logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

bab 3 rencana pernikahan Galan

Bab 3
Mereka berdua mengambil tempat paling ujung, dengan mesra Mas Galan menarik kursi untuk Nita dan menyilahkan Nita duduk.
Aku yang melihat itu sangat geram, dan sudah tidak tahan. Aku hendak melabrak mereka berdua, namun Jefri menahanku untuk tidak melakukan itu.
"Jangan sekarang, Buk! Jika Ibuk menangkap basah mereka berdua sekarang, maka Ibuk tidak akan mendapatkan apa-apa." ucapnya santai.
Aku menatapnya penuh tanya. Apa maksud dari ucapannya barusan.
Dia berkata kembali, melihat aku belum puas dengan pernyataannya.
"Pak Galan akan mengambil alih semua aset perusahaan atas namanya. Sekarang sedang menunggu proses persetujuan dari pengacara keluarga Ibuk."
Kali ini pernyataan Jefri membuatku mematung tak beraksi. Benar-benar tidak menyangka laki-laki pilihan Ayahku itu licik! Berani-beraninya, dia ingin menguasai kekayaan Papaku.
Dulu dia hanyalah karyawan biasa di perusahaan Papaku.
Melihat dia anaknya, santun, rajin, dan pekerja keras, membuat Papa menjodohkanku dengannya.
Dulu, aku sempat menolak karena tidak mau pernikahanku hasil dari perjodohan. Namun, watak Papaku yang tak bisa dibantah akhirnya aku pun menyetujui dengan syarat harus saling kenal dulu.
Selama masa 'pdkt' sikapnya perhatian, lemah lembut, dan selalu sabar ketika, menyelesaikan masalah. Dan pada akhirnya, aku pun benar-benar jatuh cinta pada perjodohan.
Aku Leni Oktavia Wijaya. adalah anak satu-satunya dari keluarga Akson Wijaya yaitu Papaku, sebagai pewaris tunggal perusahaan keluargaku.
Papa pengusaha yang bergerak di bagian Perhotelan dan Apartemen.
Sekarang aku juga meneruskan salah satu dari cabang usaha Papa,
Yang memang nanti pun, semua akan menjadi milikku sebagai pewaris tunggal.
"Dari mana kamu tahu Galan akan melakukan itu?! tanyaku penuh penekanan.
"Apa yang tidak saya ketahui tentang suami anda, Buk! Saya tau semua tentang rencananya. Bahkan semua yang ada di pikirannya pun saya bisa, membaca."

Dia menjawab sambil menyunggingkan senyum, yang penuh arti.
"Siapa kamu sebenarnya? Apakah kamu seorang peramal?" tanyaku.
Dia bukan menjawab, justru malah tertawa.
"yang jelas sekarang Ibuk, persiapkan diri untuk menghadapi laki-laki itu. Tidak perlu tau saya siapa? Karena menurut saya, sudah terlambat bertanya tentang siapa saya buka?" dia menjawab dengan sedikit mencemooh.
"Ok, saya salah tidak bertanya dulu kamu siapa waktu itu, yang jelas kamu adalah detektif handal! Sekarang bukan waktu yang tepat untuk berdebat. Saya mau kamu bantu saya lagi sekarang! Nanti bayaran nya, akan saya double! balasku.
Jefri terlihat berpikir sambil menyerngitkan keningnya.
"Bantuan, apa?" tanyanya
"Aku ingin mendengar percakapan mereka, bisakah kamu bantu saya?" aku sedikit memelas.
"baiklah, jika dapat tambahan bayarannya!" jawabnya sambil menaikan satu alisnya.
"Ok kalo gitu, saya akan keluar dari sini dan menunggu di mobilku. Kamu mendekati mereka dengan telepon menyala. Agar aku bisa mendengarkan percakapan mereka."
Jefri terlihat manggut-manggut mendengar penjelasanku.
Aku pun keluar dari cafe, beruntung aku mengambil tempat yang dekat dari pintu masuk, sehingga tidak perlu waktu lama untuk sampai di luar.
Aku langsung masuk ke dalam mobil. Dan menyalakan speaker telpon.
"Jadi, yang kemarin itu gimana sayang? Sudah di acc apa belum?" terdengar suara Nita bertanya.
"Belum, sayang … kamu yang sabar, ya!" Galan menjawab dengan sangat lembut.
"Aku tuh udah nggak sabar dinikahin sama kamu, Mas! Aku capek sembunyi-sembunyi terus seperti ini. Apalagi sembunyi-sembunyi dari Ayahku." Nita ngomong lagi.
"Iya, Mas juga nggak tahan sebenarnya kita seperti ini. Tapikan Mas lakukan ini demi masa depan kita, Sayang." lagi ku dengar suara Mas Galan dengan sangat lembut.
Aku sudah tidak tahan mendengar percakapan mereka berdua, aku ingin mengakhiri telepon, namun urung karena pernyataan Nita yang membuat ku tak kalah terkejutnya.
"Mas, jangan bilang kamu cinta sama Mbak Leni, ya! Aku nggak pernah iklas kamu lakuin itu ke Aku! Kitakan sudah lama menjalin hubungan ini bahkan jauh dari sebelum mas menikah. Jangan sampai gara-gara wanita itu Mas nanti malah nggak jadi nikahi aku! Mas harus ingat itu!"
"Iya, sayang. Mas ingat itu kok! Kamu tahukan, mas cintanya hanya sama kamu. Mas hanya ingin menghabiskan sisa hidup mas hanya sama kamu. Apapun yang Mas lakukan sekarang semua demi Kamu! Kan selama ini apa yang Mas lakukan atas persetujuan kamu bukan? Selalu bilang ke kamu bukan? Jadi kenapa sekarang kita hampir sampai tujuan, Kamu malah meragukan Mas?"
"Maaf Mas, aku hanya takut kehilangan Mas,"
"Kamu tidak akan kehilangan, Mas! Percayalah.
Ini! Kamu pegang kartu ATM dan kartu Kredit Mas! Kamu bisa pakai sepuasnya dan bisa beli apa aja yang kamu mau pakai kartu itu!"
Aku menggenggam setir mobil dengan sangat kuat.
Aku memukulnya. Sambil memaki mereka berdua. Kumatikan telepon itu. Lalu aku menelpon seseorang. Setelah selesai ku lajukan mobilku dengan kecepatan yang lumayan tinggi.
Kini tujuanku adalah ke kantor.setelah menikah aku menyerahnya posisiku pada Mas Galan. Satu bulan setelah menikah Mas Galan memintaku fokus ke rumah tangga kami.
Bodohnya aku percaya begitu saja waktu itu. Aku harus mencari tahu lebih banyak tentang rencana busuk si brengsek itu. Akan ku tunjukkan ke Papa, tentang siapa dia yang sebenarnya!
Dalam pikiranku tentang pembalasan untuk Galan, gawaiku bergetar. Kulihat nama Jefri sebagai pemanggil di sana. Dengan malas ku angkat panggilan itu.
"Kirim saja nomor rekeningmu! Nanti kukirimkan bayaranmu!" sungutku.
"Ini bukan tentang bayaran yang pakai angka, Buk! Ibuk tidak akan sanggup untuk membayarnya saat ini. Jadi siap-siap saja, ketika saya datang minta bayarannya nanti." dia mematikan sambungan telepon sepihak.
Dan akupun semakin kesal. Ku banting Hp Ku di kursi sebelah dan kembali fokus menyetir.
Tidak perlu waktu lama aku sampai di kantor, kantor di mana dulu yang membuatku sukses berkarir di usia muda.
Ku parkirkan mobilku di lobi bagian belakang khusus karyawan. Sengaja, agar bisa memberi surprise untuk Galan Adipratama!
Aku masuk ke dalam kantor tersebut, karyawan yang baru selesai beristirahat dari kantin yang ada di kantor ini, mulai masuk satu persatu, mereka menyapaku dengan, sopan dan ramah.
Aku hanya tersenyum membalas sapaan mereka.
Sebagian dari mereka terlihat tegang, bertanya-tanya dan ada juga dengan expresi yang tak bisa ku artikan.
Aku sedikit bingung dengan apa yang terjadi, melihat ekspresi dari karyawanku. Aku masuk ke lift untuk naik ke lantai tujuh, tujuanku adalah ruangan presdir perusahaan ini.
Pintu lift terbuka, aku pun keluar dengan anggun menuju ruangan Galan.
Semua mata tertuju padaku. Mereka serentak berdiri memberi hormat dan menyapaku dengan ramah.
Aku hanya mengangkat tangan memberi isyarat agar mereka kembali duduk.
Sesampainya aku di depan ruangan Mas Galan, kulihat juwita sekretaris mas Galan sedang sibuk melihat berkas-berkas di depannya, hingga tak menyadari kehadiranku. Akupun langsung lewat dan masuk kedalam ruangan.
Kulihat sekeliling ruangan, semua masih sama, tidak ada yang berubah. Aku pun duduk di kursi berputar itu. Dan membelakangi meja.
Tak berselang lama, terdengar suara pintu dibuka.
Dia masuk dan ...

Komentar Buku (182)

  • avatar
    WibowoFaathir

    Ceritanya menarik utk terus d baca...jadiii sll semangat dlm berkarya & sll lbh menarik lagi...MANTAP 👍🏻👍🏻❤

    01/07/2022

      4
  • avatar
    Najmie Suhada Ngah

    mntp

    18/08

      0
  • avatar
    Faiz Kurniawan

    pandi

    15/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru