logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 6 Ratna Balita

"Ehem ...!" Angga berdeham untuk mengalihkan atensi fokus Raden yang sedang tertawa-tawa sendiri menatap iPad yang ada di tangannya.
Raden langsung menekan tombol back dari Ipad-nya sangat terkesan terburu-buru. Lalu, menatap jengah asisten pribadinya itu dengan kesal.
"Informasi apa yang kamu dapat, Angga? Kalau kamu bukan orang lama saya, pasti saya langsung tembak kepala kamu sekarang juga," ucap Raden dengan nada dingin, sambil menatap Angga sengit.
Terlihat jelas sekali jakun Angga bergerak naik turun seperti menekan ludahnya sendiri kasar.
"Enghh ... Itu, big bos. Tuan muda sudah kembali pulang dan balita yang datang bersama tuan muda ada di ruang keluarga sedang menonton kartun di televisi," jelas Angga dengan sejelas-jelasnya menuturkan semuanya dengan berwibawa.
Kepala Raden yang ditumbuhi oleh rambut hitamnya mengangguk perlahan seakan mengerti penjelasan yang dijabarkan oleh Angga.
"Ya sudah, bagus. Lalu, balita itu juga ikut pergi dengan anak nakal itu?" tanya Raden seraya bangkit menghampiri ke arah Angga berada.
Tangan Angga menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dengan kening yang mengerut hingga tercipta seperti gelombang.
"Bukannya tadi sudah saya bilang big bos, kalau balita yang datang bersama tuan muda sedang nonton kartun di ruang keluarga rumah ini," ucap Angga sekali lagi menjelaskan kembali apa yang sudah ia jelaskan tadi.
Kening Raden pun juga ikut-ikutan mengerut seperti sedang berpikir. "Iya, kah? Kok, saya lupa, ya," tutur Raden yang kebingungan pada diri sendiri.
"Loh, padahal belum dua puluh menit yang lalu saya jelaskan, big bos. Jangan-jangan big bos sudah pikun lagi, karena faktor usia," balas Angga yang menerka-nerka jika majikannya itu sudah pikun.
Braakkh ...!
iPad yang harganya selangit milik Raden sudah terbang mendarat di wajah Angga, hingga membuat lelaki itu mengerang kesakitan.
"Aahhk ... Ampun, big bos ...!" pekik Angga histeris saat tongkat legendaris milik Raden ingin melayang ke kepalanya.
Mau tidak mau Raden mengurungkan niatnya untuk memukul kepala Angga menggunakannya tongkatnya. "Sekali lagi kamu berkata seperti itu, saya enggak akan segan-segan menembak kepala kamu, Angga!" geram Raden dengan kedua bola mata yang berkilat tajam.
"Iya, iya, siap big bos," sahut Angga yang sudah bersimpuh memegang kaki Raden.
***
Di ruangan pribadi milik Bara yang ada di club remang-remang. Ada Satya bersama Galuh yang duduk berdempetan hingga hampir saling memeluk, karena merasa geli dan jijik mendengar suara erangan Bara dan juga desahan wanita yang disewa oleh Bara.
"Sumpah, gue eneg banget ini," bisik Satya dengan wajah yang sudah pucat pasi menahan asam lambungnya yang mendadak naik ingin dikeluarkan secepatnya.
Galuh menatap prihatin temannya itu. "Yang sabar ya, Sat. Gue tahu 'kok kalau cobaan kali ini sungguh menggoda sekaligus juga menjijikan. Tinggal setengah jam lagi pasti Bara sudah selesai."
"Harusnya tadi gue tolak saja permintaan dia. Begonya lagi gue saranin dia pakai jasa servis pijat urut wanita itum" Satya mendesah lesu sambil mengusap lembut perutnya yang bergelombang. Bukan karena sixpack, melainkan lemak yang tertimbun bertahun-tahun.
"Iya, gue setuju banget kalau lo emang orang yang paling bodoh di antara kita bertiga," balas Galuh menepuk dua kali bahu Satya sangat kencang.
Satya menoleh ke arah Galuh dengan tatapan tajamnya. "Maksud lo apa bilang kau gue orang bodoh, hah!" sentak Satya yang kesal atas ucapan dari Galuh.
Galuh langsung menjauhkan dirinya hingga tercipta jarak di antaranya dengan Satya. Kedua tangannya diangkat ke atas seakan menyerah duluan sebelum semburan bon cabe dari Satya.
"Iya, iya, gue yang salah ngomong," aku Galuh dengan pasrah.
Satya pun menggeram marah dan diakhiri dengusan kesal pada Galuh.
Ceklek ...!
Pintu kamar pribadi Bara terbuka lebar menampilkan sosok Bara yang shirtless dan diikuti oleh seorang wanita yang memakai baju lingerie berwarna hitam.
Satya sontak mencengkeram kuat lengan Galuh hingga memekik kesakitan.
"Ya ampun ... Gue semakin mau muntah sekarang. Huek ...." Satya langsung berlari keluar dari ruangan pribadi Bara.
Sedangkan Galuh hanya berdiam tegak seperti patung. Menelan ludahnya kasar dengan mata yang berkedut-kedut sepat.
"Bar, kayaknya gue mau pergi dulu deh. Soalnya tadi gue dicariin sama nyokap disuruh tidur siang," ucap Galuh dengan raut wajah kaku.
Ya, benar saja kalau sekarang waktu sudah siang. Dan Bara memang menyalurkan hasratnya pada siang hari, karena sudah tidak bisa ditahan akibat godaan-godaan dari Ratna.
"Sejak kapan Tante Arini nyuruh lo tidur siang? Kan, Tante Arini sudah beda alam sama kita," balas Bara sengit menatap Galuh penuh selidik.
Wajah Galuh semakin pias. "Sialan! Otak sama mulut enggak pernah kompromi banget, sih!" umpat Galuh dalam hatinya.
"Kalau lo pergi ninggalin gue di sini. Lihat saja besok saham lo langsung hancur lebur!" ancam Bara dengan penuh penekanan.
Lagi dan lagi Galuh meneguk ludahnya kasar. Lantas Galuh mendudukan dirinya kembali dengan pasrah di sofa.
"Iya, gue enggak akan ninggalin lo," ucap Galuh dengan raut wajah putus asa.
***
Puk ... Puk ... Puk ...
Tiga kali suara tepukan antara tangan mungil milik Ratna dengan kulit perut buncitnya yang langsung di akhiri dengan desahan lega dari bubuk mungil milik Ratna balita.
"Sudah kenyang?" tanya Raden menatap sinis Ratna secara terang-terangan.
Ratna memamerkan gusi merahnya yang ditumbuhi beberapa gigi susu kepada Raden. "Hehehe ... Sudah, Opa. Tapi, es krim yang ditaburi emas belum kesampaian Opa," adu Ratna dengan bibir yang di maju-majukan ke depan.
Untuk kesekian kalinya Raden mendengus kesal atas tingkah laku Ratna yang sangat semena-mena mengambil kesempatan di antara Bara dengan Raden.
"Saya tidak akan berikan itu jika kamu tidak memberitahu siapa nama kamu!" ancam Raden dengan kedua tangan terlipat di depan dadanya.
Angga berdiri di samping sofa yang diduduki oleh Raden hanya mencoba menahan tawa gelinya agar tidak terlepas, ketika melihat ketegangan di wajah Raden melawan mulut ceriwis milik Ratna.
"Opa! Aku ini cicit pertama Opa, loh. Masa tega ancam aku kayak gitu," rajuk Ratna dengan kedua mata melotot menatap ke arah Raden.
"Heh, kamu itu belum resmi jadi cicit saya, ya. Jangan asal ancam-mengancam ke saya. Yang ada saya akan buat kamu jadi perkedel kentang!" tekan Raden yang tidak mau kalah dengan Ratna.
Kening Ratna pun semakin mengerut tidak suka atas sikap Raden yang sangat otoriter. "Ya sudah, aku yang ngalah saja," putus Ratna yang tidak mau memperpanjang masalah di antaranya dengan Raden.
"Nah, begitu dong dari tadi." Raden bertepuk tangan antusias ketika berhasil mengalahkan Ratna balita yang keras kepala.
"Jadi, nama kamu siapa?" tanya Raden untuk kesekian kalinya.
"Ratna," jawab Ratna sangat pendek dengan jutek.
Raden menganggukkan kepalanya pelan, lalu melirik ke arah Angga memberikan kode rahasia pada asisten pribadinya.
"Tapi, kamu beneran masih balita, kan? Masa diusia empat tahun sudah kayak orang dewasa saja," selidik Raden memincing 'kan matanya curiga pada Ratna.
Mata bulat Ratna yang ditumbuhi bulu mata yang sangat lentik mengerjap berulang kali. Tenggorokannya terasa tercekat. Dalam hatinya ia berdoa semoga semua rencananya bisa berjalan mulus.
"Ya, balita dong! Opa saja yang enggak gaul kayak anak zaman sekarang. Makanya, sekali-kali Opa bergaul sama anak muda, biar enggak kentara sekali kalau Opa itu sudah bau tanah!" sungut Ratna menggebu-gebu.
Raden menggeram marah, sedangkan Angga sudah tidak bisa menahan tawanya lagi.
"Sialan, kamu! Benar-benar titisan setan kecil Bara," sinis Raden.
***
Halo para pembaca Permen Kaki CEO. Terima kasih sudah membaca bab terbaru dari Permen Kaki CEO. Jangan lupa untuk memberikan review, subscribe, and star vote.
Kode rahasia apa yang diberikan Raden kepada Angga?
See you next bab guys ...

Komentar Buku (54)

  • avatar
    Pred

    lanjutkah

    11d

      0
  • avatar
    QaisaraNik

    bagusss

    11/02/2023

      0
  • avatar
    Syifa Yuhanis Mazlan

    saya suka baca novel ini

    26/01/2023

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru