logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

AWAL PEMBALASAN

Bab 2
AWAL PEMBALASAN
Pagi ini, Kienan sudah tampak rapi.
Tok ...tok … tok….
Terdengar suara pintu kamarnya diketuk. Dia segera membukanya.
"Selamat pagi, nyonya! Sarapan sudah siap!" ujar Bu Asih, pembantu di rumah Kienan.
"Terimakasih, Bi! Aku akan segera turun!" jawab Kienan.
Tak lama kemudian, Kienan sudah duduk di meja makan.
"Sepertinya nyonya akan keluar hari ini?" tanya Bi Asih.
"Iya, Bi. Aku akan ke kantor. Sudah lama aku gak kesana," jawab Kienan.
"Tolong sampaikan kepada pak Anton untuk menyiapkan mobilnya, ya!" tambahnya.
"Iya, nyonya!" jawab Bu Asih. Dia bergegas ke depan menemui pak Anton.
Setelah selesai bersiap, Kienan segera berangkat ke kantornya.
"Bi, tolong bereskan semua barang-barang pribadi milik Bapak. Masukkan semuanya ke dalam koper. Kalau gak cukup, bibi masukkan kardus atau apalah terserah bibi!"
"Semuanya, nyonya?" tanya bi Asih memastikan.
"Ya, semuanya. Tanpa kecuali."
"Baik, nyonya."
Setelah bersiap, Kienan segera berangkat ke kantor dengan diantar pak Anton. Lalu lintas pagi ini sedikit macet. Kienan memanfaatkan waktu untuk memejamkan mata sejenak.
Semalam, matanya tak dapat terpejam. Bayang-bayang penghianatan Akbar maaih terpampang nyata di pelupuk mata.
Tepat satu jam perjalanan, mereka telah sampai di kantor. Satpam yang melihatnya tampak terkejut.
"Selamat pagi, Bu Kienan!" sapa satpam tersebut.
"Selamat pagi, Pak!"
Sepanjang jalan menuju ruangan direktur, para karyawan menunduk hormat menyapanya.
"Annisa, ke ruangan saya sekarang!" ucap Kienan kepada sekretaris Akbar.
"Baik, Bu!" jawab Annisa gugup.
Dia tidak menyangka, pagi ini ada kunjungan mendadak dari big bos.
Tok … tok … tok ….
"Masuk!" teriak Kienan dari dalam ruangan Akbar.
"Pak Akbar tidak masuk?" tanya Kienan.
"Tidak, Bu. Sudah tiga hari beliau tidak ke kantor."
"Kenapa?"
"Saya gak tahu, Bu. Sebenarnya …." Annisa tidak meneruskan kalimatnya.
"Sebenarnya ada apa? Katakan saja!"
"Sebenarnya … beberapa bulan terakhir,
Pak Akbar jarang masuk kantor."
"Apa? Bagaimana bisa? Lalu, bagaimana dengan semua urusan kantor?"
"Semuanya diserahkan kepada pak Wisnu, Bu," jawab Annisa ragu-ragu.

Kienan menghela nafas kasar.
"Umumkan kepada semua kepala divisi. Kita rapat tiga puluh menit lagi."
"Baik, Bu."
**********
"Mas, Kienan bagaimana?" tanya Rachel.
"Dia minta cerai," jawab Akbar.
"Lalu, kamu kabulin?" tanya Rachel lagi.
"Iyalah. Mau bagaimana lagi. Memang itu maunya dia."
"Mas gak nyesel melepas dia?"
"Mas akan lebih menyesal kalau harus melepas kamu dan anak kita."
Rachel tersenyum.
Dia bersandar di dada Akbar.
"Mas gak ngantor hari ini?" tamy Rachel lagi.
"Gaklah. Lagi males. Sudah ada yang menghandel, tenang saja."
"Enak banget yang jadi bos. Tinggal ongkang-ongkang saja, uang mengalir sendiri."
Akbar tertawa.
"Tentu saja! Semua ini nantinya buat kamu dan anak kita. Kamu mau minta apa pasti aku kasih."
"Terimakasih, sayang!" Cup. Rachel mengecup pipi Akbar.a
"Sayang, bagaimana kalau hari ini kita belanja untuk kebutuhan anak kita?" usul Rachel.
"Boleh juga, tuh! Apa kamu gak capek jalan keliling mall dengan perut besar gitu?" tanya Akbar.
"Gak dong, sayang! Kan, demi anak kita! Aku ingin memilih sendiri pernik-pernik untuk dia!" ujar Rachel sembari mengelus perutnya.
"Ya udah, siap-siap dulu gih! Habis ini kita berangkat!"
"Siap,Bos!"
***********
Pagi ini, rapat akan segera dimulai. Seluruh kepala divisi sudah berkumpul.
"Selamat pagi semuanya!" sap Kienan kepada para staffnya.
"Selamat pagi, Bu!" jawab mereka serentak.
"Disini saya akan mengumumkan bahwa jabatan direktur mulai hari ini saya ambil alih. Semua laporan harus menggunakan tanda tangan saya, termasuk penarikan dana perusahaan. Sekarang, saya minta kalian menyiapkan laporan semua divisi selama tiga bulan terakhir. Saya tunggu di meja saya. Selamat pagi!"
Setelah selesai menyampaikan tujuannya, Kienan bergegas kembali ke ruangannya.
Kienan memijit pelipisnya. Dia merasa pusing. Di awal kehamilannya, bukannya mendapat perhatian dari suaminya, dia malah dihadapkan pada masalah besar.
Tok … tok … tok ….
"Masuk!" teriak Kienan.
Annisa masuk bersama seorang office boy.
"Bu, saya bawakan teh hangat. Sepertinya, ibu kurang sehat."
"Terimakasih, Nis."
"Sama-sama, Bu. Apa Ibu sudah sarapan? Apa mau saya pesankan makanan?" tawar Annisa.
"Tidak perlu. Duduklah, ada yang ingin saya tanyakan!"
Annisa duduk di kursi di hadapan Kienan.
"Ada apa, Bu?"
"Saya mau tanya. Tolong jawab jujur. Apa benar bapak sering tidak masuk kantor?" tanya Kienan.
"Iya, Bu!" jawab Annisa sambil menunduk.
"Apa akhir-akhir ini ada perempuan yang sering menemui bapak di kantor?" tanya Kienan lagi.
"Jangan takut. Jawab saja pertanyaan saya dengan jujur," imbuhnya.
"Sebenarnya, sudah cukup lama, Bu, wanita itu sering kesini," jawab Annisa ragu-ragu.
"Sejak kapan?"
"Sekitar enam bulan yang lalu."
"Apa yang dia lakukan disini?"
"Dia mengaku sebagai kekasih Bapak, Bu. Bapak melarang kami semua buka mulut, kalau tidak, kami akan kehilangan pekerjaan. Maafkan kami, Bu. Kami tidak berani memberitahu Ibu. Tapi, kami senang, hari ini Ibu datang ke kantor lagi," ujar Annisa masih sambil menunduk.
"Mulai sekarang, jangan takut. Tolong, laporkan semua hal yang berhubungan dengan bapak. Kamu tidak akn dipecat, karena perusahaan ini milik saya. Sebaliknya, kalau ketahuan kamu masih memihak padanya, aku tak segan-segan memecat kamu dengan tidak hormat. Mengerti kamu?"
"Iya, Bu. Saya mengerti. Mulai hari ini, saya akan menjadi tangan kanan Ibu."
"Bagus. Oya, apa bapak sering menarik uang perusahaan?" tanya Kienan lagi. Kienan merasa, pasti Akbar mengambil uang perusahaan untuk membiayai wanita itu.
"Iya, Bu. Akhir-akhir ini, Bapak lebih sering mengambil uang dari bendahara dalam jumlah yang tidak wajar. Jika tidak diberi, beliau akan marah-marah."
Kienan menghela nafas lelah.
"Tolong panggilkan pak Firman kemari!"
"Baik, Bu!"
Annisa segera undur diri dan kembali ke ruangannya. Tak lama kemudian, pak Firman sudah hadir di ruangan Kienan. Pak Firman merupakan pengacara perusahaan.
"Pak, tolong bantu saya untuk memblokir semua kartu kredit dan debit milik pak Akbar. Semuanya, tanpa kecuali."
"Baik, Bu. Ada lagi?"
"Iya. Carikan tim audit terbaik. Saya mau keuangan perusahaan diaudit."
"Kenapa bukan tim kita sendiri, Bu? Kita juga punya tim audit."
"Pak Akbar dan Pak Rama teman dekat. Saya curiga mereka terlibat."
"Baik, Bu. Akan segera saya laksanakan."
Tunggu saja, Mas. Pembalasan baru saja akan dimulai. Aku tidak akan membiarkan uang perusahaanku kau gunakan untuk menghidupi gund*kmu itu.
Aku pastikan, aku akan mengambil semua yang sudah kau curi dariku.

Komentar Buku (305)

  • avatar
    SahibIntan

    Jalan cerita yg bagus, penulisannya juga smooth. Ending nya agak penasaran. Looking forward to read another book by this writer. Success ya mbak!

    16d

      0
  • avatar
    BurdamMarten

    sangat baik

    21d

      0
  • avatar
    EjheheAhmed

    beri aku 100.juta

    23d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru