncat dari sofanya, ia merindukan sepasang bola mata hazel itu berada didekatnya. Nabila langsung membuka pintu, dan menyambutnya dengan mata yang menyipit karna senyum yang lebar.
"Kok belum tidur sih Bil, ayo masuk tidur," ucap Ridho sambil mengusap kepala Nabila.
"Kakak kemana aja, ayo kita makan dulu. Aku dari tadi nunggu Kakak pulang supaya bisa makan malam bareng."
"Kamu makan aja Bil, kakak mau ganti baju dulu. Gih sana," perintah Ridho.
Nabila melenggang ke ruang makan, dan didapatinya bibi Rah sedang membuat susu coklat kesukaan Ridho.
"Non, ini dihangati lagi atau tidak supnya?"
"Emm ... Nabila tanya kakak dulu Bi Rah."
Nabila selalu saja merindukannya, walaupun cuma ditinggal beberapa jam. Ini hasil dari Ridho yang selalu memanjakan Nabila, alhasil Nabila tidak bisa jauh-jauh darinya.
'Kak Ridho sungguh tampan, aku tidak menampiknya,' batin Nabila.
Badan yang tegap dengan otot yang sedang dan tidak berlebihan, beriris hazel, berkulit kuning langsat, bibir berair semerah bunga sakura, sehangat teddy bear dan yang jelas Ridho konglomerat yang menyamar menjadi kaum jelata.
Katanya menjadi anak konglomerat tidak membuatnya nyaman. Banyak sekali penjilat dan sudah dipastikan tidak akan mempunyai kawan yang tulus menjujung tinggi komitmen.
Baginya ketulusan adalah hal utama yang mesti ada dihidupnya yang membosankan.
Dalam hidup percintaannya, Ridho tidak akan memacari wanita jika Nabila tidak menyukainya. Jadi, dari dulu sampai sekarang tidak pernah mempunyai hubungan khusus pada wanita.
Sejujurnya, Nabila yang egois! Nabila hanya ingin memilikinya sendirian.
Tanpa mengetuk pintu, Nabila langsung menerabas masuk ke dalam kamar kak Ridho. Meski sudah diberitahu untuk mengetuk pintu dulu tapi tetap saja Nabila tidak mengindahkan.
"Kak Ridho, supnya dihangatin lagi gak?"
Melihat kak Ridho yang bertelanjang dada dengan hanya memakai celana pendek membuat Nabila meneguk saliva beberapa kali. Walaupun sudah seringkali Nabila melihatnya, tapi tetap saja aku terpesona olehnya.
"NABILA,"teriak kak Ridho.
"Udah dibilangin ketuk pintu dulu, gak sopan!" Lalu Ridho memakai kaos hardcore tanpa lengan, yang memperlihatkan betapa gempalnya bahu Ridho.
"... oh maaf Kak, aku terlalu bersemangat. Jadi dihangatin gak?"
Ridho menghembuskan nafas besar. "Kakak udah makan, ayo kakak temani makan malam."
Sementara bibi Rah sibuk menyiapkan makanan kami, Nabila melihat kak Ridho tampak sedang memikirkan sesuatu.
"Nabila ... teman sebangku kamu Neneng?"
"Iya Kak, kok tau. Neneng dia sahabatku tanpa memandang siapa aku. Nabila hanya berteman dengannya, soalnya 'kan teman Nabila yang lain semua penjilat. Nabila gak suka!! Tapi Neneng lain, dia gak pernah meminta apapun dari Nabila. Bahkan, jika Nabila memberi sesuatu padanya, itu selalu dengan paksaan. Dan esoknya dia memberi Nabila kue basah sebagai imbal balik pertemanan katanya."
"Kakak tadi nonton sama dia dan makan malam sama Neneng."
"Ap--apa kakak jalan sama Neneng? Kok bisa sih?" Nabila sedikit kesal, karna kakaknya tidak pamit dengan siapa dia jalan.
Menyesap susu coklat miliknya, Ridho tampak rileks
"Yaa dia tetangganya Adi, gak tau ceritanya gimana. Kakak disuruh bonceng Neneng dan yaa gitu deh."
"Yaa gitu deh apaan sih kak? Sebal deh aku!! Sekarang main rahasia-rahasian!" seru Nabila.
"Engg ... ya gak gitu Bil, malu Kakak sama Neneng. Wah pokoknya Kakak kurang ajar sama temen kamu itu."
Entah kenapa darah Nabila mendidih, apa yang dimaksud kurang ajar?
"Kurang ajar? Bagaimana? Seperti apa?," teriak Nabila.
"Ih kepo deh, anak kecil kayak kamu gak boleh tau," ucap Ridho sambil nyubit lengan Nabila dan Ridho berlalu masuk kamar dan dikunci.
"Kakak resek ah," jerit Nabila kesal.
'Bolehkah aku cemburu? Bolehkah aku menginginkannya hanya untukku? Bolehkah aku berharap dia mencintaiku layaknya seorang gadis bukan sebagai adik? Miris sekali, haruskah aku senang sebagai adiknya?bAtau malah frustasi sebagai adiknya? Ironi!!' batin Nabila.
*****
*POV Adi*
Kacau sekali, Cantika tidak menjawab telfonku. Sebenarnya apa yang salah denganku.
Memahami kalbu yang sedang sendu sejak menatap Neneng bersama pria lain selain diriku.
Tangan yang selalu memasak makanan khusus untukku sekarang dia juga memasak untuk orang lain.
Mengapa mengalami kehampaan seperti ini hanya karena sepiring pisang goreng dan Secangkir teh hangat.
Malam yang panjang....
"Ngapain kamu Neng?" tanya ibuku.
"Ini Bu nasi uduknya, pesanan mas Adi." sambil menyerahkan dengan sopan, ibuku malah menghardiknya.
"Kamu kira makanan kamu enak? Ha? Jangan deketin Adi. Dia udah punya tunangan, Cantika. Bahkan dia lebih cantik dengan karier yang bagus. Lah kalo dibanding dengan kamu yaaa remahan peyek bisa apa, gak cocok sama Adi. Paham kamu!?"
Mendengar hardikan ibu ke Neneng, aku sangat marah pada ibu. Kulihat Neneng hanya terdiam dan tertunduk dengan tangan yang masih setia dengan kresek yang penuh bungkusan Nasi uduk.
"IBU! ... CUKUP!!! Jadi berapa Neng?"
"ADIII!! ... sudah cukup Ibu diam. Ibu gak suka kamu deket-deket sama dia. Bapaknya pemabuk, penjudi dan hilang kendali. Ini peringatan terakhir untukmu dan juga untukmu NENENG." ibu Adi langsung masuk kedalam rumah.
"20 ribu Mas Adi, yaudah Neneng sekolah dulu mas."
"Oh iya ... hati-hati ya Neng, perihal ibu tadi mas ... minta maaf."
"Oke mas."
Mencari-cari jawaban atas netra yang terpancar di wajah itu, rungu yang menghardik tidak diperdulikannya. Namun, aku sangat paham jika palung hatinya sungguh memendam kesakitan tanpa dendam.
Aku berangkat kerja dengan hati yang berada diujung tanduk, gelisah dan resah. Bukan perihal Cantika masih marah padaku tentang hal yang tidak kuketahui.
Namun, Neneng yang mendapat perlakuan tidak mengenakan dari ibuku.
Apa dia sedih?
"Bro ... si Neneng emangnya beneran gak punya Hp ya?" tanya Ridho
"Duit dari mane dia beli Hp, dasar aneh."
"Ah kalo begitu entar aku kesana."
"Ngapain?"tanyaku mendelik.
"Ya ngajak jalan Neneng buat beli Hp lah, dengan begitu aku bisa hubungi dia heehheheh."
"Jangan aneh-aneh." ucapku sedikit merasa gusar.
"Apaan sih, aku suka sama dia. Dia bakal kerja dirumah aku, jadi koki khusus yang hanya memasak untukku. Ahh pasti enak ketemu tiap hari."
"What? Kerja jadi tukang masak buat kamu?"
"Kenapa?"
"Gak."
Jiwa yang tidak pernah ada kehadirannya, sekarang mulai membuat rasa rindu yang membakar. Cobalah untuk mengerti ... untuk diriku sendiri!! Keras kepala.
*******
POV orang ketiga
Polesan make up natural membuat Cantika semakin feminim dengan rok sepan tiga jari diatas lutut. Hatinya mencoba memudarkan kecemburuan terhadap bocah SMA. Itu semua tiada arti apa-apa dibandingkan dengan Adi yang tidak pernah lelah menghubunginya setelah kediaman Cantika di malam itu, membuat hatinya menabur harap segera dipinang oleh pujaan hatinya yaitu mas Adi. Umur yang sudah dewasa, karier yang menunjang membuatnya tidak ingin berlama-lama pacaran.
'Mas Adi jika memang kau mencintaiku sepenuhnya, aku harap kau segera meminangku. Mahligai rumah tangga yang suka cita membuat siluet-siluet itu berterbangan di alam hayalku.Apa hanya aku saja yang mempunyai imajinasi itu?' batin Cantika.
"Cantika ...," sapa mas Adi.
Cantika hanya memulas senyum
"Nanti makan siang yah," ajak Mas Adi.
Cantika melihat gawai dan menjawab tanpa melihat wajah mas Adi. "Iyaa Mas."
Sungguh Cantika bingung ingin sekali hatinya bicara dari hati ke hati.
Makan siang dengan memilih menu makanan sehat yang kaya akan vitamin. Mas Adi tampak resah.
'Aku mencintai dia karena dia memang laki-laki baik,' batin Cantika.
"Mas, cinta sama Cantika?"
"Kau ini bicara apa? Aku sungguh mencintaimu demi apapun itu."
Kesungguhan terlihat di bola mata yang pekat itu. Alis yang tebal menghiasi wajah putih bersihnya, bibir merah yang bergerak mengatakan kesungguhan itu membuat hatiku melayang.
"Nikahi aku Mas Adi!" tegas Cantika.
Sorot matanya memandang Cantika dengan dalam, melihat apakah Cantika sunguh-sungguh dengan perkataannya.
Adi diam sejenak lalu kemudian, Adi menjawab sambil meneguk es jeruk sebentar.
"Kamu sudah yakin sama Mas? Mas hanya pegawai bank." Wajahnya menunduk, mungkin ia minder dalam status ekonomi.
"Apa aku memperdulikannya Mas? Tidak! Jangan seperti itu. Kita akan membangun rumah tangga walau itu sederhana."
"Baiklah, besok aku akan membawa orang tuaku melamarmu."
"Oh benarkah itu? Aku menunggumu Mas. Aku sungguh mencintaimu."
*******
Sebelum berangkat sekolah Neneng membereskan tempat jualan nasi uduk dulu. Neneng menaruh sepiring buat sarapan bapaknya. Neneng cepat-cepat karena jam sudah menaik.
Hinaan tadi pagi tidak membuatnya kecewa Apalagi marah. Bagi Neneng banyak hal yang lebih penting untuk dipikirkannya. Ia akan menjauhi mas Adi yang memang tidak pantas untuknya. Jauh lebih baik dia bersama Cantika, pikir Neneng.
"NENENG," teriak Nabila.
"Yaa."
"Ayo bareng masuk kelas. Emmm kamu kemarin nonton sama kakak aku? Kak Ridho?"
"Oh iya, tapi itu gak disengaja sih. Semalem kakak kamu nawarin aku kerja di rumah kamu?"
"Oh iya kah? Terus gimana kamu mau? Mau dong ya Neng, mau aja! Nanti kita bisa sama-sama." Nabila bersemangat.
"Kalo begitu nanti kamu bilang sama kakak kamu ya Nabila."
"Horayyy ...." Nabila merangkul Neneng saking senangnya.
Kehidupan sekolahnya tidak selurus rambutnya, Neneng murid miskin. Jadi, banyak yang membullynya. Meskipun banyak yang bully dia cuek saja.
"Hayyy kang cuci alias babuuhhhhh ... gimana udah bayar spp belum? Hahahaha." Gelak tawa memenuhi sesisi kelas, Maryam memang tidak suka pada Neneng.
"Maryam ... muka kamu itu lebih kaya babu! Potensi gak ada, bakat gak punya, pinter enggak, jelek iya dan satu lagi gak laku!" bela Nabila. Neneng tertawa kecil mendengar itu semua.
"Apa?! Sialan! Kalo bukan anak konglomerat udah abis kau. Huh."
"Sudahlah Nabila, dia selalu seperti itu. Jangan buang-buang tenaga, nambahin dosa aja."
"Ihh kesel aku!! Jangan terlalu sabar dong Neng!" Nabila marah.
Nabila tidak mempunyai iris hazel seperti Ridho. Nabila seperti orang Indonesia pada umumnya tidak seperti kakaknya yang agak kelihatan blasterannya.
Anak yang ceria dan penuh kasih sayang walaupun dia hanya diasuh oleh kakaknya. Mami dan papinya jarang sekali pulang.
'Hanya perasaanku saja atau memang ini benar. Aku rasa Nabila terlalu mengistimewakan Kak Ridho di dalam hatinya bukan sebagai kakak melainkan sebagai dambaan yang membasuh hatinya,' batin Neneng.
Nabila dulu pernah cerita pada Neneng, dia selalu tidur sekamar dengan saudaranya. Dia tidak pernah bilang kalau saudaranya adalah kakak laki-laki dewasa. Neneng berpikir saudaranya adalah kakak perempuan atau adik perempuan.
Berdasarkan ceritanya di jam 10 malam, Nabila selalu ke kamar saudaranya itu. Hanya untuk satu selimut dengannya dan masih dia lakukan sampai sekarang.
Nabila pun pernah dimandikan sama saudaranya dengan paksa karena Nabila waktu itu mogok makan dan mandi.
Nabila selalu bermanja dengan saudaranya itu seperti minta dipangku, minta disuapin, dan minta dimandikan.
Kemarin Nabila menggerutu karena sekarang saudaranya itu tidak lagi memeluknya saat berangkat sekolah, tidak lagi menciumnya saat ingin tidur, dan sekarang kamarnya dikunci kalo malam. Neneng hanya bilang pada Nabila.
"Sudah besar Nabila, kamu itu bukan anak-anak."
Dan Nabila hanya menghembuskan nafas besar dan kepalanya diletakkan di meja.
'Yaa, aku sebagai temannya yang tidak tahu seluk beluk tentang keluarganya hanya bisa beramsumsi sendiri bahwa saudaranya itu perempuan jika lelaki itu tidak mungkin melakukan hal yang diatas,' batin Neneng.
****
*Pov Ridho*
Selepas pulang kerja, aku melihat Nabila menungguku di gerbang depan, terpaksa aku turun dari pajeroku.
"Ada apa Nabila?"
"Kakak, aku masak kue lo ... ayo kita makan."
"Pak, tolong yah pakirkan," ucapku pada sopir Nabila dan menyuruh security menutup gerbang.
"Adek kakak udah pinter masak ya." kuusap kepalanya dan dia senyum padaku.
"Kakak ganti baju dulu ya."
Tak lupa aku mengunci pintu, kalau tidak begitu Nabila akan masuk dengan tidak berdosanya. Pernah saat aku melepas celanaku, dia sudah masuk namun aku tidak mengetahuinya.
Tubuhku polos dan saat itu aku berbalik ingin mengambil celana pendek. Dan sial Nabila terpaku menatapku, aku berteriak padanya dan aku menarik selimut diranjang untuk menutupi tubuh polosku.
Jujur saja aku merasa risih dengan kelakuan Nabila, tiap malam dia selalu minta tidur denganku. Untuk sekarang aku tidak mengijinkannya lagi, karena aku sudah pria dewasa dan dia gadis.
"Kakak kok rapi mau ke mana lagi?"
"Mau ke rumah Neneng. Kuenya enak, besok buat lagi ya." senangku ternyata Nabila berkembang sesuai keinginanku.
"Hah ngapain? Aku ikut ya kak."
"Jangan ... gangguin orang mau PDKT aja ah." kuraih pinggangnya dan menjelaskan bahwa aku pergi cuman sebentar. Bibirnya mengerucut itu adalah sebuah kecemburuan, aku tahu itu.
Selama ini tidak ada yang pernah sukses mendekatiku hanya karna gadis kecil yang sangat over protektif.
"Kakak suka sama Neneng?"
"Belum, Kakak hanya tertarik."
Jika aku bilang suka pasti aku tidak diijinkan mendekati Neneng.
Mencoba membuka hati untuk menatap bagaimana caranya menata hati. Jika saja engkau melihatku dengan penuh harap padamu. Bagiku umurmu tidak mencerminkan sikapmu, aku hampir lupa jika engkau masih gadis dan hanya pantas menjadi adikku.
Neneng ....
***

Komentar Buku (87)

  • avatar
    Renalda Uspessy

    luar biasa akhir cerita cinta yg penuh dgn suka duka tetapi d akhiri dengan suka cita.cerita nya keren nggak keliatan amatir . suka deh ✌️🌷

    29/12/2021

      0
  • avatar
    Nadratul Nadra

    bagus

    08/07

      0
  • avatar
    FatianahSiti

    sangat bagus

    05/06

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru