logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 4 Pesona Artis

Aku berjalan dengan bimbang di parkiran mobil yang sepi, perasaanku sudah campur aduk semenjak di panggung, aku tahu dia hanya akting, tapi mengapa semua ucapannya tadi membuat aku menjadi tersipu-sipu?
"Mobilmu yang mana?" tanyanya sambil memakai ulang kaca mata hitam, masker dan topi. Sejak kapan dia menyiapkan itu semua? wajahnya hampir tertutup semua, pasti tidak akan ada yang bisa mengenalinya.
"Itu!" jawabku sambil menunjuk mobilku. Dia langsung berjalan dengan semangat menuju kursi penumpang
"Biar kamu nggak jadi supir," serunya entah bercanda entah serius karena aku tak dapat melihat wajahnya. Cih, memangnya sekarang aku apa kalau bukan supirnya? pikirku dalam hati.
"Jes, aku mau makan steak, mumpung nggak ada Edo," pintanya saat aku mulai menyalakan mobil, matanya sepertinya menatapku, tapi kacamatanya terlalu gelap sehingga aku tak dapat melihat matanya. Tapi, sejak kapan dia bebas memanggilku dengan hanya menggunakan namaku? tanyaku dalam hati.
"Oke." jawabku teringat restoran langganan dokter kepala.
"Tapi...kalau kamu mau makan apa?" tanyanya tiba-tiba dengan lembut, suaranya membuat aku merinding.
"Ah aku makan apa aja." jawabku secepat mungkin agar dia mengalihkan pandangannya dari padaku.
"Steak ga apa-apa?" tanyanya masih menatapku, atau aku merasa dia masih menatapku, karena kacamata itu terlalu gelap, tapi tanpa terasa aku melirik ke arahnya, dia tiba-tiba membuka kacamatanya dan mata kami kembali beradu.
Deg... deg...deg.
Aish, jantungku kenapa jadi berdebar begini? Dia nggak ganteng-ganteng amat kok, ucapku kesal dalam hati, aku segera membuang pandanganku dan menekan gas, sehingga mobil melaju cepat.
"Steak ga apa-apa," jawabku pelan, lalu segera menyetir keluar dari parkiran rumah sakit.
Restoran steak favorit dokter kepala tidak begitu jauh, dan beruntungnya restoran itu memiliki ruangan tersendiri, sehingga aman buat Adrian untuk makan disitu.
"Wah, kok aku bisa baru tahu restoran seperti ini ya? kamu pandai memilih tempat, ucapnya dengan kagum. Dia tersenyum memperlihatkan lesung pipi sebelahnya.
"Ah, ini restoran kesukaan dokter kepala," jawabku lalu pura-pura sibuk membaca menu. Hari ini, terakhir aku melayani pria ini, entah kenapa berdekatan dengannya aku jadi bereaksi aneh-aneh.
"Aku mau Wagyu, kamu mau apa?" tanyanya membaca menu di tablet secara sekilas.
Aku mencoba membaca menu tapi entah kenapa susah sekali berkonsentrasi. Aku baru sadar, aku belum pernah makan berdua dengan pria seperti ini, mungkin ini yang membuat aku menjadi grogi. Ah tapi apalah aku ini, mungkin di matanya aku hanya dianggap dokter, mana mungkin dia melihatku sebagai seorang wanita? pikirku dalam hati, tapi... tunggu dulu, kenapa dia harus melihatku sebagai wanita, pikiranku semakin aneh-aneh, ucapku dalam hati, sambil menggelengkan kepalaku tanpa sadar.
"Oh aku ga boleh ya pesan Wagyu, yang sesuai budget rumah sakit yang mana?" tanyanya salah mengartikan gelengkan kepalaku tadi.
"Ah bukan, aku... hanya pegal kepalaku." ujarku berbohong sambil pura-pura memijat leherku.
"Aku sama, Wagyu juga!" seruku, mumpung dibayarin rumah sakit, aku juga mau makan enak, pikirku dalam hati.
"Sausnya mau apa?" tanya Adrian lagi.
"Apa aja, ga apa-apa," jawabku cepat.
"Kalo gitu samain aja ya?" tanyanya cerewet sambil memasukan semua pesanannya ke tablet.
"Semoga rasanya sekeren tempatnya." serunya senang. Ia segera melepaskan perlengkapan menyamarnya, masker, kacamata hitamnya dan topinya, dia letakkan semua di meja, dan dia tersenyum kepadaku.
"Lega!" serunya senang, lalu merapikan rambutnya yang tebal dengan menggunakan jarinya sambil melihat bayangan dirinya di layar handphone.
"Adrian,... anda ga menelpon asisten anda?" tanyaku mencoba kembali resmi. Dia kembali menatapku dengan bingung.
"Nggak mau, dia nanti pasti mengatur apa yang aku mau makan," serunya kesal.
"Lagian aku kan mau kencan dengan kamu," godanya yang langsung membuat wajahku memerah.
"Ish, tolong jangan bercanda seperti itu." balasku mencoba terlihat serius, tapi wajahku terasa panas.
"Lagian tadi dah pakai 'aku kamu' sekarang balik pakai anda." ujarnya sambil memandangku kesal.
"Tadi... tadi itu keceplosan, sekarang sebaiknya kita resmi saja." jawabku, sambil berharap pesanan kami segera datang, aku merasa gerah berdekatan dengannya.
"Oh mau kita resmikan saja?" goda nya lagi. Aku memandangnya dengan kesal.
"Ga lucu ah becandanya kek gitu, aku serius!" ucapku keceplosan lagi, dia tertawa sambil menunjuk ke arahku yang segera menutup mulutku yang keceplosan.
"Ahaaiiii!" serunya senang karena aku keceplosan. Aku mulai salah tingkah lagi.
Tapi untung pesanan kami keburu datang. Dia langsung menutup wajahnya dengan masker. karena pesanan kami sama, aku segera mengambil makananku. Aku segera memakan steak itu agar cepat selesai. Aku masih merasakan pandangannya kepadaku, tapi aku tak berani melihat, tak lama dia mulai makan juga.
"Jes...?" panggilnya tiba-tiba.
"Hmm," jawabku masih mengunyah daging.
"Kamu mau saladku?" tanyanya menyodorkan piringnya, aku entah kenapa mengangguk, dari tadi aku merasa porsi sayurnya terlalu kecil, sedangkan aku tidak menyukai kentang gorengnya.
"Kamu, mau kentangku?" tanyaku melupakan sikap sok resmiku tadi.
"Mau, thanks ya, aku emang masih lapar." balasnya segera mengambil kentang goreng dengan tangannya, dia tersenyum kepadaku, aku membalasnya dengan senyuman tipis, aku cukup senang karena mendapat tambahan sayur.
"Jes, tapi tadi kamu aktingnya bagus loh, kamu boleh juga coba jadi artis." serunya mulai menghabiskan kentangku.
"Ish, bagus gimana?" kataku malu-malu.
"Ya natural ajah," jawabnya tersenyum.
Deg... deg... deg.
Aish, mulai lagi jantungku berontak melihat senyumannya. Apakah ini karena dia artis? dia menggunakan pesona artisnya padaku? muncul pertanyaan konyol di hatiku, sadar Jessica, sadar! ucapku dalam hati sebaiknya aku segera pergi dari sini.
"Eh dah selesai kan? aku juga harus kembali nih," ucapku memutus pandangannya padaku.
"Oh, oke, thanks ya dah mau makan bareng aku," ucapnya menatapku sebentar lalu memakai perlengkapan menyamarnya lagi.
"Oh iya, kamu nanti pulang gimana?" tanyaku.
"Ah aku lupa, Jes boleh minta tolong? antar aku ke apartemen boleh? ga jauh dari sini kok. Nanti aku dimarahi jika ketahuan makan steak oleh Edo." pintanya, kasihan sekali menjadi artis makan pun terbatas, pikirku geli di dalam hati. Aku menghela napas dan mengangguk.
"Yes, you're the best!" serunya senang, aku tersenyum tipis melihat reaksi konyolnya. Aku segera keluar menuju mobil dan dia kembali masuk dan duduk di sampingku.
"Oke, thanks ya Jess," ucapnya saat kami memasuki komplek apartemennya, aku menatapnya dengan bingung.
"Kamu serius apartemennya disini?" tanyaku kepadanya.
"Iya, memang kenapa?" tanyanya kembali.
"Aku juga tinggal disini!" jawabku heran.
"Hah, serius? lantai berapa? aku lantai 21." ucapnya seru, penthouse, yah sudah pasti, pikirku dalam hati.
"Aku lantai 12," jawabku pelan.
"Wah kebalikannya, kita jodoh ya!" timpalnya senang. Aku hanya memutar mataku, dan dia kembali tertawa.
"Kamu lucu kalau marah," ucapnya lalu mengusap kepalaku, lalu dia segera keluar dari mobil. Hatiku tiba-tiba senang karena sentuhannya barusan.
"Oke Jess, aku senang hari ini, semoga kita bisa ketemu lagi ya?" ujar ya membungkuk untuk melihatku dari jendela mobil.
"Oke, terima kasih lagi buat bantuannya tadi ya," balasku tersenyum tulus. Artis yang benar-benar datang hanya untuk membaca cerita untuk anak-anak dapat dihitung dengan jari dan Adrian salah satunya.
"It's my pleasure," jawabnya tersenyum dan melambai sebelum akhirnya masuk ke dalam lobi apartemennya.

Komentar Buku (21)

  • avatar
    RafiFauzia

    terimakasih banyak memuaskan

    12d

      0
  • avatar

    bagus

    30/07/2022

      0
  • avatar
    UlfaMiqita

    iii

    19/07/2022

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru