logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 2 Milion Man

'Rasanya begitu menyakitkan, bila menyimpan perasaan
untuk seseorang yang tidak pantas kita cintai'
Untuk kesekian kalinya aku gagal memasukkan bola basket ke dalam ring. Frustasi aku mengacak-acak rambut pendekku, kesal setengah hidup. Entah apa yang membuat konsentrasiku sekacau ini sampai setengah jam lebih belum ada satu pun bola yang berhasil kumasukkan.
“Argh…sudahlah!” kubanting bola basket hingga melambung tinggi, kuambil tas selempangku hendak meninggalkan tempat yang tidak membantu merubah mood burukku.
“Boleh ikut main?”
Aku menoleh, melihat seseorang memegang bola basket yang baru saja kumainkan.
Ia tampan, tentu saja. Rambutnya yang agak ikal melambai tertiup angin menutupi sebagian dahinya. Matanya menyipit merasakan terpaan sinar matahari sore, dan bibirnya…oh Tuhan! Bibirnya menyunggingkan senyum yang begitu mempesona.
Ia melangkah mendekatiku, aku mundur dua langkah. Alarm bawah sadarku seperti mengingatkan bahaya yang akan datang. “Main saja, aku sudah selesai latihannya.” Ucapku, mencoba berakting tidak tertarik.
Dia pasti Milion. Yup, mahasiswa jurusan seni yang akhir-akhir ini menghebohkan kampus karena track record cintanya. Suka bergonta-ganti pacar seperti berganti pakaian, aku tahu itu. Banyak anggota organisasi yang kuikuti seperti teater, dan BEM mengingatkan kami agar berhati-hati dengan penjahat cinta bernama Milion. Aku sudah menghafal di luar kepala foto wajahnya yang sering diperlihatkan temanku, tapi tidak kusangka fotonya sedikit berbeda jauh dengan dirinya.
Fotonya memang tampan, tapi aslinya ternyata jauh lebih tampan lagi.
Spontan aku mengutuk diriku sendiri karena tanpa sadar malah memujinya. Aku segera membuka tas, menginginkan air mineral untuk dahaga yang tiba-tiba datang.
“Ini.” Tangan kanannya menyodorkan sekaleng minuman isotonik dingin dihadapanku. Aku melirik Milion yang ternyata sudah berada di sampingku, menawarkan minuman dengan pembawaannya yang sempurna.
“Aku sudah punya. Kau Milion kan? Menjauhlah, aku tahu track recordmu.” Berusaha tidak peduli, aku menegak air mineral yang kubawa sampai habis.
Sial, dia tertawa.
Tingkah tidak tertarikku malah membuatnya tertarik. Dasar bodoh.
“Aku ke sini ingin ikut main basket, bukan menambah ‘track recordku’.” Ia membuat tanda kutip dengan kedua jari pada dua kata terakhir. Seketika itu juga aku berusaha menutupi rasa maluku.
“Ya sudah, main saja sendiri.” aku melangkahkan kaki menjauh yang entah kenapa jadi begitu berat karena kehadirannya.
Sambil berjalan aku meyakinkan diri bahwa yang kulakukan ini sangat tepat. Ya, sangat tepat. Tapi aku juga berharap ia mencegahku pergi... Berharap dipanggil dan ini membuatku kesal sendiri dengan sikapku. Menyerah, aku membalikkan badan ke arahnya, ternyata ia juga tengah memandangi kepergianku. Seperti sudah tahu aku pasti membalikkan badan untuk melihatnya sekali lagi. yah, itu benar-benar kebodohan keduaku.
“Boleh kutahu namamu?”
Aku mengerutkan kening, merasa sedikit menang.
“Tanya Google!”
***
Pertemuan kami ternyata tidak di lapangan basket saja, tapi juga di Cafetaria kampus. Aku melihatnya tertawa dikelilingi wanita cantik seperti biasa, tapi…aku tidak pernah melihatnya berada di cafetaria sebelumnya. Aku, yang bisa dikatakan penghuni cafetaria kampus, yang hampir tidak pernah absen makan, minum atau sekedar ngumpul tak jelas baru kali ini melihat Milion berada di tempat standard place seperti ini.
“Itu… Milion bukan?” Zia, teman asramaku berbisik sambil matanya tidak lepas dari target obrolan.
“Ya, jangan dilihat terus. Biarkan saja.” ucapku, tidak terdengar tertarik. Aku berusaha sekeren mungkin saat berjalan melewatinya, tapi karena kedua mata ini terlalu penasaran dengan apa yang cassanova lakukan, aku sedikit meliriknya.
Namun tepat pada moment aku meliriknya, Milion juga melihat ke arahku. Ia tersenyum sambil melambaikan satu tangan dengan gaya sok keren yang memualkan.
“Hai, Stepani!”
Aku tersenyum dengan terpaksa membalas sapaannya yang mengejutkan.
Tapi, sebentar… Sejak kapan ia tahu namaku?!
“Wo…kalian….saling kenal?” Zia dengan ekspresi menyebalkan terlihat sangat terkejut mendapati seorang Milion bisa sok akrab denganku.
“Tidak begitu kenal, ayo Zi! Aku lapar.”
“Duduklah Pan, siapa namamu?” Milion menunjuk Ziah dengan wajah tertarik.
“Zia, Fauziah anak FIB semester dua.” Ziah dengan penuh semangat yang tidak biasa, membalas jabatan tangan Milion.
“Oh ya? Wow! FIB apa?”
“Sastra Jepang, Milion anak seni ya? Bisa nyanyi dong!” seperti melupakanku, melupakan tiga wanita yang memandang sinis ke arah kami, Zia duduk di hadapan Milion, menceritakan temannya yang juga anak seni.
Aku speachless melihat Zia lupa diri. Milion tersenyum menghargai, ia melirikku dan memintaku bergabung dengan isyarat matanya. Aku terpaksa duduk, menghiraukan tatapan sinis penuh permusuhan dari dayang-dayang yang wajah dan pakaiannya seperti model majalah fashion.
“Jadi, ada apa?” setelah Zia selesai dengan obrolan art-nya, aku menatap tajam Milion dan bicara straight to the point. Tidak peduli betapa tampan, dandy, dan kerennya ia hari ini. Aku bahkan bisa mencium parfum manly dari tubuhnya. Laki-laki ini, benar-benar…
“Tidak, hanya saja…oh ya, weekend nanti ada party di taman. Do you wanna join with us?” Milion seperti memikirkan obrolan untuk kami, dan berakhir dengan ajakan pesta yang mengherankan.
“Party?”
“Yup, ada salah satu anggota perkumpulan kami yang ingin mengadakan pesta kecil-kecilan. Datanglah.”
“Wow, anggota perkumpulan.” Zia terlihat terkesima, memang suatu kehormatan bagi kami bila diundang di acara khusus yang hanya kalangan tertentu saja yang boleh ikut. Aku juga tidak begitu mengerti dengan peraturan dan kegiatan yang mereka adakan, bagi kami yang hanya mahasiswi biasa mereka seperti memiliki dunia sendiri. entahlah…
“Apa itu?” aku butuh lebih banyak penjelasan darinya.
“Dimana? Kapan? Jam berapa? Kami pasti datang!” suara Zia hampir memekik begitu riang, kedua tangannya ia satukan seperti membuat janji.
“Shh, Mili. Why you invite them? They do not deserve to be there.”
“Yes honey, look at them! They just ordinary girls that doesn’t have anything special.”
Mereka memanggil Milion apa? Mili, Honey? Aku bergidik mendengarnya. Kulirik Zia yang tingkat antusiasnya sudah menurun drastis menjadi merasa terhina. Para dayang menghina kami, sudah pasti. Aku juga tidak mengharapkan undangan darinya.
“Tidak usaha bicara bahasa asing kalau ingin menghina kami. Kalian orang Indonesia kan? Bicaralah bahasa sendiri. Dan bicaralah langsung pada orangnya, jangan suka berbisik dengan sikap menjilat. Menjijikkan.” Ucapku, sepedas-pedasnya. Dari sudut mata bisa kulihat Zia merasa bangga padaku.
Dua orang dayang melotot ke arahku, siap menerkam kembali dengan perkataannya namun Milion mengangkat satu tangannya dengan gestur gentle, mencegah dayangnya menyerang. Ia tersenyum tipis padaku.
“Siapa bilang mereka hanya mahasiswi biasa? Kalian harus lebih banyak update dengan kampus ini. Temanku Stepani adalah sekretaris BEM tahun ini, dia juga aktif di banyak organisasi kampus seperti teater, basket, dance sampai proyek musik. Sedangkan Zia baru-baru ini mendapat award karena menjadi mahasisiwi terbaik FIB sastra Jepang. Both of them are popular!” Milion menunjuk kami berdua tampak bangga. Ia seperti mengenal kami dengan sangat dekat.
“Lalu kalian, apa yang bisa kalian banggakan? Cantik? mereka juga cantik. Model? Mereka juga bisa jadi model kalau mereka mau. Atau… kalian pintar dan aktif di organisasi kampus?” Milion kini menatap tajam wanita yang mengelilinginya. Perasaan senang seketika tumbuh saat melihat wajah kedua gadis cantik itu memucat.
“Siapa nama keluargamu?” Milion bertanya ke samping kanannya dengan sorotan mata masih tajam.
“Guritno, aku Jessica Guritno. Kenapa Mili? Kenapa jadi seperti ini?”
“Nama Guritno sama sekali tidak familiar disekitarku. Kalau begitu, bisa dikatakan kalian juga bukan siapa-siapa.”
“Maksudmu?”
“What’s wrong honey?”
Milion sekilas melirik jam tangannya yang keemasan lalu tersenyum ramah pada kami. “Aku jadi sangat berharap kalian bisa datang di party kali ini. Pasti suasananya akan jauh lebih menyenangkan. Dan untuk kalian yang unpopular…” Milion berdiri, memperlihatkan aura berkuasanya pada dua wanita yang telah kehilangan kepercayaan diri.
“Do not expect you can join with us, again.”
***

Komentar Buku (50)

  • avatar
    JatiTaruna Muda

    keren bngt cerita nyaa banyak bnyak ya bikin cerita yng lbih kren lgii

    7d

      0
  • avatar
    Kimochi

    bahus

    28d

      0
  • avatar
    BotOrang

    aku suka crita in aku kash bintang 5

    21/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru