logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 5 Flashback Off

Bang Danu menelpon lagi pagi-pagi.
“Jess, lu siap kan lusa syuting? Ada dua scene di hari pertama,” kata Bang Danu.
“Jessy seneng sih,Bang. Tapi masih ragu bagi waktunya, better kasih job yang lain aja kayak ftv, video clip atau reality show.”
“Oh, lu mau yang waktunya pendek? Okelah,job gue kasih ke talent lain ya,Jes.”
“Oke,Bang. Gapapa.Makasih ya.”
Tawaran yang menghasilkan pundi-pundi uang jangka panjang terpaksa ditolak demi sebuah keinginan sang mama. Jessy sendiri tak berniat melanjutkan kuliah, namun ingin membahagiakan sang mama dengan sebuah gelar kesarjanaan.
Hari ini mama ulang tahun, Jessy berniat pulang ke rumah mama sepulang kuliah. PTM (Pertemuan Tatap Muka) masih berlangsung seminggu dua kali, belum ada kewajiban mahasiswa untuk hadir di kelas. Usai kelas, Jessy bersama Prita, sohibnya jalan ke mall.
“Tuh cowok lu ada di belakang,” kata Prita sambil melirik ke belakang.
Prita selalu menggunakan bahasa gaul, beda banget dengan Rio yang seakan anti menggunakan kata lu-lu gue-gue.
“Hai,Kak!” sapa Jessy.
“Boleh aku gabung?” tanya Rio.
“Boleh-boleh,” balas Prita. Jessy cuma mengangguk.
“Kebetulan nih, kita ada yang nraktir hari ini,Jess”
Prita langsung menodong, tuh anak memang pinter mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Jessy hanya tergelak dan pasrah soal ditraktir ataupun enggak.
“Oke..oke…aku yang bayarin kalian. Yuk kita coba resto baru yang di food court!”
“Siip dah,” Prita tertawa penuh kemenangan.
Prita yang berbadan subur duduk tepat di depan Rio, wajahnya sumringah dan gerakannya lincah. Tanpa sungkan dicomotnya krupuk di terletak di meja, meskipun minuman yang kami pesan belum muncul juga.
“Kak Rio, Jessy cantik gak?” ledek Prita.
Rio tampak tergelak , matanya menyipit menampakkan barisan giginya yang putih dan rapi.
“Ya cantiklah, kalau gak cantik, gak akan Kak Rio kejar terus.”
Jessy hanya tersenyum malu-malu.
“Uhuk…uhuk….”
Rupanya Prita tersedak kerupuk.
“Mas…mas…buruan dong air minumnya!” teriak Jessy ke waiter cowok yang berdiri di dekat meja mereka.
Waiter masuk ke dalam dan tak lama kemudian keluar dengan membawakan minuman yang kami pesan.
“Aah..lega,” seru Prita sambil membelalakkan mata. Tangannya masih memegang lehernya yang gemuk berlipat-lipat.
“Kasian juga tuh anak, kelaparan sampai tersedak kerupuk,” batin Jessy.
Prita dari pagi belum sarapan, kebetulan kantin juga tutup selama pandemi ini.
“Kata orang, sup buntut di sini paling enak, menu andalan gitu,” kata Rio seakan berpromosi.
“Iya..iya..enak banget Kak. Boleh Prita order 1 mangkok lagi ya?”
“Hahahahah…silakan sekuat kalian deh,” balas Rio sambil memanggil waiter ke meja kami lagi.
Selesai makan, perut Prita tambah buncit. Celana jeans yang dia pakai nampak sedikit terbuka resletingnya, buru-buru dikeluarkannya kaos yang dipakai untuk menutupi aibnya saat itu. “Kak Rio, Jessy, Prita pamit pulang dulu ya.. takut jadi obat nyamuk. Terima kasih banyak buat traktirannya Kak.”
Prita seakan ingin memberi kesempatan buat mereka berdua.
“Dadaaa……” Prita melambaikan tangan dan berjalan ke arah lobi utama.
“ Aku anter pulang ya Jess?”
“Aku pulang ke rumah mama,Kak. Mama besok ultah.”
“Oke, aku ikut mau kenalan sama camer,” ledek Rio.
Jessy memukul Rio dengan pukulan kecil.
Memasuki gerbang cluster, ada empat satpam berjaga di sana. Roi membuka pintu jendela mobil, seroang satpam melongok ke dalam dan melihat Jessy sambil tersenyum. “Eh…Non Jessy lama gak keliatan. Darimana aja nih?” tanya satpam yang tampak paling tua di antara tiga lainnya.
“Kos, Pak.”
“Oh ya..ya… silakan masuk. Tapi tinggalin dulu KTP masnya ya,” kata satpam tadi.
Mobil mama gak ada di carport, tandanya mama lagi keluar rumah. Jessy mengetuk pintu, diikuti Kak Rio dari belakang.
“Tok..tok…tok…”
“Tok…tok…tok….”
Tak lama kemudian, muncullah Mbak Inah. Pembantu muda yang centil itu keluar dengan setelan baju tidur motif Barong.
“Aldo dimana,Mbak?”
“ Dedek di atas,Non. Lagi les online.”
“Mbak, tolong siapin minuman buat Kak Rio ya!” Jessy buru-buru ke lantai dua setelah mempersilakan Rio duduk di depan televisi.
“Hai Aldo!” pekik Jessy kegirangan. Dipeluk dan diciuminya pipi Aldo yang menggemaskan.
“Kakak, kenapa baru pulang sekarang?” tanya adiknya sambil meneruskan menghitung.
“Mama dimana,Do?”
“Mama ada kerjaan di luar,” jawab Aldo sambil terus menghitung dan menulis.
“Oke, Kakak pamit ke bawah dulu ya!”
“Okee”
Rio lagi nonton televisi di ruang bawah. Dari balik dinding kaca terlihat Shiro, kelinci putih English Angora sedang bermain sendirian.
Jessy duduk menemani tamunya sambil menunggu mama pulang ke rumah. Jessy ingin memperkenalkan Rio pada mamanya.
Pukul tujuh lewat dua puluh tiga menit, mama datang. Suara mobilnya telah memasuki garasi, tak lama masuklah wanita setengah baya bertubuh tinggi langsing dengan rambut panjang dan kuning terang. Mama Jessy masih terlihat sangat cantik di usianya yang kepala lima. Seorang wanita keturunan Manado yang berkulit terang dengan lesung pipit yang selalu menghiasi senyuman.
“Hai tante…..” sapa Rio
“Hai juga,” balas mama.
“Kamu temani Rio dulu ya! Nanti kita makan sama-sama,” pesan mama pada Jessy.
Rupanya mama naik ke lantai atas untuk membersihkan badan sekaligus memanggil Aldo untuk makan bersama .
Di sebuah meja makan bulat terbuat dari kaca, terhidang aneka hidangan rumahan. Kursinya ada empat, dan…tempat yang seharusnya buat papa kini ditempati Rio.
“Papa kamu dimana?” tanya Rio saat mama sibuk ke dapur membantu Mbah Inah menyiapkan hidangan.
“Papa aku pergi dari rumah,”Jessy menunduk lesu tak mampu melanjutkan kata-kata. Dilihatnya Aldo melirik dengan rasa tidak senang tiap kali orang membicarakan tentang papa mereka yang kabur dari rumah dan lari dengan perempuan lain.
“Oke,cukup Jes..Maaf ya..Kakak janji gak akan menanyakan soal ini lagi,” lanjut Rio.
Rio sangat senang perkenalan pertamanya disambut dengan baik. Dirinya merasa dianggap seperti anak bukan tamu lagi.
“Terima kasih atas jamuannya,tante,” kata Rio sambil mengelap mulutnya.
“Sama-sama. Sering-sering ya kamu ajak Jessy berkunjung kemari. Dia sudah setahun lho gak balik ke rumah,” sindir mama dengan halus.
Jessy kaget namun berusaha tersenyum.
“Oh ya, dua hari lagi ulang tahun tante. Kamu boleh datang lagi untuk makan-makan keluarga kalau mau,” mama Jessy berpesan ketika Rio beranjak pamit untuk pulang.
“Mudah-mudahan,tante. Aku pamit dulu. Yuk,Jess. Sampai jumpa!” Rio melangkah keluar dan menuju mobil yang terparkir di depan rumah.
Kamar yang biasa ditempati Jessy masih terawat rapi. Meskipun Jessy nyaris tidak balik ke rumah dalam satu tahun ini, tapi mama selalu menjaga agar kamar itu selalu bersih tiap hari.
“Gak ada yang berubah dengan kamar Jessy,Ma.”
“Iyalah, itu kan kamarmu. Kamu bisa datang kapan aja. Mama lebih senang kamu tinggal di sini daripada di kos Jes,”lanjut mama.
“Belum saatnya,Ma.”
“Belum saatnya gimana? Justru saat-saat seperti ini,penting buat mama damping Jessy biar gak salah pergaulan. Kamu juga bisa menemani Aldo yang baru naik kelas 1 SD,”lanjut mama penuh harap.
“Jessy lagi ngumpulin duit buat beli mobil.”
“Mama tau, kamu pasti sakit hati gara-gara mobil yang seharusnya punya kamu tapi dibawa kabur papa.”
“Ahh…mama, bukan itu alasannya. Jessy udah lupain semua kesalahan papa kok,”jawab Jessy.
“Mama masih sanggup beliin kamu mobil Brio. Jadi tinggal di rumah aja ya,”pinta mama.
“Aku pengen pakai Mercy,ma. Seperti teman-teman sosialita Jessy.Biarpun cuma mobil second.”
“Buat apa? Gengsi?” mama bertanya dengan nada kurang senang.
Mama selalu menanamkan kesederhanaan, tapi Jessy mirip papa yang selalu ingin menonjol yang kata mama itu sifat pamer, tidak terpuji. Bagi Jessy, mobil Brio adalah mobil kaleng, apa kata teman-temannya nanti kalau Jessy cuma bisa mengendarai mobil kaleng.
“Kalau kamu maksain diri, bakal jadi beban, harus kerja keras buat bayar cicilan. Mama Cuma bisa bantu untuk DP,” lanjut mama.
“Gapapa,Ma. Jessy bisa cari uang sendiri buat cicilannya.”
“Asal kerjaan yang halal ya,Jes. Hati-hati dengan semua kerjaan.”
Mama tahu bagaimana kehidupan selebritis dan banyaknya godaan di dalamnya.
Jessy juga tahu bagaimana teman-teman sosialitanya bisa menjaga penampilan dan menikmati hidup mewah, tentunya dengan support para gadun di belakang mereka.
Akhirnya tiba juga hari ulang tahun mama. Pagi-pagi benar,Mbak Inah membawakan sebuah hand bouquet berisi rangkaian bunga yang sangat cantik. Mama masih sibuk berdandan pagi itu. Nampaknya mama mau ketemu klien di kantornya.
“Dari siapa,Mbak?” tanya Jessy.
“Tadi kurir mengantarkan bunga ini. Mbak cuma disuruh tanda tangan.Mungkin di situ ada nama pengirimnya,Non.”
Diterimanya bunga itu, dibacanya pesan yang tertulis.
“Selamat ulang tahun, tante… maaf Rio gak bisa datang hari ini. Semoga panjang umur&sehat selalu ya ! Tuhan memberkati”
Rio
“Ma..ada hand bouquet dari Rio.”
“Bilang ke Rio, terima kasih atas kiriman bunganya ya!” pesan mama.
Hari ini kebetulan hari Sabtu, Jessy dan Aldo libur sehingga mereka bisa merayakan ulang tahun mama dengan pesta kecil-kecilan di rumah. Jessy memesan sebuah kue ulang tahun untuk kejutan sang mama.
“Tadaaa…..selamat ulang tahun!”
“Aduuh anak mama. Makasih ya!” balas mama sambil menciumi Jessy dan Aldo.
“Nanti sore kita makan-makan dan nonton bareng di mall ya!” ajak mama sambil memeluk keduanya.
Sebenarnya Jessy kasihan melihat mamanya harus berjuang keras seorang diri, seolah harus bangkit lagi dari nol sejak kepergian sang papa yang telah mengambil semua harta mama tanpa pamit. Bisa dikatakan sebuah pencurian karena semua perhiasan berlian mama habis terkuras, demikian pula dengan logam mulia senilai tiga kilogram. Papa telah berkhianat dan berpaling pada wanita jalang, perempuan rendahan yang dikenalnya di sebuah kios penjual ponsel. Ya…papa telah memilih janda penjual ponsel dan tega meninggalkan keluarga kecilnya. Jessy sangat kecewa dengan apa yang telah diperbuat papa. Tak sedikitpun mereka berpikir papa akan tega melakukan semua ini. Beberapa famili mengira sang papa kena pelet ilmu hitam. Namun semua bentuk pertolongan nampaknya susah menembus hati Nurani papa yang telah salah memilih jalan hidupnya. Jessy mendengar bahwa papa kini telah cerai lagi karena istri barunya berkhianat telah menyelingkuhi papa dengan laki-laki lain. “Sebuah karma,”batin Jessy. Alangkah cepat karma diterima papa. Papa belum lama menelpon Jessy, meminta maaf atas semua kesalahannya, kini papa telah bangkrut habis-habisan, tidak memiliki mobil apalagi rumah lagi. Namun papa terus berlanjut dalam dosanya dan menikah lagi entah dengan perempuan mana lagi.
“Jes, kita sekarang telah memasuki hidup baru. Jangan kamu terus berhubungan dengan papa. Nanti kamu dirugikan seperti kita dulu,”pesan mama.
“Iya, Ma. Jessy paham kok,”kata Jessy.
“Nanti sore, kita harus berpikir yang seneng aja. Jangan ingat-ingat masa lalu ya!”pinta mama.
Jessy hanya mengangguk meski hati kecilnya berkata, andai papa masih ada di sini, mungkin kebahagiaan Jessy lebih lengkap.
Tiba-tiba Aldo merengek,”Ma, beliin pop corn dong.”
“Yang caramel atau salty?” tanya mama .
“Caramel aja,ma.”
Dekat pintu masuk bioskop,Jessy berpapasan dengan mantan pacarnya sewaktu SMA, Doni yang dulu Jessy putusin karena jenuh. Doni kini makin keren, telah memiliki gandingan baru yang sederhana tapi manis.
“Hai,Jess!” sapa Doni.
“Hai juga…”
Jessy merasa kisah cintanya tak pernah mulus, seakan belum menemukan pelabuhan hatinya yang sesuai, semua hanya jadian karena kasihan. Kasihan melihat Doni yang waktu itu menembaknya berulangkali dan ditolak namun pantang mundur. Hingga akhirnya teman-teman satu gang menyarankan pacarin aja, kalau bosan putusin aja. Akhirnya Jessy menjalani masa pacaran 3 bulan yang membosankan karena type yang dicari bukan Doni tapi pangeran kodok yang entah kapan datangnya.
Saat ini banyak yang mendekati Jessy, baik penggemarnya di media sosial maupun di kampus. Namun rasanya tiada satupun yang memenuhi kriterianya, seseorang yang mau mengerti dan bisa support Jessy dalam segala hal, good looking, dan mapan. Laki-laki mapan yang mendekatinya selalu saja kaum om-om yang entah telah berstatus duda ataupun punya istri. Sementara itu kaum mudanya masih tergantung orang tua, atau andaikata ada hanya bekerja sebatas gaji UMR.
“Yang penting orangnya sayang dan setia,Jes,” pesan Prita yang selalu tergiang di telinganya.
“Yang penting iman dan tanggung-jawabnya,” nasehat mama yang telah Jessy hapal betul.
Inilah itulah, pokoknya jangan seperti papa yang selama ini hanya baik kalau di dalam rumah, nyatanya di luaran kelakuannya sungguh memalukan.
“Jessy gak boleh trauma!”bisiknya dalam hati.
Masih ada Kak Rio yang gak parah-parah banget.
“Ini nachosnya,” seorang gadis muda pengantar makanan mengagetkan lamunannya. Ternyata mama telah memesan nachos dan sebotol air mineral dingin untuk Jessy.
“Makasih,Mbak.”
Film Mulan yang dia tonton kurang diminatinya selain sudah tahu jalan ceritanya dari vcd masa kecilnya, ceritanya juga sangat klasik. Jessy lebih suka yang fiksi futuristik tapi apa daya semua ini dilakukan demi menyenangkan hati mama dan adiknya,Aldo. Diliriknya Aldo, jagoan kecil mama ini tampak gembira. Mama pun kini makin terlihat segar dan mulai melupakan papa. Keluarga ini berkurang satu orang, manusia toxic dalam keluarga yaitu papa. Tapi hidup harus terus berlanjut tanpa papa, dan justru harus lebih baik daripada sebelumnya.

Komentar Buku (74)

  • avatar
    sigatok

    ceritanya bagus , disini aku banyak belajar tentang hidup dan kasih sayang orang terdekat yang mungkin kadang aku anggap hal sepeleh tapi disini ngajarin kalo orang terdekat lah yang membantu buat bangkit lagi , semangat thor bikin cerita baru nya ,😁😁😁

    21/12/2021

      1
  • avatar
    Bang Engky

    goooo

    6h

      0
  • avatar
    AnandaRizki

    👍👍👍👍👍

    10/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru