logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

TIM AUDIT

Bab 4
TIM AUDIT
"Maaf, Pak! Ada kartu lain?"tanyanya.
"Kenapa?" tanya Akbar heran.
"Maaf, Pak! Yang ini tidak bisa!"
Lalu, Akbar menyerahkan kartu lain.
"Maaf, Pak! Ada kartu lain lagi? Yang ini juga gak bisa!" ujar kasir itu lagi.
Akbar menggantinya dengan kartu lain. Tapi sayang, semua kartu yang dia punya tidak dapat digunakan.
"Kenapa, Mas?" tanya Rachel karena Akbar terlalu lama di meja kasir.
"Ini, sayang! Kartuku tidak ada yang bisa digunakan! Sepertinya, diblokir Kienan, deh! Pakai kartu kamu dulu, ya!"
Rachel menyerahkan kartunya ke kasir. Setelah menyelesaikan pembayaran, mereka segera keluar dari tempat tersebut.
"Mas, aku gak mau tahu, ya! Uangku harus kamu ganti! Harusnya kan, belanja kebutuhan anak kita itu kewajiban kamu!" oceh Rachel didalam mobil.
"Iya, sayang! Pasti aku ganti, kok! Tenang saja!"
"Kok bisa sih, mas, Kienan ngeblokir semua kartumu?"tanya Rachel heran.
"Iya. Kartu-kartu itu, dulu yang ngurus Kienan. Aku terima jadi saja."
"Trus, uangnya bagaimana? Kan, sayang!"
"Biarin ajalah! Gak seberapa kok! Gak sebanding dengan apa yang sudah aku ambil dari perusahaannya!" jawab Akbar sembari tersenyum.
Rachel pun turut tersenyum.
"Benar juga, ya!" Mereka tertawa bersama.
"Bagaimana bisnis karaoke mas?" tanya Rachel.
"Syukurlah, semakin lama pengunjungnya semakin banyak! Banyak pejabat dan pengusaha yang sering mampir!" jawab Akbar.
"Yang di Jalan Melati juga jalan?"
"Sejauh ini semua lancar dan aman. Jalan Melati, gang Anggrek, jalan A. Yani, dan gang Jeruk semua aman terkendali." Agung memberi penjelasan.
"Yang di belakang karaoke juga aman? Pernah ada sidak gak sih, mas, bisnis gituan?"
"Pernahlah, beberapa kali. Tinggal pinter-pinternya kita aja. Kita kan, punya pak Sanusi, jadi bisa dipastikan aman."
Rachel mengangguk-angguk tanda memgerti.
*********
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, tim audit sudah sampai kantor bersama pak Firman. Mereka segera menuju ruangan milik Kienan.
"Siapa mereka, pak?" tanya Kienan kepada pak Firman.
"Mereka adalah tim audit dari perusahaan swasta, Bu!" jawab Pak Firman.
Kienan memandang mereka heran. Melihat hal itu, pak Firman meminta mereka menunggu di lobi kantor.
Setelah mereka keluar dari ruangan, pak Firman memberikan penjelasan.
"Mereka tim audit terbaik, Bu. Saya sudah membuktikan sendiri kemampuan mereka dan track record mereka juga bagus."
"Apa bapak yakin? Mereka masih muda,lho!" tanya Kienan heran.
"Saya yakin, Bu! Walaupun mereka masih muda,mereka sudah berpengalaman menyelesaikan berbagai kasus." Pak Firman memberi penjelasan.
"Apa mereka benar-benar bisa dipercaya? Ini menyangkut rahasia perusahaan, lho!"
"Seperti yang saya sampaikan tadi, track record mereka bagus. Mereka tidak akan mengecewakan Ibu."
"Baik. Saya percaya dengan bapak. Lakukan pemeriksaan secepatnya!"
"Baik, Bu! Permisi!"
Pak Firman segera meninggalkan ruangan Kienan. Dengan membawa surat kuasa dari sang big bos, dia mengarahkan tim audit untuk segera melakukan pemeriksaan.
Rombongan mereka berjalan tenang menuju divisi keuangan. Melihat rombongan tersebut, para karyawan sudah mulai kasak kusuk.
Mendengar ada kehebohan, Pak Wisnu segera keluar dari ruangan wakil direkturnya menemui mereka.
"Selamat pagi, pak Firman!" sapa pak Wisnu.
"Selamat pagi, Pak Wisnu! Apa kabar?" tanya pak Firman ramah.
"Siapa mereka?" tanya pak Wisnu tanpa basa-basi.
"Oh … mereka tim audit. Saya kesini mengantar mereka," jawab pak Firman tenang.
"Apa? Bagaimana bisa anda membawa orang luar untuk melakukan audit di perusahaan kita?" protes pak Wisnu.
"Maaf, pak Wisnu. Ini sudah kebijakan dari Bu Kienan. Beliau sudah memberikan surat perintah kepada mereka," jawab pak Firman.
"Kenapa bukan orang-orang kita yang melakukannya? Perusahaan kita punya punya tim sendiri dan mereka lebih berpengalaman. Mereka hanya anak kemarin sore," protes pak Wisnu.
"Kalau mengenai hal itu, silahkan tanyakan Bu Kienan sendiri."
Pak Wisnu mendengus kesal mendengar jawaban itu. Dia masih belum puas.
"Maaf, pak Wisnu. Saya permisi! Masih ada hal lain yang harus saya kerjakan!" Pak Firman berpamitan kepada pak Wisnu.
"Pak Nizam, saya permisi dulu! Saya harus kembali ke kantor! Kalau ada apa-apa, silahkan temui Bu Kienan di ruangannya." Pak Firman segera berpamitan kepada pak Nizam, kepala tim audit tersebut.
"Baik, Pak Firman!" sahut pak Nizam.
Pak Firman segera meninggalkan ruangan. Pun, dengan pak Wisnu. Meski hatinya dongkol, dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Sesampainya di ruangannya, pak Wisnu segera menghubungi Akbar.
"Selamat pagi, pak Akbar!" sapanya.
"Selamat pagi, pak Wisnu! Ada apa?"
"Begini, Pak. Pagi ini tim audit mulai bekerja, tapi …." Pak Wisnu menggantung ucapannya. Dia bingung harus mengatakan apa.
"Tapi apa, Pak? Biarkan saja audit bekerja. Mereka sudah menyiapkan kambing hitam. Jadi, bapak gak usah khawatir," jawab Akbar santai.
"Saya rasa, kita harus khawatir,Pak Akbar karena … Bu Kienan tidak menggunakan tim kita."
"Maksudnya?"
"Bu Kienan membawa tim dari luar."
"Apa? Bagaimana bisa?" teriak Akbar.
"Saya juga kurang tahu, Pak! Pak Firman yang mengatur semua ini."
"Orang tua itu lagi! Si*l*n! Sudah lama aku ingin menyingkirkannya, tapi belum bisa." Akbar mulai gelisah.
"Bagaimana ini, Pak? Kalau sampai ketahuan, saya tidak mau terlibat. Saya hanya melaksanakan perintah Bapak."
"Jangan kur*ng *j*r kamu, Wisnu! Kamu juga ikut menikmati uangnya!" teriak Akbar.
"Maaf, Pak! Tapi saya tidak mau dipenjara!" sahut pak Wisnu berusaha membela diri.
"Selidiki tim audit itu. Kita bertemu nanti jam makan siang di restoran biasa!" putus Akbar.
"Baik, Pak!"
Akbar menutup ponselnya.
"Si*l! Kenapa bisa kayak gini! Gak! Aku gak mau dipenjara! Aku harus bisa mendapatkan kepala audit itu! Jika aku beri uang dalam jumlah banyak, dia pasti bisa diajak kerjasama!" gumam Akbar.
"Kenapa, sih, Mas, kok kelihatannya gelisah gitu?" tanya Rachel sembari bersandar di bahu suaminya.
"Gak papa, sayang! Hanya, ada sedikit masalah saja di kantor!" jawab Akbar.
"Lho … mas kan, sudah gak kerja? Kok, masih ngurusin urusan kantor, sih!?" tanya Rachel heran.
"Iya, cuma tadi pak Wisnu laporan saja. Udah ah, gak usah dipikirin."
"Mas, nanti setelah melahirkan, ku pengen buka butik, deh. Boleh, ya?"
"Lho, lha nanti anak kita bagaimana?"
"Ya … kita pake jasa baby sitter dong! Aku gak mau kalau harus menyusui. Nanti jadi kendor. Kita pake sufor aja."
"Jangan dong, sayang! Kan, kasihan! Nanti ajalah buka butiknya kalau anak kita sudah agak besar!"
"Gak mau. Aku pasti bosen kalo di rumah terus." Rachel mulai merajuk.
"Dipikirin nanti lagi aja, ya!"
"Ya udah, deh! Trus, rencana perceraian kamu sama Kienan bagaimana? Aku kan,akunya jadi istri sah kamu. Bukan istri siri seperti ini."

Komentar Buku (305)

  • avatar
    SahibIntan

    Jalan cerita yg bagus, penulisannya juga smooth. Ending nya agak penasaran. Looking forward to read another book by this writer. Success ya mbak!

    16d

      0
  • avatar
    BurdamMarten

    sangat baik

    20d

      0
  • avatar
    EjheheAhmed

    beri aku 100.juta

    23d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru